TIT (Tokyo Institute of Technology) adalah perguruan tinggi teknik ternama di Jepang, bisa dianggap ITB-nya Jepang lah. Orang Jepang sering menyebutnya Tokodai (singkatan Tōkyō Kōgyō Daigaku) atau Tokyo Tech. Kami ke sini untuk menemui beberapa orang sensei (sebutan untuk profesor di Jepang) dari rekan kami, sekalian menemui sensei computer science (berhubung kami dari Informatika).
Kami mengunjungi kanmpus utama TIT di Ōokayama (kampus TIT lainnya di Nagatsuta dan Tamachi). Kesan saya ketika masuk kampus ini adalah kondisinya mirip dengan kampus ITB. Kampus TIT terletak di tengah kota, sekelilingnya adalah pemukiman penduduk, gedung-gedung di dalam kampus saling berdekatan jaraknya, dan antar gedung dapat dicapai dengan berjalan kaki.
Deretan pohon sakura menyambut kedatangan kami. Sayangnya sekarang bukan sedang musim semi, jadi bunga sakuranya tidak ada. Bangku-bangku di bawah pohon itu sangat cocok untuk melepaskan penat atau tempat diskusi.
Ini dia gedung utama kampus yang dibangun pada abad 19. Tampak sangat klasik. Saya mengambil gaya dulu di depan gedung ini.
Gedung-gedung di kampus TIT saling berdekatan (lihat foto-foto di bawah ini), sebagaimana yang saya sebutkan pada bagian awal tulisan.
Berhubung kami belum makan siang, kami mampir dulu di kantin. Semua makanan di sini sudah tertulis harganya dan sudah tersaji dalam piring-piring atau mangkok, tinggal angkat saja deh, lalu bayar. Hati-hati memilih makanan yang halal bagi muslim. Ada petunjuk makanan halal di kantin ini. Ketersediaan makanan halal di TIT adalah alasan mengapa mahasiswa dari Timur Tengah tertarik kuliah di TIT. Mahasiswa dari Timteng mengatakan (begitu yang saya dengar cerita dari teman), salah satu alasan mereka memilih TIT adalah karena mereka mendengar di TIT terdapat kantin dengan makanan halal.
Setelah menemui para sensei dan meninjau pembangkit energi terbarukan yang mendapat penghargaan dunia, kami kembali ke hotel. Acara keesokan hari adalah mengunjungi kampus Keio University.
Untuk mencapai kampus Keio kita harus beberapa kali naik kereta. Keio adalah universitas swasta paling prestisius di Jepang. Universitas ini didirikan pada abad 19. Keio memiliki beberapa kampus, yaitu di Shonan Fujisawa dan di Yagami. Yang kami kunjungi adalah kampus di Fujishawa.
Kampus keio di Fujishawa ini cukup luas dan lapang, deretan pohon-pohon dan hutan kampus membuat suasananya jadi adem.
Nama kotanya Fujishawa berarti ada hubungannya dengan Gunung Fuji. Ternyata kami cukup beruntung hari itu sebab dapat melihat puncak Gunung Fuji dari kejauhan. Pemandangan melihat gunung Fuji dari sini biasanya jarang terlihat. Salju di puncak gunungnya tidak ada sebab sudah mencair di musim panas.
Hari sudah siang, kami mau makan dulu. Kantin di Keio ini punya cara membayar yang menarik bagi saya. Semua makanan yang kita ambil ditimbang di kasir dan harga yang dibayar dihitung per gram. Mau ambil sayur, nasi, ikan, daging, buah, harga per gramnya sama (berat piring tidak dihitung).
Berhubung hari ini hari Jumat kami mau sholat Jumat dulu. Tidak ada masjid di kampus, tetapi sebuah ruang rapat kecil disulap menjadi tempat sholat Jumat. Jamaahnya hanya 10 orang, 4 orang diantaranya orang Jepang asli yang masuk Islam (3 mahasiswa dan 1 orang sensei), lima orang Indonesia (termasuk kami), dan seorang lagi tampaknya dari luar Jepang. Kahtibnya salah seorang dosen Indonesia yang mengajar di Keio, memberikan ceramah dalam Bahasa Inggris.
Bagi saya yang menarik di perguruan tinggi di Jepang adalah variasi mereka dalam membuka program graduate (S2) lintas disiplin ilmu. Jika program S2 PT di Indonesia masih tradisionil dalam pembagian bidang studi (misalnya S2 Elektro, S2 Informatika, S2 Teknik Mesin, S2 Sipil, S2 Manajemen, dan sebagainya), maka perguruan tinggi di Jepang melangkah lebih jauh. Di Keio misalnya, ada Graduate School of Media and Governance , School of Science for Open and Environmental Systems, School of Integrated Design Engineering, dan lain-lain.
Oh ya, di kampus Keio yang saya kunjungi juga ada sekolah SMA, mungkin sebagai pasokan menjadi mahasiswa Keio, maklum Jepang sekarang dilanda kekurangan mahasiswa akibat angka kelahiran yang rendah. Seperti yang diceritakan teman di sini, Jepang saat ini dilanda “paceklik penduduk”. Angka kelahiran menurun, penduduk lansia atau manula lebih banyak lalu lalang, orang-orang muda enggan menikah meskipun umur sudah di atas 30 tahun, kalau pun menikah enggan “memproduksi” anak (baca ini).
Universitas-universitas kekurangan mahasiswa, terutama untuk program master dan doktor. Jika tidak ada mahasiswa, program studi bisa kolaps (terancam ditutup). Itu artinya kondisi “membahayakan” bagi parta sensei karena tidak ada mahasiswa berarti tidak ada riset. Mereka “mengimpor” mahasiswa dari luar dengan berbagai skema program beasiswa, sekarang perguruan tinggi di Jepang lebih suka melirik mahasiswa dari Indonesia dan Vietnam ketimbang dari Korea dan China (yang dianggap sebagai saingan Jepang saat ini).
Kondisi ini sangat terbalik dengan Indonesia. Negara kita kebanjiran jumlah penduduk, masih muda sudah banyak yang menikah, angka kelahiran tinggi dan prinsip banyak anak banyak rezeki masih berlaku, dan universitas tidak pernah kekurangan mahasiswa. Maka, program beasiswa yang banyak ditawarkan oleh perguruan tinggi di Jepang adalah kesempatan emas bagi mahasiswa Indonesia untuk ramai-ramai mengambil master/doktor di sana. Anda berminat?
salam kenal Pak Rinaldi.
Saya Dikshie yang kemarin menemani rombongan (Pak Rinaldi, Pak Trio, dan Bu Hira) di Keio SFC.
mudah-mudahan acara pertemuan dengan Kiyoki sensei kemarin lancar jaya dan acara jalan-jalan hari ini juga lancar 🙂
Terima kasih mas Diskhie atas bantuannya. Besok kami kembali ke tanah air. Senang bertemu dengan Anda. 🙂
maaf ya pak Rinaldi, apkh rombongan dari STEI-ITB ini mengunjungi University of Tokyo terutama ke http://www.u-tokyo.ac.jp/en/admissions-and-programs/graduate-and-research/graduate-schools/technology.html ?? Menurut hemat saya, Graduate School of Information Science and Technology Univ of Tokyo bisa diajak berkolaborasi S2/S3 dual degree dg STEI-ITB.
Trm ksh.
Tidak Pak, sebab waktunya sempit. Rencana ke Nara juga nggak jadi. Di Univ. Tokyo mungkin nggak ada link nya kali. Kalau di JAIST, TIT, dan Keio sudah ada jaringan di sana.
assalamualakam pak rinaldi.. saya mau tanya tentang proses pembelajarannya, apakah menggunakan bahasa inggris atau jepang? terima kasih mohon jawabannya..
Ping balik: Ini Nih Sisi Positif dan Negatif Jualan di Kampus Dikelilingi Mahasiswa - anakUI.com