Saya punya koleksi yang unik, yaitu koleksi majalah-majalah udara, majalah yang disediakan di atas pesawat selama penerbangan (inflight magazine). Majalah-majalah tersebut berasal dari berbagai maskapai penerbangan yang berbeda-beda yang pernah saya naiki, baik maskapai dalam negeri maupun maskapai luar negeri. Umumnya majalah-majalah tersebut terbit setiap bulan. Jadi setiap bulan ada edisi barunya.
Foto pertama adalah majalah “Colours” dari Garuda Indonesia, majalah “linkers” dari Citilink (anak perusahaan Garuda). Lalu majalah dari Lion Group, yaitu “Lionmag” dari Lion Air, majalah “Batik” dari Batik Air, majalah “Wings” dari Wings Air. Kemudian majalah “Sriwijaya” dari Sriwijaya Air, dan majalah “Xpressair” dari Xpress Air.
Foto kedua adalah majalah-majalah yang maskapainya sekarang sudah tidak ada lagi atau tidak terbang lagi, yaitu majalah dari Batavia Air, Tiger Airways, dan Merpati Nusantara Airlines. Ada satu lagi maskapai yang pernah saya naiki tetapi tidak sempat mengkoleksi majalahnya yaitu Adam Air. Adam Air ini dihentikan operasinya tidak lama setelah pesawatnya jatuh di Selat Makassar ketika terbang dari Surabaya ke Manado.
Foto ketiga adalah majalah dari maskapai asing yaitu majalah “going places” dari Malaysia Airlines, majalah “3sixty” dari Air Asia, majalah “Heritage” dari Vietnam Airlines, majalah “Morningcalm” dari Korean Air, majalah “Ahlan Wasahlan” dari Saudi Arabia Airlines (Saudia), dan majalah “Sawasdee” dari maskapai Thai Airways yang baru-baru ini mengalami kebangkrutan akibat pandemi corona.
Majalah2 tersebut ada yang gratis (dapat dibawa pulang) seperti majalah Colours dari Garuda Indonesia, ada pula yang hanya untuk dibaca di tempat. Untuk kategori yang terakhir biasanya saya minta izin kepada pramugari saat akan turun dari pesawat. “Mbak,minta satu majalahnya ya untuk dibaca-baca“, pinta saya saat keluar pintu pesawat. “Oh, silakan, Pak“, kata pramugari tersebut ramah. Namun pernah juga pramugari tidak mengizinkan dibawa pulang, nah kalau begitu ya tidak saya bawa.
Ada cerita yang menarik saat saya lupa minta izin kepada pramugari ketika membawa majalah turun dari pesawat (lupa minta 🙂 ). Tiba di darat lalu saya kirim surel kepada redaksinya dan minta izin sudah membawa majalah udaranya. Apa jawabnya? Eh, malah saya dikirimi via pos setumpuk majalah udara maskapainya edisi 6 bulan berturut-turut. Itu dari Xpress Air. Tampaknya mereka senang dengan perhatian saya pada majalah udaranya.
Berhubung dulu saya sangat sering naik pesawat, maka jadilah di rumah saya koleksi majalah2 tersebut memenuhi lemari buku. Di lemari buku majalah2 tersebut menempati satu baris lemari besar dan tersusun dengan rapi (foto keempat), disusun rapi oleh istri saya.
Kenapa saya tertarik mengkoleksi majalah-majalah udara ini? Itu karena majalahnya banyak berisi foto-foto nan rancak, yaitu foto-foto tempat wisata dan budaya di tanah air maupun di luar negeri. Fotografernya sangat pandai memotret sehingga menghasilkan foto-foto yang bagus.
Apalagi kertas majalahnya terbuat dari kertas lux sehingga foto-foto itu tampak cerah dan menawan. Sedikit banyaknya kegemaran saya pada foto-foto (meskipun saya tidak mahir fotografi) adalah karena salah satu minat saya di Informatika adalah bidang image processing.
Saat ini sudah sembilan bulan lebih saya tidak pernah terbang lagi. Akibat pandemi corona maka saya tidak bisa pergi kemana-mana. Masih takut bepergian, apalagi memang tidak ada keperluan ke luar kota naik pesawat. Jadilah saya baca2 majalah udara ini saja. Majalah2 tersebut merupakan saksi bisu saya pernah ke mana-mana. 🙂
wah ternyata majalah di pesawat boleh diminta ya pak. boleh dicoba tuh.
Fyi: selama pandemi maskapai tidak menyediakan majalah di pesawat.