Hari-hari ini, pertengahan bulan Juni, kasus covid-19 di Indonesia melonjak lagi dengan tajam. Sempat turun selama bulan Mei (Ramadhan dan pasca Lebaran Idul Fitri), sekarang jumlah penderita covid naik signifikan. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran dan kecemasan, karena rumah sakit-rumah sakit di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa akan kolaps jika tidak ada tindakan luar biasa untuk memutus pandemi.
Seperti yang sudah diprediksi banyak ahli epidemiologi, dua atau tiga minggu setelah libur Lebaran Idul Fitri kasus covid akan meningkat tajam. Hal ini disebabkan banyak masyarakat yang tetap mudik ke kampung halaman meskipun sudah dilarang oleh Pemerintah. Pemudik pulang ke kampung halamannya kemungkinan OTG, lalu menularkan penyakit itu kepada orang-orang di kampungnya. Atau, pemudik itu tertular di kampung halaman yang zona merah, lalu setelah mereka kembali ke kota mereka menularkan penyakit itu kepada orang-orang lain di kota. Propinsi-propinsi yang menjadi tujuan pemudik seperti Jabar, Jateng, Yogyakarta, Jatim, Sumbar, Riau, dan Sumsel sekarang mengalami pandemi gelombang kedua dengan pertambahan kasus luar biasa hari-hari ini.
Kasus covid di Indonesia naik turun seperti siklus yang tidak berujung. Di mana ujung dan pangkalnya sudah tidak jelas lagi. Meskipun sudah dilakukan PSBB, PKM mikro, atau apapun namanya (karena Pemerintah tidak suka dengan istilah lockdown), tetap saja kasus covid di Indonesia bertambah terus.
Penyebab naiknya kasus covid ada dua. Pertama adalah ketidakpatuhan masyarakat dengan protokol kesehatan (prokes). Gerakan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) sudah kendur. Banyak orang yang tidak lagi memakai masker. Jika di kota-kota besar kepatuhan warga memakai masker masih terbilang bagus, tetapi di luar kota seperti di kampung-kampung orang tidak menggubris lagi seruan memakai masker. Gambar kartun di Harian Kompas ini bisa menjelaskan fenomena masyarakat Indonesia saat ini:
Di kota besar, jika Anda tidak bermasker di tempat umum, maka orang lain mungkin akan marah kepada anda atau menolak bertemu dengan Anda. Sebaliknya di kampung-kampung, jika anda memakai masker maka Anda mungkin dianggap aneh oleh penduduk kampung. Semua orang memandang anda dengan tatapan heran atau malah anda ditertawakan. Mungkin saja Anda ditanya oleh penduduk kampung: “Apakah Mas atau Mbak lagi sakit?”.
Sebagian orang di kampung mungkin tidak percaya dengan virus corona. Mereka menganggap covid adalah penyakit orang-orang di kota. Corona hanya ada di kota-kota, di kampung kami bersih, demikian kira-kira keyakinan masyarakat kita. Faktanya sekarang kasus covid sudah sampai ke kampung-kampung.
Jadi, jangan heran jika kasus positif corona di Indonesia tidak pernah habis-habisnya karena masyarakat sudah banyak yang mengabaikan protokol kesehatan. Gerakan 3M, yang sekarang sudah berubah menjadi 5M (2 M berikutnya adalah Menjauhi kerumunan dan mengurangi Mobilitas atau bepergian), tidak begitu dipedulikan warga. Masyarakat tampak berkegiatan seperti biasa. Meskipun Pemerintah sudah melarang untuk tidak mudik dulu demi kebaikan bersama agar kasus corona melandai namun sebagian masyarakat tidak patuh, tetap bandel pergi mudik juga.
Saya yakin, masyarakat bukannya tidak mau mematuhi prokes, tetapi saya duga karena masyarakat sudah jenuh dengan kondisi saat ini. Mereka sudah bosan disuruh di rumah terus. Memakai masker dan menjaga jarak hanya diawal-awal pandemi saja, sekarang sudah longgar. Masyarakat menganggap kalau sudah divaksin maka aman, nyatanya orang yang sudah divaksin pun bisa terkena covid juga.
Selain itu ada juga yang beranggapan bahwa kalau terkena covid maka nanti akan sembuh sendiri sehingga mereka tidak terlalu khawatir. Ditambah dengan berbagai berita hoaks yang beredar secara berantai melalui whatsapp tentang covid maka terbentuklah pemahaman di dalam sebagian masyarakat bahwa covid itu semacam penyakit flu biasa. Wallahu alam. Kondisi ini diperparah dengan keengganan masyarakat untuk divaksin. Berbagai isu negatif tentang vaksin corona membuat sebagian masyarakat menolak untuk disuntik vaksin. Jadi, bagaimana herd immunity akan terbentuk kalau sebagian masyarakat menolak disuntik vaksin?
Di sisi lain, tidak adil jika kesalahan ditimpakan hanya kepada mayarakat yang dianggap tidak patuh. Inkonsistensi Pemerintah juga punya andil membuat kondisi menjadi membingungkan dan chaos. Misalnya pada bulan puasa kemarin Pemerintah mengatakan bahwa mudik dilarang namun berwisata ke tempat-tempat wisata diperbolehkan dengan alasan untuk menghiduokan perekonomian. Kebijakan yang aneh, bukan? Mudik itu bepergian ke luar kota, apa bedanya dengan pergi mengunjungi tempat-tempat wisata yang juga ke luar kota.
Inkonsistensi lain misalnya melarang mudik tetapi membolehkan tenaga kerja asing masuk ke Indonesia, melarang sekolah dibuka tetapi mal, bioskop, tempat wisata, dan kantor-kantor boleh dibuka, menghimbau masyarakat untuk tetap di rumah tetapi sebuah kementerian mendorong masyarakat berwisata untuk menggerakkan perekonomian, dan lain-lain. Jadi, kasus covid di Indonesia yang sekarang memasuki gelombang entah keberapa (rasanya gelombang satu juga belum habis) merupakan buah dari sikap ketidakpatuhan masyarakat menaati prokes dan sikap inkonsistensi Pemerintah dalam membuat kebijakan yang membingungkan.
Entah kapan siklus corona yang tidak berujung dan tidak berpangkal ini putus. Masyarakat merindukan kembali suasana seperti sebelum pandemi, bisa beraktivitas seperti biasa, bisa bepergian ke mana saja, bisa pergi umrah dan haji bagi yang muslim, bisa sekolah dan kuliah dengan lancar. Sudah cukuplah cobaan ini. Semoga Allah SWT mengangkat pandemi corona ini dari Indonesia khususnya dan dari dunia umumnya. Virus corona merupakan peringatan dari Allah SWT agar manusia lebih mendekatakan diri kepada-Nya. Amiin ya Allah.