Hari Rabu yang lalu saya ke Makassar sehari saja dalam rangka mempresentasikan makalah saya pada Makassar International Conference on Electrical Engineering and Informatics 2012 (MICEEI 2012) yang diselenggarakan oleh Jurusan Teknik Elektro Universitas Hasanuddin, Makassar.
Selesai mempresentasikan makalah, saya pun “kabur” keluar untuk menikmati senja di Pantai Losari yang terkenal itu. Pantai Losari terletak di tengah kota Makassar, karena pusat kota Makassar memang terletak di tepi pantai.
Pantai? Sebenarnya tidak tepat disebut pantai, tetapi “pelabuhan”, karena tidak ada pasirnya. Air laut langsung berbatasan dengan trotoar jalan raya. Terus berjalan ke utara terdapatlah pelabuhan laut Makassar tempat kapal-kapal berlabuh.
Banyak orang duduk-duduk pada sore di pinggir Pantai Losari untuk menghabiskan waktu sambil menikmati sunset di ufuk barat.
Di Pantai ini ada dermaga terapung tempat penumpang naik perahu banana boat yang mengantarkan mereka jalan-jalan di laut mengitari pulau terdekat.
Jajanan khas yang “wajib” dicoba di Pantai Losari adalah pisang epe. Pedagang pisang epe berderet-deret di sepanjang Pantai Losari.
Pisang epe terbuat dari sejenis pisang batu, lalu dipipihkan kemudian dibakar. Diatasnya ditaburi keju dan gula merah rasa durian. Seporsinya (ditambah sebotol aqua) Rp10.000. Kemahalan?
Di seberang Pantai Losari terdapat kawasan kuliner untuk memuaskan selera. Di sini ada Mie Titi yang terkenal itu (tapi saya belum sempat coba).
Adzan Maghrib berkumandang. Tidak usah khawatir mencari tempat shalat. Di pinggir Pantai Losari terdapat masjid terapung yang cantik, ke sanalah saya melangkahkan kaki untuk shalat.
Selesai shalat Maghrib perutpun terasa lapar lagi. Saya sudah meniatkan diri wajib makan coto Makassar di tempat asalnya. Dulu saya pernah makan coto di Stadion Persib Bandung, tetapi rasanya kurang enak kata perantau Makassar di Bandung. Saya minta tolong tukang beca di Pantai Losari mengantarkan saya ke kedai coto yang enak di dekat situ. Kata mereka coto yang enak ada di Jalan Gagak. Oke deh, saya diantar tukang beca ke sana.
Makan coto temannya adalah ketupat. Ketupat disendok dari sarangnya lalu dimasukkan ke dalam kuah coto baru kemudian dimasukkan ke… mulut. Hmmm… benar-benar enak coto di tempat asalnya, bumbunya sangat terasa. Isi coto boleh pilih: daging, jeroan, babat, paru. Saya pilih daging saja. dari kuahnay yang berwarna hitam coto Makassar mirip dengan rawon di Jawa.
Selesai makan, saya pun bersiap-siap ke Bandara Hasanuddin guna kembali ke Bandung via Jakarta. Pesawat saya pukul 21.30 WITA, jadi masih punya waktu dua jam menunggu di bandara. Bandara Sultan Hasanuddin interiornya sangat wah, luas dan nyaman, malah lebih bagus daripada bandara di Cengkareng.
asiik bro,minta izin ya mau copy dl artikelx..
Berarti pantai losari itu gak jauh dari bandara ya mas?