Beberapa hari yang lalu seorang teman lama menghubungi saya dan bertanya: apakah saya bisa membantu meloloskan putra temannya lulus ujian saringan masuk (USM) ITB? Mungkin dikiranya karena saya ‘orang dalam’ maka saya bisa membantu orang lain menjadi mahasiswa ITB. Atau, mungkin ia beranggapan setiap dosen ITB mempunyai ‘jatah’ memasukkan 1 orang mahasiswa baru ke ITB.
Saya tersenyum-senyum membaca permintaan teman saya itu. Dikiranya masuk ITB sama seperti masuk SMA atau SMP yang bisa pakai sistem koneksi asal kenal ‘orang dalam’. Atau, ITB seperti perguruan tinggi lain yang bisa memasukkan mahasiswa baru asal anda punya ‘fulus’ alias sogok menyogok.
Tidak sekali ini saja saya dimintai bantuan orang lain agar putra atau kenalannya bisa diterima menjadi mahasiswa ITB. Memangnya saya ini siapa sih, rektor kenal saya juga tidak, apalagi bisa mempengaruhi panitia penerimaan mahasiswa baru.
Cara-cara penerimaan ilegal itu tidak pernah ada dalam kamus ITB. Anda diterima menjadi mahasiswa ITB murni karena anda lolos ujian saringan masuk, bukan karena faktor lain. Kemampuan akademik adalah satu-satunya tolak ukur penerimaan mahasiswa baru. Uang sumbangan dana pendidikan yang nilainya ratusan juta tidak menentukan kelulusan. Memang, sejak USM diselenggarakan, setiap calon mahasiswa diminta menuliskan berapa sumbangan yang akan ia berikan jika ia diterima menjadi mahasiswa. Ada calon mahasiswa yang menyumbang satu juta, ada yang puluhan juta, bahkan ada yang 500 juta rupiah. Bahkan, ada yang 0 sama sekali (alias tidak mampu memberikan sumbangan dana pendidikan). Uang ratusan juta itu tidak menentukan anda diterima menjadi mahasiwsa ITB. Hanya nilai ujian saringan masuk saja yang dilihat sebagai pengambil keputusan.
Lalu apa bedanya calon mahasiswa yang menyumbang 1 satu dengan 500 juta? Tentu ada bedanya. Yang menyumbang 500 juta berarti dia ingin membantu pendidikan di ITB lebih banyak daripada yang satu juta. Pendidikan itu memang mahal, maka pendidikan itu perlu biaya besar. Dana dari Pemerintah tidak mencukupi, maka partisipasi masyarakat dalam bentuk sumbangan dana pendidkan diperlukan. (Orangtua) Mahasiswa yang menyumbang lebih besar berarti dia mempunyai kelebihan rizki yang didermakan untuk kepentingan pendidikan anak bangsa yang kuliah di ITB. Tetapi, bukan berarti yang menyumbang 1 juta kurang atau bahkan 0 rupiah tidak peduli dengan pendidikan anak bangsa ini, tetapi saya pikir mungkin kesanggupannya memang hanya segitu saja. Lain hal kalau dia berbohong atau pura-pura tidak mampu.
Begitulah cara ITB menjaga mutu pendidikanya. Mahasiswa yang diterima di sini memang yang mempunyai kesanggupan akademik. Perguruan tinggi yang menerima mahasiswa secara longgar (faktor uang yang lebih banyak menentukan), maka kualitasnya tidak akan pernah menjadi lebih baik. Uang memang perlu, tetapi uang bukan raja.
Iya Pak Rin, kalau tidak salah bahkan ketika Pak Wiranto menjadi rektor, putranya sendiri tidak bisa masuk ITB ya?
Mudah-mudahan cara-cara baik seperti ini bisa dipertahankan ITB ya.
@Zalfany: benar, anak Pak Wiranto itu kuliah di ITENAS Bandung, meskipun bapaknya rektor ITB tidak ada jaminan bisa diterima di ITB.
lucu mendengar cerita bapak…
banyak orang berpikir “orang dalam” bisa membantu
@catra: setahu saya memang tidak bisa, entahlah kalau ada kasus orang dalam yang berhasil memasukkan orang lain menjadi mahasiswa ITB dengan jalan pintas.
Saya kira, ini salah satu yang masih dibanggakan dari ITB. Semoga selalu tetap dipertahankan….
Ping balik: Apa yang bisa saya banggakan dari ITB? « Arry Akhmad Arman’s Weblog
Saya juga pernah ditanya orang hal2 seperti itu, tapi lebih pada rasa ingin tahu apa kira2 ada sistem jatah dosen dsb. Saya cuma bisa jawab “setahu saya nggak ada”. Mudah2an ITB bisa terus seperti itu ya Pak. Salam.
Hal ini semoga menjadi modal dasar bagi ITB utk membangun diri, memperbaiki kelemahan2 yg ada
Alhamdulillah kalo memang seperti itu, bisa dirasakan dari teman2 saya di kampus memang mereka orang2 yang cerdas, walaupun pada pelaksanaan kuliah di ITB ada yang malas dan ada yang rajin. Saya sendiri termasuk yang bayar 0 rupiah loh pak (alias tidak bayar), dan itu baru saya ketahui sewaktu sudah masuk ITB. Seandainya hal ini diketahui banyak teman2 di daerah pedalaman sana, pasti banyak yang berani daftar di ITB. Saya kira banyak teman-teman di pedalaman daerah yang pintar-pintar tidak berani daftar karena tidak memiliki pengetahuan atau info tentang hal itu.
Kalau nyariin calon menantu anak ITB bisa nggak pak ? Ada jatah ?
Salam kenal Pak Rinaldi, saya adalah salah satu mahasiswa bapak di Unpas dan saya ingat betul pelajaran yang bapak berikan kepada saya, Algoritma.
Tetapi selain kuliah di Unpas, saya juga melakukan paralel di Fisika ITB. Seperti tulisan bapak, itu yang membuat saya bangga masuk ITB apalagi untuk masukpun saya mesti mengikuti 3x UMPTN 🙂
@chocoovemic: salam kenal lagi, saya udah banyak lupa mhs yang saya ajar dulu di Unpas.
@nanungnurzula: buat siapa dulu?
@imanbdo: nah, ITB tidak seseram yang dibayangkan orang untuk biaya kuliahnya kan? Jika anda tidak mampu, ada banyak orang yang akan membantu anda kuliah di ITB, termasuk ITB sendiri siap memberikan bantuan.
@budisulis: setuju
Mudah2han ITB bisa terus mempertahanan integritasnya
Aminn.
Tapi saya rasa tanggapan ini akan tetap ada hingga “suatu saat” (melihat penduduk Indonesia yang seperti ini).
Toh saat saya memutuskan memilih ITB untuk kuliah, banyak yang bertanya “Ada orang dalem gak?”
Walah.
Tak terpikirkan
Ping balik: (Sebagian) Alumni ITB Sudah Biasa Praktek Suap? « Catatanku
saya mengajar di Unpas pa, ada dua mahasiswa yang orang tuanya adalah dua orang dosen (cukup senior) di ITB.
bukti memang tidak ada jatah-jatahan di ITB
atau kedua dosen tersebut memang mulia, tidak memaksakan kehendak memasukkan anak-anaknya ke ITB.
untuk masuk ITB, bukannya ada berbagai jalur? teman bapa tersebut kan bisa menggunakan jalur (apa namanya pa?), dengan biaya (kalo ga salah) 45jt itu kan?
Iya pak, salah satu kebanggaan ITB memang bersihnya dari praktek suap menyuap. Selain itu, ITB juga memberikan kesempatan pada mahasiswa yang tidak mampu untuk dapat kuliah seperti yang lain.
Banyak teman-teman saya yang memang berasal dari keluarga kurang mampu, tetap bisa kuliah tanpa biaya. Mulai dari biaya pendaftaran masuk sampai akhirnya lulus dari ITB.
beberapa teman saya ada yang masuk ITB lewat orang dalem, crita sendiri, ditelpon kusmayanto kadiman pula.. (taun 04)
persaingan masuk univ negeri emang makin gila, makanya kalo gak mau makin gila mending belajar aja,, gak ada sesuatu yg mustahil diraih.
salam kenal..
mudah2an saia bisa dpt itb. amiin.
saya ingin masuk itb……tapi saya tidak punya cukup uang apabila membayar 45 jt untuk masuk….bisa gak sih masuk itb dengan murah, setidaknya tidak sampai 1 juta
aduh , saya mau masuk ITB , tp saya udah minder duluan
saya cma anak yg ilmunya pas pasan n kluarga yg sderhana pula
mimpi saya klo masuk iTB . .. heee
hiks hiks . . . 😥
nice story boss…
aku jadi tahu itb tu sbenernya kyk gimana…
jadi pengen masuk sana besok..
Waduh, saya jadi tambah gak percaya kalo dapet farmasi itb.
padahal kyknya saya biasa2 aja klo di skolah.
dulu sempet coba masuk ITB, dan bisa lolos di pilihan terakhir, MIPA,
ternyata setelah diusut, saya cuma bisa masuk dijurusan itu, soalnya ada kekurangan dari saya, buta warna parsial. sedihh dehh, udh g bisa masuk kedokteran, di ITB juga sulitt. T_T
Ping balik: Masuk ITB Karena Uang?? « Catatanku
di setiap kampus itu ada orang dalem, demi Tuhan kenalan saya bisa masuk ke ITB juga lewat jalur orang dalem, mungkin jabatan anda disana bisa dikatakan (maaf) tidak cukup tinggi untuk meloloskan mahasiswa baru atau karena anda berpegang teguh hanya mahasiswa kompetenlah yang pantas masuk ITB sehingga tidak mau membantu.
jadi intinya tolong jangan seolah-olah membuat ITB kampus yang “bebas orang dalam, semua berdasar ujian masuk dan sumbangan tidak berpengaruh”.
menurut saya UI lah yang mempraktikan seleksi masuk mahasiswa baru (SIMAK UI) yang paling benar. ujian masuk dulu kemudian sumbangan, kalo ITB (USM ITB)? yah tau kan yang mana dulu. dari uang formulir pun terlampau mahal, bahkan masuk ITB lewat SNMPTN (2010) masih diminta sumbangan.
note: orang dalem tidak hanya di ITB, bahkan di kampus2 lainnya, mungkin lingkungan anda hidup di kelilingi orang2 baik jadi anda tidak tau adanya sistem orang dalam
Kalaupun itu terjadi maka yang akan rugi dan sulit lulus anak mahasiswa itu sendiri karena saingannya mahasiswa2 resmi. Persaingan diantara mahasiswa yang masyk resmi saja sudah berat bahkan bisa DO. Nanti seleksi alam dengan sendirinya juga kok.
Oiya salam kenal saya alumni ITB 2004 masuk lewat jalur SPMB, tes dari daerah saja dan Alhamdulillah lulus. Karena bukan lewat jalur USM jadi saya cukup membayar saat pertama kali masuk sekitar 2 juta (sudah include uang semester I 1,7 juta). Begitu tiba di dalam barulah saya berkenalan dengan teman sejurusan yg lewat jalur USM ITB. Apakah mereka bodoh? Tidak, prestasi mereka sejajar dengan yang lewat jalur SPMB karena Tes USM setahu saya malah lebih sulit dari SPMB (Kata kawan yang gagal di USM ITB dan berhasil masuk lewat jalur SPMB) CMIIW
Salam ITB, Saya setuju sekali dengan pendapat bapak Rinaldi, saya melihat kehancuran Indonesia adalah disebabkan oleh salah satu faktor” tidak adanya harga diri”, ya..pengertian harga diri ini sangat luas..salah satunya adalah harga diri yang tidak mau menerima kenyataan akan kekurangan yang ada pada dirinya serta mengakui kelebihan orang lain, akhirnya…berbagai upaya dilakukan untuk membuat kekurangan itu menjadi sebuah kelebihan…tetapi bukan lewat upaya perbaikan diri…Saya selaku salah satu alumni ITB angkatan 1992, sangat berharap bahwa Perguruan Tinggi menjadi sarana terakhir pembentukan harga diri bangsa…janganlah PT ini menjadi rusak sehingga menjadi bagian dari system2 yang sudah hancur yang ada dinegara ini, untuk ITB..janganlah pernah berubah…tetap konsisten menjaga harkat dan martabat bangsa dengan menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan Intelektual…saya merasakan betapa sulitnya ketika harus masuk ITB, belajar dan menjadi sarjana, tapi kemudian hasilnya dapat saya rasakan ketika didunia kerja..bagaimana bersaing terhadap tenaga ahli negara lain tanpa mengalami banyak kesulitan, ini tidak lepas dari sistem pendidikan ITB yang sangat menjunjung tinggi harga diri..sehingga tidak mentolerir hal-hal yang tidak dilakukan dengan jujur dan benar. Jangan pernah berubah ITB…Salam ITB.
Sekedar curhat pengalaman anak saya yang pertama bisa kuliah di ITB, anak saya diterima di jalur undangan SNMPTN th 2011 di STEI ITB dgn modal prestasi akademik rapot SMA dan juara dua (medali perak) lomba internasional bidang komputer sains dan berbagai sertifikat prestasi lainnya. Waktu mengisi formulir biaya pendidikan agak bingung disitu tertera 55jt atau 75persen dari 55jt atau 50persen dari 55jt atau 25persen dari 55jt atau 0persen dari 55jt… Ekonomi keluarga memang lagi kacau bapaknya mengganggur dan kami sedang sangat terpuruk. Sepertinya 0persen adalah solusi terbaik.. tapi takut tdk diterima hehe… akhirnya anak saya berhitung uang yang bisa dikumpulkannya dari juara lomba2 yg dia dapatkan sisanya minjem sm saudara akhirnya kami memutuskan memilih biaya masuknya 25persen dari 55juta.
Alhamdulillah anak saya diterima, dan bingung lagi waktu mau bayar uang semester sebesar 5jt. Akhirnya saya berdua anak saya nekad ke gedung rektorat di tamansari dan mengutarakan permasalahan bahwa kami tdk mampu membiayai kuliah anak saya tsb. Km hanya disuruh membuat surat pernyataan bla bla cukup sederhana ditulis atau diketik sy lupa, anak sy mendapat izin penangguhan pembayaran semester 1 yg akhirnya km bayar bbrp waktu kemudian entah dari mana uangnya lupa mungkin pinjam juga hehe… Semester 2 anak sy mendapatkan beasiswa bidikmisi gratis uang semesteran selama 8 semester (subhanalloh uang semester ! yg sempet km bayar dikembalikan) dan tiap bulan dapat uang saku sebesar 1jt. Alhamdulillah awal juni 2015 kemaren anak saya lulus ujian sidang dan tgl 1 agustus 2015 ini insyaalloh wisuda. Jd saya yakin seyakin2nya bahwa kuliah di ITB kemampuan intelektuallah yg utama bukan karena uangnya, Terimakasih banyak kpd ITB yg sdh berkenan memberikan pendidikan gratis kpd anak saya… eh bayar deh yg 25% dari 55jt itu…hehe…Oh ya sekedar informasi tdk lama stlh anak sy memdapat beasiswa bidikmisi dia juga mendapat beasiswa dr Kemendiknas sebesar 95jt dgn perincian uang msk 55jt uang semester 40jt slm 8 semester.. tp tentu saja dgn jujur km katakan bahwa anak saya sdh mendapat beasiswa bidikmisi yg memang sama2 dari pemerintah jd beasiswa yg 95jt itu bisa diperuntukkan untuk mahasiswa lain yg membutuhkannya.
Sebetulnya banyak cerita tentang anak saya yang satu ini… slm kuliah dia jd web developer dan banyak membantu ekonomi keluarga. Syukurlah setahun ini bapaknya bekerja kembali dan ketika giliran adiknya masuk perguruan tinggi kami bisa membayarnya walaupun sebagian dibantu kakaknya juga, adiknya harus cukup puas diterima pmdk itenas karena memang kurang giat belajar dan kurang berjuang spt kakaknya.
hahah begitulah paradigma pendidikan kita pak munir. . kebetulan saya alumni teknik elektro ITB 2004. . semoga pendidikan di indonesia semakin maju kedepannya. .