Baru-baru ini ada kajadian yang viral dan cukup menghebohkan di media sosial, yaitu kejadian tertangkapnya seekor babi hutan di Depok yang menurut orang-orang babi itu adalah babi jadi-jadian atau babi ngepet kata orang Sunda.
Dalam mitologi orang Sunda, babi ngepet adalah sebuah cerita mitos tentang orang yang ingin mendapatkan uang banyak dengan jalan pintas. Babi jadi-jadian itu adalah jelmaan manusia dan dapat memasuki rumah warga secara gaib lalu mencuri uang dengan cara menempelkan tubuhnya ke uang tersebut (bhs Sunda: ngepet).
Warga yang resah karena selama ini sering kehilangan uang beranggapan bahwa babi ngepet inilah yang mencuri uang mereka. Babi tersebut kemudian dibunuh, kepalanya dipenggal. Namun akhirnya terkuak bahwa cerita penangkapan babi yang disebut babi ngepet tersebut ternyata adalah rekayasa dari beberapa orang warga setempat yang ingin terkenal. Kasus ini akhirnya berurusan dengan polisi.
Namun ada kejadian lain yang menarik perhatian warganet dan viral di medsos terkait dengan penangkapan babi ngepet tersebut (sebelum kisah rekayasa tersebut terbongkar). Seorang perempuan, bernama Bu Wati, di hadapan orang banyak menyebar berita hoaks dengan menuduh bahwa babi ngepet tersebut adalah jelmaan seorang tetangganya yang terlihat menganggur (tidak bekerja) namun memiliki banyak uang. Dia curiga masak tetangga yang sehari-harinya lebih banyak diam di rumah namun bisa punya banyak uang (tonton videonya di sini). Meski akhirnya tidak terbukti dan perempuan tersebut meminta maaf, dia akhirnya diusir oleh warga dari kampungnya karena telah menebah fitnah.
Kasus babi ngepet dan tudingan Bu Wati yang viral menyadarkan kita kembali bahwa bagi sebagian besar masyarakat kita definisi bekerja itu masih tradisionil. Yang namanya bekerja itu adalah “keluar rumah”, pergi pagi lalu pulang sore. Bekerja adalah aktivitas yang tampak oleh mata tetangga bahwa orang yang bekerja tersebut pagi hari sudah berangkat dari rumahnya menuju tempat kerja lalu sore atau malam hari pulang kembali ke rumahnya. Kalau hanya di rumah saja maka dianggap tidak “bekerja” alias menganggur.
Padalah pada zaman internet seperti sekarang, apalagi pada masa pandemi corona ini, bekerja tidak harus dilakukan secara fisik di tempat pekerjaan, misalnya di kantor. Bekerja dapat dilakukan secara onlen dari rumah, misalnya saja menjadi seorang remote programmer, online trading seperti jual beli saham secara onlen, penambang bitcoin seperti uang kripto, dan masih banyak lagi pekerjaan yang dapat dilakukan secara onlen tanpa harus keluar rumah. Jangan heran kalau orang-orang yang bekerja secara onlen tersebut malah dapat menghasilkan dolar, bukan lagi rupiah, seperti penambang bitcoin atau pelaku online trading jual beli saham.
Alumni mahasiswa saya di Informatika ITB sudah biasa bekerja secara remote dari mana saja, tidak harus datang ke kantor. Kantor perusahaannya berada di luar negeri, namun bekerjanya dari rumah di Indonesia. Mereka bekerja secara team, melakukan programming dan coding di rumah atau dari kamar kos, menaruh programnya pada platform github, atau mengirim programnya melalui internet, men-deploy-nya ke server, dan seterusnya. Semuanya dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja asakan tersedia akses Internet yang baik. Rapat-rapat dan pertemuan dapat dilakukan dengan aplikasi video conference seperti Zoom, Google Meet, Webex, Teams, dan sebagainya. Sesekali pertemuan secara fisik dapat dilakukan di kantor atau di tempat lain. Kantor masa depan adalah kantor virtual, orang dapat bekerja di mana saja dan kapan saja.
Bekerja secara onlen juga bekerja meski tidak keluar rumah. Namun karena ilmu dan wawasan masyarakat kita masih kurang, maka orang-orang yang bekerja secara onlen dari rumah dikira orang yang menganggur seperti tetangga Bu Wati tadi. Jadi, jika Anda yang bekerja secara onlen dari rumah lalu tiba-tiba tetangga Anda melihat Anda membeli mobil, membangun rumah, jalan-jalan ke luar negeri, dll, maka siap-siap saja nanti Anda digunjingkan atau dicurigai oleh tetangga memelihara tuyul atau babi ngepet. Wkwkwwkwk…
Orang seperti Bu Wati ini sebenarnya banyak dalam masyarakat kita, mudah su’uzon, lebih sibuk mengurusi orang lain daripada diri sendiri, gampang menebar fitnah dan hoaks, namun yang speak up dan viral ya Bu Wati ini.
Seorang alumni mahasiswa saya yang sudah lama bekerja remote dari rumah berujar jangan-jangan selama ini dia disangka memelihara babi ngepet karena berada di rumah terus, tidak kerja kantoran, tetapi bisa hidup mapan.