Seberapa Tahan Memboikot Rumah Makan Padang (Nasi Padang)?

Di media sosial viral seruan netizen untuk memboikot rumah makan masakan padang (lebih tepatnya rumah makan masakan minang) atau nasi padang, gara-gara Jokowi kalah telak di Sumatera Barat. Menurut hasil hitung cepat, pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin hanya mendapat 11-12% suara, sisanya 88-89% untuk pasangan Prabowo-Sandiaga Uno. Sudah dua kali Jokowi kalah telak di Sumatera Barat. Pada Pemilu 2014, Jokowi mendapat 22% suara. Tahun 2019 ini malah semakin turun lagi suaranya.

Pendukung pasangan 01 yang kecewa lalu mem-posting seruan di akun Facebook untuk berhenti makan di rumah makan padang, seperti gambar di bawah ini. Tujuannya adalah untuk membangkrutkan semua rumah makan padang, sebagai balasan terhadap kekalahan Jokowi di Sumatera Barat.

boikot

Entah seruan itu bercanda, sarkasme, atau memang serius, tetapi posting-an di atas terlanjur viral dan mendapat respon luar biasa dari netizen.

Tidak semudah itu membangkrutkan rumah makan padang, Ferguso! Masakan padang (minang) sudah terlanjur melekat bagi kebanyakan orang Indonesia. Masakannya enak, kaya bumbu, dan mudah diterima oleh lidah siapapun. Tidak hanya oleh lidah rakyat nusantara, tetapi sudah melampaui selera bangsa-bangsa di dunia. Siapa yang tidak suka rendang yang dinobatkan sebagai masakan terenak nomor 1 di dunia oleh CNN.

Rumah makan padang menyebar di berbagai pelosok tanah air hingga ke luar negeri. Sepahit-pahitnya orang minang itu mencari penghasilan di perantauan, maka kalau tidak berdagang kaki lima, maka ia membuka usaha rumah makan di pinggir jalan. Lama-lama rumah makannya tumbuh besar, lalu pemiliknya beralih menyewa tempat/toko, akhirnya punya restoran sendiri. Para karyawannya yang masih orang sekampungnya pun tidak lama-lama bekerja di sana, setelah beberapa tahun bekerja mereka keluar lalu membuka usaha rumah makan sendiri. Dari satu rumah makan di sebuah kota tumbuh menjadi beberapa rumah makan.

Rumah makan padang merupakan “penyelamat” para turis  muslim jika berada di negeri yang bukan mayoritas muslim, seperti di Bali, Manado, Toba, Singapura, bahkan di Eropa. Jika ragu dengan kehalalan makanan di tempat itu, makan saja di rumah makan padang, sebab sudah pasti halal.

Boikot- memboikot produk bukan hal yang baru di Indonesia karena perbedaan pandangan politik dan ideologi. Sari Roti pernah diboikot tahun 2017 saat aksi demo berjilid-jilid di Monas. Nyatanya merek roti itu tetap eksis karena orang sudah terlanjur suka dengan roti itu. Ingat roti ya ingat Sari Roti. Merek lain yang pernah menjadi sasaran aksi boikot adalah Traveloka, Grab, Starbucks, Coca-cola, Bukalapak, KFC, dan lain-lain.

Boikot itu umurnya hanya sesaat, setelah itu normal lagi. Selama orang masih banyak bergantung dengan keberadaan produk yang diboikot, dan sudah menjadi kebutuhan, maka aksi boikot sia-sia belaka.

Saya yakin orang-orang yang memboikot rumah makan padang pun tidak akan kuat berlama-lama melakukan aksi boikotnya. Mana kuat dia menahan diri untuk untuk tidak memakan masakan padang yang enak-enak itu. Sebut saja rendang, gulai ayam, gulai tunjang, teri balado, gulai kepala kakap, ikan asam padeh, gulai otak, gulai nangka, sambal cabe hijau, itik lado mudo, gulai cancang, dan masih banyak lagi yang menerbitkan air liur.  Paling kuat memboikot satu  minggu, atau satu bulan, dua bulan, atau setahun, lalu pasti kembali lagi makan di sana dengan menahan rasa malu.

Rumah makan padang tidak akan bangkrut karena ulah kekanak-kanakan pendukung Jokowi yang mutung gara-gara capresnya kalah di Sumbar. Masih banyak orang Indonesia, termasuk pendukung Jokowi sendiri, yang berakal sehat tidak menghiraukan seruan boikot itu. Kalau makan ya makan saja, urusan politik ya lain lagi.  Tidak ada hubungannya pilihan politik dengan kuliner.  Jika pilihan politik dihubungkan dengan kuliner, maka daftar makanan daerah yang diboikot (karena Jokowi kalah di sana) akan bertambah panjang. Apa juga mau memboikot makanan enak-enak seperti mpek-mpek palembang, coto makassar, sate madura, mie aceh, batagor bandng, ayam taliwang, soto banjar, soto mie bogor, sate ikan banten, dodol garut, dan lain-lain?

Ada-ada saja. Lebay ah. Biasa sajalah berdemokrasi. Kalah menang itu hal yang biasa saja.

(Tulisan serupa: Seberapa Kuat Kalian Mau Boikot Rumah Makan Padang?)

Pos ini dipublikasikan di Cerita Minang di Rantau, Cerita Ranah Minang, Indonesiaku. Tandai permalink.

4 Balasan ke Seberapa Tahan Memboikot Rumah Makan Padang (Nasi Padang)?

  1. Blog Geografi berkata:

    Mungkin pengen masak sendiri dan nggak pengen beli nasi di warung padang pak 😁

  2. _viiickyyy berkata:

    sama ketika boikot sari roti dan starbuck 😀 , wwkwkwk ujung2nya tetep2 aja penuh juga

  3. rev berkata:

    Artikelnya keren kak,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.