Ini cerita sederhana yang saya peroleh dari teman, tentang seorang gadis yang mengontrak sebuah rumah, dia tinggal sendiri di sana. Di sebelah rumahnya tinggal sebuah keluarga miskin dengan dua orang anaknya yang masih kecil.
Suatu malam listrik mati di pemukiman mereka. Rumah-rumah menjadi gelap gulita, termasuk rumah yang disewa gadis dan rumah keluarga miskin tadi. Dengan bantuan cahaya dari ponsel, si gadis mencari lilin di lemari dapur. Tiba-tiba pintu rumahnya diketuk, suara seorang anak kecil terdengar dari luar. “Kak, punya lilin tidak?”, tanya anak kecil tadi. Itu adalah suara dari anak miskin, tetangga sebelah rumahnya.
Gadis itu terdiam, dia berpikir sejenak. Dia merasa tidak usah memberikan lilin kepada anak miskin tadi, sebab jika diberi nanti menjadi kebiasaan untuk terus meminta. Lalu dia menjawab dengan keras, “Tidak ada!”.
Anak miskin tadi berkata dengan riang. “Nah, benar ‘kan kakak tidak punya lilin. Ibu menyuruh saya memberikan dua lilin ini kepada kakak, karena ibu khawatir kakak tinggal sendirian dan tidak punya lilin”.
Si gadis merasa bersalah karena telah berburuk sangka kepada keluarga miskin itu. Air matanya berlinang, dia memeluk erat-erat anak miskin tadi…
~~~~~~~~~~
Moral dari cerita ini adalah hendaklah kita jangan mudah cepat berprasangka. Jangan menilai kelemahan orang lain dari penampilan luarnya. Kekayaan tidak diukur dari banyaknya harta yang kita miliki, tetapi seberapa mampu kita memberi kepada orang yang tidak berpunya. Miskin bukan berarti tidak punya apa-apa, kaya bukan berarti punya segalanya.
(kisah terinspirasi dari kiriman seorang teman)
Karena ada banyak hal yang jauh lebih penting dibanding materi 🙂
beuh…
waduuuh 😦
selalu menginspirasi,tfs
bagus mas ceritanya 🙂
agree
saya setuju dengan pernyataan “kekayaan tidak diukur dengan materi, karena hakikat kaya adalah seberapa mampu kita dapat memberi orang lain”