Tidak Suka Ahok Bukan Berarti Pro H. Lulung, Tidak Suka Jokowi Bukan Berarti Pro Prabowo

Seorang teman menulis status di akun Facebook-nya sebagai berikut:

Dalam politik, kalau kita tidak setuju Jokowi apakah artinya kita ada di pihak Prabowo? Kalau kita tidak pas dg gaya Ahok, apakah artinya kita pro H. Lulung? Padahal banyak org yg tidak percaya pada Jokowi, tapi juga tidak yakin pada Prabowo. Ada banyak yang gak suka Ahok, tapi juga eneg pada H. Lulung.

Mengkotakkan masyarakat hanya pada dua kategori (pro Jokowi vs pro Prabowo, dan pro Ahok vs pro H. Lulung) adalah cara pikir yang serampangan, seolah-olah publik dianggap sebagai bilangan biner 0 dan 1, kalau tidak hitam ya putih. Hanya itu, padahal banyak orang yang termasuk kategori tiga, empat, atau lima. Kalau anda tidak setuju dengan kubu yang satu, maka anda dianggap sebagai pendukung kubu yang lain. Jika jagoannya dikecam maka si pengecam dianggap pro jagoan sebelah. Ini logika yang salah, namun nyatanya inilah kondisi yang terjadi pada saat ini, khususnya bagi netizen yang aktif di dunia maya (netizen).

Di dunia maya mudah sekali seorang netizen mencap seseorang sebagai fan Jokowi atau sebagai antek Prabowo. Hanya karena berbeda pendapat dalam mengkritisi presiden, maka anda langsung dianggap nyinyir, belum iklhas menerima kekalahan, belum move on, atau antek Prabowo. Kadang-kadang anda dianggap sebagai fekaes (plesetan pendukung PKS), karena simpatisan partai ini dianggap paling vokal mengkritisi Jokowi (contohnya Jonru).

Memang ada pendukung Prabowo yang masih sakit hati sejak jagoannya kalah, tetapi lebih banyak lagi yang masih berpikiran logis dengan menerima kekalahan dengan lapang dada namun tetap kritis kepada Pemerintah sekarang. Pada sisi lain, banyak juga pendukung Jokowi yang bersikap netral sejak jagoannya menang, mereka tetap kritis kepada Jokowi, meskipun tidak dipungkiri banyak juga yang kecewa setelah melihat Jokowi sering ingkar janji.

Menariknya, medan “perang” antara pendukung Jokowi dan Prabowo sekarang beralih ke lingkup Jakarta. Media mempunyai peran besar untuk mengalihkan medan tersebut. Perseteruan antara Ahok dengan DPRD DKI telah menghasilkan pendukung militan Ahok yang membela habis-habisan sang gubernur. Netizen yang tidak sepaham dengan tingkah polah Ahok dianggap sebagai pendukung KMP, antek fekaes, sapi, antek Prabowo, dan lebih parahnya disederhanakan lagi menjadi pro H. Lulung. Siapa Haji Lulung, silakan cari namanya di Internet. Dia adalah anggota DPRD dari fraksi PPP yang sejak awal menentang Ahok. Maka, jika anda mengkritisi perilaku Ahok, maka anda dianggap sebagai pendukung Haji Lulung. Ini tentu logika yang ngawur, sebab banyak juga pengkritik Ahok yang tidak suka dengan sikap Lulung. Tidak suka dengan perilaku Ahok bukan berarti menyetujui sikap H. Lulung.

Saya melihat fenomena seperti ini muncul dari sikap fanatisme yang berlebihan terhadap seorang tokoh. Sikap fanatisme ini terus dipelihara sejak Pilpres (Jokowi-Prabowo) sampai hubungan eksekutif-legislatif (Ahok-DPRD). Fanatisme berlebihan telah mematikan nalar dan akal sehat, sebab apa yang tampak dari sang jagoan adalah kebenaran. Sang jagoan sudah menjadi manusia setengah dewa atau nabi yang tidak pernah salah. Bagi pendukung fanatisme tersebut berlaku dua aturan. Aturan pertama adalah sang jagoan tidak pernah salah. Aturan kedua, jika jagoan salah, maka lihat kembali ke aturan pertama.

Saya teringat perkataan budayawan Sudjiwo Tedjo: “Pemimpin tangan besi mematikan nyali. Pemimpin yang dinabikan mematikan nalar”. Jika nalar sudah mati, maka jika kelak sang pemimpin berbuat salah, maka perbuatannya tetap dianggap benar.

Pos ini dipublikasikan di Indonesiaku. Tandai permalink.

8 Balasan ke Tidak Suka Ahok Bukan Berarti Pro H. Lulung, Tidak Suka Jokowi Bukan Berarti Pro Prabowo

  1. bukanbocahbiasa berkata:

    Benerrrrrr banget Pak.
    (Logika pikir) Politik Indonesia semakin menyesatkan

  2. emaknyashira berkata:

    Reblogged this on it's my point of view and commented:
    Nah ini dia!!
    Jadi kalo saya begini bukan karena dukung si anu, kalo saya begitu tidak melulu disebabkan……..
    Ah sudahlah, zaman sekarang mah kebanyakan ribet nya.

  3. ranselijo berkata:

    Nah!!!!!!
    Suka bgt sama tulisan ini! Aku udah capek denger sindiran, “nyesel kan milih Jokowi?!”

    😑

  4. @royandanroyan berkata:

    Maaf kalo saya komentar mengenai penafsiran kutipan sudjiwo tedjo. Istilah itu mengacu pada efek yang terjadi setelah seseorang mendapatkan mandat (dinabikan / seolah atau bahkan dipaksa menjadi nabi) dan fenomena yang muncul setelahnya. Namun seperti yang digambarkan penulis jangan sampai kita men-generalisasi sebatas pro A dan anti B. Nalar kita tidak sepenuhnya mati, pro tidak berarti berhenti mengkritisi. CMIIW

    My Blog

  5. cahyanidwy berkata:

    Saya senang sekali membaca tulisan-tulisan anda, bukan hanya gaya penyampaian yang lugas dan santun, tetapi juga cara pandang terhadap permasalahan yang dari sudut yang lain. 🙂

  6. rhey berkata:

    Sepakat… kita yg didaerah jg eneg liatbrits isinya itu2 saja klu bukan dpr ya h lulung…. fiuuh

  7. Fitria Ridayanti berkata:

    Reblogged this on .. fitri random .. and commented:
    Yep, I couldn’t agree more!

  8. Achmad Nadeem berkata:

    Ingatkah sewaktu SD dulu kita sering diajari secara tidak langsung bahwa tidak suka = benci.
    Serta ingatkah guru SMA ketika mengajarkan intro logika matematika tidak dapat menjelaskan dengan baik mengenai p -> q given ~p tidak akan selalu menghasilkan ~q karena sudah tertanam dengan baik dalam pikiran orang indonesia kalau tidak p selalu tidak q. Belum lagi kalau p->q given ~q akan selalu berkesimpulan ~p.

    Pendukung A maka memuja A.
    Tidak memuja A, maka dia pasti bukan pendukung A! + dia pasti pendukung B!
    (logika orang indonesia)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.