Di daerah Antapani Bandung sering terlihat seorang perempuan penjual pecel. Dia mbak bakul penjual pecel asal Kroya, Cilacap. Setiap pagi dia keliling kompleks pemukiman di Antapani berjualan pecel dengan menggunakan sepeda. Pecelnya lumayan enak meskipun menurut saya agak kurang pedas (maklum cabe rawit merah harganya selangit saat ini, Rp140.000/kg). Saya beli satu porsi pecel pincuk (pecel dengan wadah daun pisang), pakai tambahan daun pepaya yang pahit biar enak di perut. Sayangnya nggak ada bunga kecombrang merah, padahal itulah khasnya pecel Kroya.
Pecel Kroya? Hmm…saya jadi terkenang masa lalu ketika dulu main ke Solo, Yogya, atau Surabaya, saya selalu naik kereta api, biasanya kereta api ekonomi dari Bandung. Nah, ketika kereta berhenti di Kroya, banyak penjual pecel di stasiun menawarkan pecel pincuk, harganya murah cuma seribu ribu rupiah.

Pemandangan para perempuan penjual pecel di stasiun seperti ini adalah eksotisme masa lalu yang mungkin jarang terulang (Sumber foto: https://c1.staticflickr.com/4/3769/9959534334_c3bbc18d6a.jpg)

Mbok bakul penjual pecel di stasiun Kroya. Bunga kecombrang merah menjadi hiasan pecel khas Kroya. (Sumber foto: http://haapengennulishe.blogspot.co.id/2010/09/haa-iki-pecel-kroya.html)
Sebagian penjual pecel masuk ke dalam kereta menawarkan pecelnya. Penumpang yang kelaparan memang sudah menunggu-nunggu pedagang asongan ini, terutama pecel itu, karena pakai lontong.Untuk membuat pecel itu terlihat menaik, maka di atasnya diletakkan bunga kecombrang yang berwarna merah sebagi hiasan, tapi juga bisa dimakan.
Sekarang tidak mungkin lagi beli pecel di stasiun Kroya karena pedagang pecel tidak boleh masuk ke dalam kereta. Jendela kereta bisnis dan ekesekutif juga tidak bisa dibuka. Kalau mau, ya berani turun gerbong untuk beli pecel itu, tapi resikonya bisa ketinggalan kereta karena berhentinya cuma dua menit.
Dulu pas kereta masih banyak pedagang lebih suka jajan sama pedagang yg nail turun di tiap stasiun. Kalau beli di Resto KAI gak greget