Berakhir Masa Menjadi “Tukang Ojek” Anak

Tahun ini saya pensiun menjadi “tukang ojek” anak. Sudah lebih lima belas tahun saya rutin setiap pagi mengantar anak pergi ke sekolah, untuk ketiga anak saya. Cerita menjadi tukang ojek buat anak sudah pernah saya tulis sebelumnya (Baca: Menjadi “Tukang Ojek” Anak).

Mengantar anak ke sekolah adaah pekerjaan yang menyenangkan bagi saya. Tidak semua ayah bisa punya kesempatan mengantar anaknya ke sekolah, lho.  Itu masa-masa yang tidak akan bisa terulang. Orangtua yang sangat sibuk, seperti di Jakarta, hampir tidak punya kesempatan mengantar anaknya pergi ke sekolah. Pagi ketika waktu Subuh mereka sudah berangkat ke kantor, hal ini karena perumahan sekarang sudah jauh di luar kota, maka pergi bekerja ke pusat kota harus siap mengejar jadwal kereta komuter atau bawa kendaraan sendiri lebih pagi supaya tidak terjebak macet. Pulang ke rumah pun sudah malam, anak sudah tidur. Masa bertemu dengan anak hanya hari Sabtu dan Minggu, tetapi kebanyakan sekolah libur pada hari Sabtu.

Seorang warganet di media sosial menumpahkan curhatannya tentang kesedihan tidak dapat mengantar anaknya ke sekolah (jika anda punya akun Facebook, silakan baca laman ini). Berikut curhatnya (mohon izin dikutip ya mas :-)):

Mimpi Mengantar Sekolah

Foto ini saya ambil di daerah Pasar Jumat, Lebak Bulus. Saat lalu lintas sedang padat-padatnya. Yang entah kenapa isinya kok banyak anak sekolahnya.

Fotonya memang biasa aja. Saya kenal dengan bapak beranak itu pun tidak. Tapi sebagai lelaki yang pernah jadi jagoan pada masanya dulu, saya langsung down melihat bapak antar sekolah anak macem ini. Anak saya 3. Yang usia sekolah 2. Tapi ngga pernah saya bisa menikmati hal-hal romantis macam itu: antar anak sekolah, menggenggam tangannya sambil berceloteh ala pria, lalu melepasnya masuk kelas setelah tos dan memukul pundaknya.

Saya kirim gambar itu ke istri, disertai caption menyayat hati

Dia bales sih.. satu jam kemudian. Sambil seperti biasa kasih joke satir: tenang… ntar juga bisa anter anak. Kalo udah pensiun..

Tak lupa emot 😂😂😂. Makin membuat saya menertawakan nasib sendiri. Ini lagi sedih beneran. Kok bisa bisanya diguyoni.

Tapi barangkali istri mengatakan itu juga dengan pedih hatinya (iya ngga sih, istri? Kamu pedih gak? 😂)…

Selepas Subuh saya sudah gedandapan berangkat kerja meninggalkannya dengan segudang masalah rumah tangga. Pulangnya juga sering mendapati anak-anak sudah berpiyama.

Ada satu bagian yang hilang, itu sudah pasti. Saya melewatkan banyak momen romantis dengan tim transformer kecil saya di rumah. Untuk satu alasan: cari nafkah.

Harusnya alasan ini sangat kuat. Wajar kalau seorang ayah tidak banyak ambil bagian dalam membesarkan anak, karena memang jatah dia adalah di luar rumah. Tapi percaya tidak bro, mengantar anak sekolah adalah mimpi sederhana saya sejak dulu. Dan mimpi sesederhana ini pun sulit saya wujudkan.

Itu rasanya… seperti gagal menjadi lelaki dari anak lelaki.

Bro, kalau anda semua masih diberkahi waktu luang dan pekerjaan yang fleksibel, saya ucapkan selamat. Nikmati lah masa-masa yang tidak akan terulang ini. Berkelakarlah dengannya sembari ia merangkulmu di balik jaketmu. Tunjukkan jalan-jalan tikus sambil menyombongkan kehebatanmu menghafal jalan. Nikmati kekagumannya padamu.

Sebelum menjadi sepertiku. Yang hanya bisa iri setengah mati pada bapak-bapak berjaket pembonceng anak.

Jakarta 18 juli 2017

~~~~~~

Itulah yang saya katakan, tidak setiap ayah memiliki kesempatan mengantar anaknya ke sekolah. Sepele ya kelihatannya, ada rasa “iri”, ada kerinduan yang mendalam bagi seorang ayah untuk bisa mengalami momen seperti ini. Tapi apa mau dikata, alasan pekerjaan jua yang membuat mimpi itu belum bisa diwujudkan.

Kembali ke cerita saya pada bagian awal. Saya sekarang sudah berhenti mejadi “tukang ojek anak”. Apa pasal?  Anak saya yang bungsu sekarang sudah kelas 5 SD. Awal tahun ajaran kemaren dia bilang kepada saya bahwa dia tidak mau lagi diantar pergi ke sekolah, juga tidak mau pulang sekolah pakai becak langganan. Dia ingin pergi ke sekolah sendiri pakai sepeda. Pulang sekolah juga pakai sepeda sendiri. Biasanya selama ini saya mengantar anak ke sekolah dengan motor, lalu nanti siang, karena saya tidak bisa menjemput (sedang di kampus), maka anak saya pulang sekolah dengan becak yang sudah saya langgan sejak masih Playgroup.

fajar1

Tentu saja keinginannya itu adalah hal yang menyedihkan sekaligus juga menggembirakan bagiku. Sedih karena saya tidak bisa bisa punya momen indah mengantar anak ke sekolah. Tapi saya sudah merasa puaslah, sebab sejak anak-anak preschool hingga akhir SD semua anak kuantar ke sekolah dengan motor. Ketika masuk SMP mereka sudah mulai pergi sendiri naik angkot. Lima belas tahun sudah saya menjadi “tukang ojek” anak, dan itu adalah kenangan yang berkesan bagi seorang ayah dan anak.

fajar2

Di sisi lain ada juga terselip rasa gembira karena itu artinya dia sudah merasa besar dan sudah ingin mandiri.  Dia ingin menunjukkan bahwa dia mampu pergi sendiri. Tinggal saya saja yang merasa nelangsa sendiri, melepasanya dengan tatapan berkaca-kaca. Tapi saya pun harus menyadari, bahwa suatu hari nanti anak-anak kita akan pergi meninggalkan orangtuanya, pergi mencari jalan hidupnya sendiri. Tidak selamanya anak kita bersama kita, bukan?

Jadi, bagi kalian para ayah, jangan sampai melewatkan kesempatan berharga bersama anak-anakmu. Hanya ketika mereka masih kecil kita bisa menikmati  momen-momen indah bersama anak kita. Mengantar anak ke sekolah itu contohnya, adalah hal yang terlihat kecil dan sepele, namun akan berkesan bagi anak ketika mereka sudah dewasa nanti. Jangan lupa, ketika anda mengantar anak anda ke sekolah, banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa ditanamkan.

Pos ini dipublikasikan di Cerita perjalanan, Kisah Hikmah, Pendidikan. Tandai permalink.

7 Balasan ke Berakhir Masa Menjadi “Tukang Ojek” Anak

  1. mas bro berkata:

    Sampai sekarang saya masih antar jemput anak-anak ke sekolah. Kalau capek, gantian sama istri. Seru….

  2. ulhia.putri berkata:

    Jadi inget ku jaman dulu suka juga dianter bapak bukan ke sekolah tapi buat pergi les nari di gelanggang kesenian jakarta.. di bonceng di vespa.. karna masih pendek sampe muka kepotong setengah di setang 😂😂

  3. abbie umar berkata:

    Pengalaman yang sama Pak Rinaldi, Alhamdulillah saya bisa mengantar 2 orang anak saya ke sekolah setiap hari sejak mereka SD sampai SMA, kebetulan sekolah mereka sejalan dengan dengan arah kantor saya. Anak saya yang besar saat ini sdh kuliah di UI, sedang yg nomer 2 masih di Sekolah di SMAN 8 Jakarta. Hal yang menyenangkan adalah masih punya kesempatan berinteraksi dengan mereka serta mendengarkan berbagai cerita dan pengalaman mereka di sekolah setiap harinya.

  4. Sigit berkata:

    Nice blog…. Salam kenal pa rinaldi… Secara umur kita beda tipis loh, over all kita satu zaman lah … 🙂 mulai nyasar baca blog pa rinaldi ketika ppdb sma 2016…kebetulan anak kita rasanya seumuran … Alhamdulillah masuk belitung timur ga nyangka …ta terasa tahun depan kita masuk lagi fase deg deg an jadi pemantau snmptn plus mantau beasiswa mext japan heu… Soon mungkin anak saya jadi mahasiswi nya pa Rinal… Lillahitaala. Hampir 80% isi blog bapa saya baca … So much fun … Menggugah… Beberapa menyadarkan diri saya … Kadang menohok juga serasa di tampar 🙂 … Sesekali bikin cerpen fiksi kenapa ngga pa … Ada kutipan dari pengarang yang pa rinal suka juga … “Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.” … Sehat selalu pa…tetap rajin menulis … Tetap memberi inspirasi buat pembaca … Termasuk saya loh … Bisa di bilang murid tak resmi mungkin … 🙂

    • rinaldimunir berkata:

      Salam kenal Pak Sigit. Anak saya yang nomor dua itu tdiak berhasil diterima di Belitung, tetapi di Dago.

      Terima kasih sudah membaca blog ini, insya Allah saya akan terus menulis sampai akhir masa.

  5. bener pak, mengantar anak itu adalah kebahagiaan tersendiri. Pun buat si anak. Waktu saya sekolah bahkan sampai SMA sering sekali diantar bapak. Sekarang memori itu tersimpan indah. Dan hal seperti ini bisa jadi mempererat hubungan anak dan orangtua

  6. Ping balik: Masa-masa Mengantar Anak ke Sekolah yang Tidak akan Pernah Terulang | Catatanku

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.