Keinginan Setelah Pandemi Corona

Apa keinginanmu setelah pandemi corona dinyatakan sudah aman (terkendali)? Cukup lama masyarakat kita kita berada di rumah saja, tidak bisa pergi ke mana-mana, atau menunda pergi ke mana-mana. Khawatir situasi belum aman, khawatir tertular corona, dan sebagainya. Beresiko.

Maka, kebanyakan orang hanya dapat menuliskan keinginannya saja di media sosial misalnya menyatakan ingin mudik ke kampung halaman, ingin mengadalan reuni dengan teman-teman lama, ingin makan di restoran yang dulu pernah dikunjungi, ingin jalan-jalan ke Bali atau ke luar negeri, atau ingin umrah ke Mekkah, dan lain-lain sebagainya.

Kalau saya keinginan lain sendiri, yaitu ingin dipijat badan di Panti Wiyata Guna, di Jalan Padjadjaran, Bandung. Lha, kok? Lha iya, jika orang lain ingin bepergian, saya malah ingin dipijit. Lucu ya? Nggak, nggak lucu, tetapi benar lho, saya ingin badan dipijat oleh pemijat tuna netra di sana. Saya sudah bertahun-tahun menjadi pelanggan pijat di sana. Pernah saya tulis di sini: Pijat Badan Dulu Ah… di Wiyata Guna. Minimal sekali sebulan saya pergi ke sana untuk dipijit badan. Kalau badan sudah pegal-pegal, atau agak kurang enak badan, maka saya pergi ke sana. Dipijat oleh tuna netra sekalian beramal di sana, memberi penghasilan buat mereka. Pijatannya enak, karena pemijat itu lulusan sekolah pijat di Wiyata Guna juga. Mereka memiliki kehalian memijat dan terampil.

Kata orang, sekali dipijat maka akan ketagihan. Iya benar, mungkin karena dipijat itu enak, maka kita ingin lagi dipijat. Karena saya rutin pijat ke sana karena ingin badan sehat, maka saya sudah menjadi pelanggan tetap di sana. Sekali pijat satu setengah jam, satu jam hanya Rp37.500 rupiah.

Namun sejak masa pandemi corona, saya sudah tidak pernah lagi pijat badan ke sana. Semua tempat pijat di Bandung ditutup, mungkin di Wiyata Guna juga ikut ditutup. Entahlah, saya sudah lama tidak pernah melewati Jalan Padjadjaran, jadi saya tidak tahu apakah Panti Wiaya Guna juga ditutup. Saya bisa memaklumi kenapa ditutup, yaitu untuk membatasi penularan virus corona. Pijat badan berarti terjadi interaksi fisik antara pasien dengan pemijat dalam jarak yang sangat dekat, sehingga rentan terjadi penularan virus melalui udara pernapasan. Meski pakai masker sekalipun, tetap saja ada perasaan khawatir.

Karena lama sekali tidak dipijat, badan saya mulanya sering merasa tidak nyaman. Pegal-pegal begitulah. Kalau dulu jika badan pegal-pegal maka saya pergi ke Wiyataguna untuk dipijat. Tetapi karena ditutup maka saya tidak bisa dipijat badan lagi. Mau pergi ke tempat pijat lain (pemijatnya tuna netra juga) saya tidak berani.

Pernah juga sih seorang pemijat langganan yang pernah datang memijat ke rumah menelpon saya, apakah saya ingin dipijat. Namun ya itu tadi, saya belum berani mendatangkan orang luar ke rumah. Pemijat ‘kan berinteraksi dengan banyak orang, kita tidak tahu mereka sudah berinteraksi dengan siapa saja, apakah dengan orang OTG atau bukan. Jadi, saya tahan sajalah keinginan untuk dipijat itu. Saya kompensasikan dengan olahraga jalan kaki saja setiap pagi. 

Namun, pada sisi lain saya juga merasa kasihan. Saya dapat merasakan penderitaaan para pemijat tuna netra yang kehilangan mata pencaharian karena tempat pijatnya ditutup atau pelanggannya sementara menghindar dulu untuk dipijat. Padahal memijat badan merupakan profesi yang banyak dilakoni oleh penyandang tuna netra (baca tulisan saya tentang ini, Mencari Kehidupan di tengah Kegelapan).

Semoga pandemi corona ini segera berlalu ya Allah, agar orang-orang kecil itu dapat mencari nafkah lagi seperti dulu.

Pos ini dipublikasikan di Romantika kehidupan, Seputar Bandung. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.