Terbelah (Lagi) karena Pilpres 2019

Polarisasi (keterbelahan) orang Indonesia akibat Pipres 2014 belum sepenuhnya pulih, sekarang polarisasi itu semakin mengeras menjelang Pemilu Presiden (Pilpres) bulan April 2019 mendatang. Penyebabnya adalah jagoan yang bertarung di Pilpres masih yang itu lagi: Jokowi dan Prabowo. Keduanya revenge kembali pada Pilpres 2019.

Pilpres 2014 masih menyisakan kubu-kubuan antara pendukung Jokowi dan Prabowo. Kedua kubu gontok-gontokan di udara melalui media sosial dan media daring.  Perang kata-kata, perang urat syafaf, dan psycological war antar kedua kubu. Pendukung Jokowi disebut cebong, pendukung Prabowo disebut kampret.

Saya kira dengan berjalannya waktu perseteruan antara kedua kubu cebong dan kampret akan berkurang, ternyata tidak. Pilkada DKI Jakarta 2017 adalah arena perseteruan berikutnya karena dua orang calon gubernur DKI kebetulan dari dua kubu yang itu lagi.

Sekarang  menjelang Pilpres 2019 kita merasakan panasnya suasana perseteruan kedua kubu. Kubu pendukung petahana dan kubu oposisi. Berbagai sindiran, ujaran kebencian, berita hoaks, adu opini, perdebatan, dan adu komentar antara kedua kubu mewarnai media sosial. Banyak orang merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Di media sosial yang kita ikuti (whatsapp, facebook, instagram, twitter, dll) selalu saja ada teman yang berseberangan dalam pilihan capres mengirim posting yang negatif tentang capres lawan. Media sosial berubah menjadi arena kampanye terselubung,  padahal yang kampanye bukan tim sukses capres, melainkan pendukung capres. Hubungan pertemanan menjadi terganggu karena posting yang memanas-manasi. Left group, unfriend, atau unfollow adalah tindakan ekstrim yang dilakukan sebagian orang ketika teman yang berseberangan pilihan capres sering memburuk-burukkan capres lawan.

Saya yang aktif di Facebook mengamati pendukung  capres sering mengirim posting foto, tautan berita, kata-kata atau video yang berisi hal-hal negatif capres lawan. Seolah-olah dengan mengirim posting yang demikian dia merasa puas menghajar kubu lawan, merasa senang telah mentertawakan kedunguan lawan. Dia  merasa mendapat kepuasan  dengan mem-posting demikian seolah-olah mengatakan “tuh lihat, capres jagoanmu begitu-begini, capresku nggak seperti capresmu“.

Padahal kedua capres tersebut mungkin baik-baik saja, namun  pendukungnya yang mati-matian membela. Kalau dipikir-pikir, capres yang kita bela mati-matian itu belum tentu masih ingat dengan kita bila nanti menang. Dia naik tahta, kita ya tetap begitu-begitu saja. Sudah sering terjadi, pemimpin yang kita dukung ternyata jauh dari ekspektasi kita. Saat awal-awal terlihat manisnya, tetapi setelah agak lama berkuasa barulah terlihat boroknya. Janji-janji yang diucapkan selama kampanye ternyata bohong belaka. Janji tinggallah janji.

Sayangnya Pilpres kita kali hanya diikuti oleh dua pasang calon saja. Jokowi cs dan Prabowo cs.  Kita tidak diberikan pilihan ketiga, karena ketika penjaringan capres, undang-undang Pemilu yang baru seolah-olah memustahilkan muncul capres ketiga. Pasangan capres-cawapres hanya boleh diusulkan parpol atau gabungan parpol yang memiliki kursi di DPR minimal 20%. Itu jumlah kursi dari Pemilu 2014 yang lalu, bukan berdasarkan hasil Pemilu yang sekarang. Pada Pemilu sekarang Pileg dan Pilpres bersamaan, jadi tidak mungkin parliementary threshold itu diperoleh  dari hasil Pileg sekarang. Barulah nanti pada Pilpres 2024 tidak ada parliementary threshold lagi, setiap parpol bebas mengusung capresnya sendiri. Tapi itu kan nanti, masih lama.

Apa boleh buat, kita hanya disodorkan dua pilihan itu saja. Baik Jokowi maupun Prabowo menurut saya sama-sama capres yang mengecewakan. Jokowi terlalu banyak berjanji dan tidak ditepati, terlalu sering berutang sehingga hutang terus menumpuk, menggunakan aparat penegak hukum sebagai alat kekuasaan untuk melibas lawan, kurang responsif dengan aspirasi mayoritas. Positifnya dia tipe pekerja, telah banyak membangun infrastruktur (meski masih dipertanyakan efektifitasnya), merakyat, keluarganya tidak terlibat bisnis yang menggunakan kekuasaannya. Sedangkan Prabowo belum punya  track record dalam pemerintahan, belum punya prestasi, sering berbicara tanpa data, dan sudah dua kali kalah. Positifnya dia punya karakter tegas karena dari militer. Itu penilaian dari saya lho, anda boleh setuju atau tidak setuju. Meskipun kecewa, namun nanti saat Pilpres saya tetap harus memilih yang terbaik dari yang terburuk. Saya tidak akan golput.

Saya tidak tahu sampai kapan bangsa ini terus terbelah karena berbeda pilihan capres. Apakah pasca 2019 akan terus terpecah dan kubu-kubuan lagi? Wallahu alam. Menurut analisis saya, masih terus terjadinya perseteruan antara  kubu pendukung Jokowi dan Prabowo pasca 2014 adalah karena pihak yang menang tidak mau merangkul pihak yang kalah. Pihak yang menang merasa terlalu jumawa, sedangkan pihak yang kalah terus diwacanakan sebagai oposisi dan kelompok pengganggu. Coba bandingkan ketika Obama menang bertarung dengan Hillary Clinton di Pilpres Amerika. Ketika Obama menang, dia mengangkat Hillary menjadi Menlu. Rakyat Amerika  pun bersatu kembali pasca Pilpres.

Kalau pasca 2019 pihak yang menang tidak mau merangkul kubu yang kalah, saya yakin bangsa ini akan terus terbelah.

Pos ini dipublikasikan di Indonesiaku. Tandai permalink.

7 Balasan ke Terbelah (Lagi) karena Pilpres 2019

  1. Wirandamara berkata:

    Mungkin harus menunggu sampai pola pikir berubah.. hhheee😅

  2. Chandra berkata:

    menggunakan aparat penegak hukum sebagai alat kekuasaan untuk melibas lawan?
    Jadi si jokowi nyuruh nangkep orang gitu ya tanpa ada bukti, ataukah saking netralnya ngebiarin siapa saja ngelaporin siapa aja ke aparat hukum tanpa campur tangan dan ternyata menurut hukum emang salah? Ada datanya kah pak, ato asal ikut nyenengin diri dari desas desus medsos saja. Ini lagu lama soalnya macem ibu2 yg ga suka sama orang karena emang ga suka aja ga perlu cari2 alasan logis.
    Coba telaah contoh kasusnya pak, adakah yang tidak salah tapi di pengadilan jadi salah, ataukah memang menurut hukum salah dan ada orang yg ngelaporin.
    Mari kembali berpikir dengan akal sehat dan hati nurani yang luhur.
    Peace 😀

  3. Chandra berkata:

    buat bahan tambahan bacaan pak, buat teaser dulu:
    https://faisalbasri.com/2019/01/29/infrastruktur-utang-dan-bumn/
    dari sini kalau tertantang cari tahu lebih dalam harusnya bisa kalau memang niat cari informasi yang benar. Medsos itu isinya opini sesuka orangnya mau ngambil sudut mana, padahal yg kita follow yg sepaham saja. Semakin terperosok dalam kalau tidak cari tahu sendiri.
    Jangan sampai sampai akhir hayat informasi tidak terupdate di jaman serba gampang cari data.

  4. Dani berkata:

    Pak Rin, Obama tidak pernah lawan Hillary dalam pilpres. Mereka bertanding saat konvensi calon partai demokrat. Tentu saja, karena sama2 satu partai, seperti yg sudah2, yang kalah akan mendukung dan masuk tim pemerintahan yang menang. Sementara lawan Obama saat pilpres adalah John McCain (2008) dan Mitt Romney (2012). Gitu, mudah kok cari data di internet.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.