Dua minggu lalu saya pulang mudik ke Padang. Kebetulan saya sedang tidak banyak kegiatan di kampus, jadi saya sempatkan pulang ke kampung halaman dengan anak-anak meski hanya sebentar (tiga hari). Saya memang tidak sempat mudik saat lebaran, maka mudiknya sesudah lebaran saja. Hehe, orang lain sudah balik ke rantau, saya malah pulang ke kampung. Ketika saya melihat harga tiket Xpress Air rute Bandung – Padang sempat turun, langsung saya ambil keputusan mendadak pulang ke Padang hari Jumat siang. Mumpung pesawat masih terbang dari Bandara Husein Sastranegara, belum dari Bandara Kertajati yang dimulai tanggal 1 Juli.
Setiba di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) terbersit keinginan saya mencoba kereta api bandara dari BIM ke Padang. Saya memang sudah tahu ada kereta bandara di bandara BIM, dioperasikan sejak tahun lalu, tetapi saya belum pernah mencobanya. Ini bandara kedua di Indonesia yang memiliki kereta api bandara sesudah Bandara Kualanamu, Medan. Bandara berikutnya yang memiliki kereta bandara adalah Bandara Soekarno – Hatta dan bandara YIA Yogyakarta.
Keluar dari terminal kedatangan, ada petugas yang menginformasikan kepada penumpang pesawat bahwa kereta bandara akan berangkat pada pukul 16.50, itu artinya sekitar 15 menit lagi. Stasiun bandara letaknya kira-kira 200 meter dari terminal kedatangan tapi belum terintegrasi dengan bangunan bandara sehingga kalau hujan agak kesulitan ke sana. Namun, kita bisa naik bus shuttle yang mengantarkan kita ke stasiun kereta. Naik bus shuttle ini gratis. Bus shuttle sudah menunggu di depan kedatangan.
Bus shuttle membawa penumpang ke stasiun bandara. Kita diarahkan ke loket penjualan karcis kereta. Tidak banyak penumpang yang antri membeli karcis. Petugas melayani penumpang dengan ramah.
Harga tiketnya sangat murah, hanya Rp 10.000 ke stasiun Simpang Haru Padang yang berjarak 22 km dari bandara. Kalau naik taksi bandara ke rumah orangtua saya di kawasan Sawahan tarifnya 10 kali lipat yaitu 110.000.
Selanjutnya kita masuk ke pintu keberangkatan. Sekarang ini naik dan turun kereta layanannya seperti naik pesawat saja. Petugas memeriksa karcis kereta dan kita dipersilahkan masuk.
Memasuki hall kereta, terlihatlah kereta bandara yang menanti penumpang. Kereta terdiri dari tiga gerbong, warnanya dicat hijau. Terlihat kinclong. Ini kereta buatan PT INKA di Madiun.
Padang berjarak 22 km dari Bandara BIM. Kereta akan berangkat 5 menit lagi. Hanya satu kereta saja di sana.
Masuk ke dalam kereta kita sudah merasakan kenyamanan. Sore itu kereta tidak penuh penumpang, mungkin karena penumpang pesawat saat ini sudah berkurang. Namun ada teman yang mengatakan jadwal keberangkatan kereta tidak sinkron dengan jadwal kedatangan pesawat dan masyarakat belum menjadikan kereta untuk pilihan transportasi ke dan dari bandara. Sayang ya, kereta bagus tetapi kurang optimal dalam hal jumlah penumpang yang menggunakannya. Entahlah. Yang jelas langit sore sudah mendung, sebentar lagi turun hujan.
Memang kereta tidak bisa berjalan terlalu cepat, tetapi karena ini perjalanan santai maka tidak masalah bagi saya, yah sambil menikmati pemandangan sepanjang jalan.
Bagi saya, memilih naik kereta bandara karena stasiun Simpang Haru tidak jauh dari rumah orangtua saya di Sawahan. Jika naik taksi, selain ongkosnya lumayan mahal (Rp110.000), kita melewati titik-titik macet seperti di depan Minang Plaza di Air Tawar dan di depan Transmart di Jalan Khatib Sulaiman.
Kereta bandara di Padang tidak memerlukan pembangunan infrastruktur jalur kereta baru. Jalur kereta api sudah tersedia sejak zaman Belanda. Rel kereta api jalur Padang ke Pariaman melewati daerah dekat bandara. Tinggal menambahkan jalur rel dari dalam bandara ke luar bandara maka tersambunglah jalur rel kereta api dari bandara BIM ke Padang.
Kereta melewati stasiun Duku, Lubuk Buaya, Tabing, belakang hotel Basko, dan tujuan akhirnya di stasiun Simpang Haru Padang. Empat puluh lima menit waktu yang dibutuhkan dari bandara Minangkabau ke Padang. Jadi kalau kita naik kereta dari Padang ke bandara Minangkabau kita sudah dapat memprediksi waktu kedatangan sehingga tidak akan ketinggalan pesawat.
Stasiun Simpang Haru adalah kenangan saya kala kecil. Di sini saya waktu kanak-kanak naik kereta api ke Pariaman atau ke Teluk Bayur. Jadi, naik kereta bandara ini sebenarnya mengenang nostalgia saat masa kecil dulu di Padang. Sumatera Barat adalah salah satu dari empat propinsi di Sumatera yang memiliki jalur kereta api sejak zaman Belanda (propinsi lainnya adalah Lampung, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara). Dulu kereta api digunakan untuk membawa batubara dari Ombilin di Sawahlunto ke pelabuhan Teluk Bayur Padang. Sekarang tidak ada lagi batubara di Ombilin sehingga kereta api pun dihentikan. Satu-satunya jalur kereta api yang masih aktif adalah jalur Padang ke Pariaman yang rutin tiga kali sehari membawa penumpang, yang umumnya pegawai yang bekerja di Padang (baca: Naik Kereta Api dari Padang ke Pariaman).
Demikianlah pengalaman saya mencoba kereta bandara di kampung halaman. Naik kereta sambil bernostalgia. Mungkin kalau pulang ke Padang lagi saya memilih naik kereta ini lagi.
Ping balik: Zonasi sekolah – karina
Ping balik: Naik LRT di Palembang | Catatanku