Sambil berjalan kaki dari Masjid Salman ke Labtek 5 di Kampus Ganesha, seorang mahasiswa yang ikut berjalan di samping saya menceritakan dirinya yang sekarang telah berubah. Selama dua tahun dia merasa tidak punya motivasi kuliah, tidak semangat, merasa tidak cocok kuliah di Informatika. IPK pas-pasan. Jauh tertinggal dari teman seangkatan.
+ Lalu apa yang membuatmu sekarang berubah?, tanya saya.
– Saya mencoba mengerjakan proyek kecil-kecilan, pak. Tidak apa-apa dibayar murah. Itu cara saya untuk menyukai bidang Informatika.
+ Berapa nilai proyeknya?, tanya saya lagi.
– Satu juta saja, Pak.
+ Oh, tak apa-apa, biar kecil, yang penting kamu mulai menyukai bidangmu. Lalu apa lagi?
– Saya mencoba memasukkan lamaran magang ke beberapa perusahaan dari situs online. Tetapi semua ditolak. Ndak masalah. Saya mau coba cari lagi untuk mengisi liburan semester Desember dan Januari ini.
+ Baguslah. Itu artinya kamu sekarang sudah berdamai dengan dirimu sendiri. Perlu dua tahun untuk merenung. Belum terlambat. Kalau di tingkat empat kamu baru sadar, barulah itu terlambat.
…….
Dialog berakhir. Saya sudah sampai ke ruangan saya. Diapun berbalik pergi.
******
Begitulah. Setiap tahun ada saja di antara mahasiswa saya yang keteteran dalam kuliah. Ketinggalan dari teman-temannya yang lain. Penyebabnya macam-macam. Tidak semangat, tidak punya motivasi, malas, kecanduan game, dan sebagainya. Padahal mereka tidaklah bodoh. Kalau bodoh, tentu kamu tidak mungkin bisa lolos masuk Informatika STEI- ITB, kata saya selalu setiap memberi wejangan di kelas. Lolos masuk STEI-ITB itu susah, passing grade-nya paling tinggi se-Indonesia. Seharusnya kamu bersyukur bisa masuk ke sini, kata saya lagi.
Jika tidak mau mengubah diri sendiri, maka duniamu tidak akan berubah. Apakah seterusnya malas, merasa kurang semangat? Wejangan dan nasehat setumpuk tidak mempan.
Saya yakin, mereka-mereka yang merasa tidak semangat kuliah itu karena belum berhasil mengalahkan dirinya sendiri. Mereka selalu dihantui rasa bersalah sebagai orang yang tiada berguna. Hanya menghabiskan kiriman uang dari orangtua, tetapi di Bandung kuliah tanpa ada rasa. Hambar saja.
Untunglah ada saja mahasiswa model begini tersadar. Setahun dua tahun habis waktunya untuk berperang dengan batin. Akhirnya dia bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Dia bangkit dari kekeliruannya yang selama ini sia-sia saja membuang-buang waktu. Mahasiwaku di atas contohnya.
Semagat kak ngeblognya.