Pengalaman Mengajar Kuliah di Kampus ITB Jatinangor

Pada Semester 1 tahun akademik 2022/2023 yang lalu saya mendapat tugas mengampu sebuah mata kuliah di ITB kampus Jatinangor. Mahasiswa yang saya ajar adalah mahasiswa Teknik Informatika kelas K3. Mereka semua mahasiswa angkatan tahun 2021, yang merupakan mahasiswa Teknik Informatika angkatan pertama yang kuliah di kampus Jatinangor, mereka diterima masuk ITB melalui jalur seleksi mandiri. Kelas di kampus Jatinangor diperlakukan sebagai kelas paralel dari kampus ITB Ganesha. Di kampus Ganesha ada dua kelas paralel Teknik Informatika angkatan 2021, yaitu K1 dan K2, sedangkan kelas di kampus Jatinangor dinamakan kelas K3. Secara materi perkuliahan sama saja antara Informatika di kampus ITB Ganesha dengan Informatika di kampus ITB Jatinangor.

Semua perkuliahan, termasuk praktikum, dilaksanakan di Gedung ITB-Korea Cybersecurity R&D Center yang terletak di sebelah gedung Rektorat kampus ITB Jatinangor. Gedung ini sering dinamakan gedung KOICA saja, yaitu nama lembaga Korea yang mendanai pembangunan gedung ini beserta infrastrukturnya. Oh ya, selain Program Studi Teknik Informatika, di gedung ini juga tempat perkuliahan mahasiswa Program Studi Sistem dan Teknologi Informasi (STI) kelas paralel K3 angkatan 2021. Kedua program studi tersebut, Teknik Informatika dan STI, berada di bawah fakultas STEI (Sekolah Teknik Elektro dan Informatika).

Gedung KOICA

Tentang gedung KOICA sebagai tempat perkuliahan mahasiswa Prodi Informatika dan Prodi Sistem & Teknologi Informasi kelas ITB Jatinangor saya ceritakan di dalam sebuah vlog di kanal YouTube sebagai berikut:

Tentu saja jarak dari kampus ITB Ganesha ke kampus ITB Jatinangor lumayan jauh, yaitu sekitar 30 km. Untuk menuju ke kampus Jatinangor, ITB menyediakan mobil shuttle bagi dosen-dosen ITB yang mengajar di sana. Berangkat dari kampus Ganesha ke kampus Jatinangor tersedia mobil shuttle setiap jam, begitu juga sebaliknya. Perjalanan dari kampus Ganesha ke kampus Jatinangor melewati jalan tol Pasteur-Cileunyi dan membutuhkan waktu 45 menit (jika tidak macet), begitu juga sebaliknya.

Selain mobil shuttle yang disediakan oleh ITB, fakultas saya, STEI, juga menyediakan mobil shuttle bagi dosen-dosen STEI yang mengajar di Jatinangor, diantar jemput ke kedua kampus tersebut pergi dan pulang. Saya lebih sering naik mobil shuttle STEI ke Jatinangor, hanya memakai mobil shuttle ITB jika mobil STEI sedang digunakan untuk keperluan lain.

Perjalanan dari kampus ITB Ganesha ke kampus ITB Jatinangor, begitu juga sebaliknya, saya ceritakan di dalam dua buah vlog di kanal YouTube sebagai berikut:

Vlog perjalanan dari kampus ITB Ganesha ke kampus ITB Jatinangor.
Vlog perjalanan dari kampus ITB Jatinangor ke kampus ITB Ganesha.

Jika mengajar di kampus Jatinangor maka kita harus menyediakan waktu setidaknya setengah hari untuk mengajar dan perjalanan pulang pergi. Mengajar 2 jam perkuliahan (100 menit) atau 1 jam (50 menit), perjalanan pulang pergi 90 menit (jika tidak macet), istirahat, sholat, makan dan sebagainya. Jadi, jika saya mengajar di kampus Jatinangor, maka sesudah dari sana saya tidak punya waktu lagi untuk mengajar kuliah di kampus Ganesha. Kebetulan saya mendapat jam kuliah sore hari, pukul 15.00 – 17.00 dan 15.00 – 16.00. Dari kampus Ganesha saya naik mobil shuttle jam 13.00, istirahat sebentar, lalu kuliah di kelas, selanjutnya pulang ke kampus Ganesha pukul 16.00 atau pukul 17.00. Tiba di Bandung sudah sore/maghrib karena kemacetan setelah keluar gerbang Pasteur (bersamaan dengan jam pulang kerja), dan tiba di rumah sudah malam jelang Isya. Capek? Iya tentu, tetapi dinikmati saja, dan lama-lama terbiasa. Alhamdulillah. Tidak masalah. Demi mahasiswaku di Jatinangor. ๐Ÿ™‚

Mengajar di kampus Jatinangor, khususnya di Gedung KOICA, bagi saya cukup menyenangkan. Fasilitas di dalamnya bagus, ya ruang kelasnya, ya labnya, ruang belajarnya, toiletnya, musholanya, wifi-nya, dan sebagainya. Masuk ke dalam gedung KOICA serasa masuk kafe karena interiornya ditata futuristik. Ruang kuliah diisi furnitur meja dan kursi, jadi mahasiswa lebih leluasa menaruh buku, laptop, dan sebagainya di atas. Di depan kelas ada layar untuk proyektor, dan sekarang sudah ditambah dengan TV besar sebagai layar monitor.

Saya sedang mengaar di ruang perkuliahan di Gedung KOICA.

Di gedung KOICA di lantai dasar terdapat ruang auditorium yang cukup besar. Ruangan ini sering dipakai juga untuk tempat pelaksanaan ujian (UTS dan UAS) agar duduk mahasiswa bisa berjarang. Ujian mata kuliah saya pada saat UAS dilaksanakan di ruangan ini.

Ruang auditorium

Di bawah ini vlog saya bersama asisten menceritakan mengawas ujian akhir semester di ruang auditorium tersebut. Ssstt…harap tenang, ada ujian. ๐Ÿ™‚

Sedangkan video di bawah ini menceritakan pelaksanaan UTS di ruang kelas (bukan di ruang auditorium).

Wah, cukup banyak juga ya saya membuat vlog khusus membahas aktivitas di kampus ITB Jatinangor ya, sampai lima buah video, hahahaha…. ๐Ÿ™‚

Mahasiswa Informatika angkatan 2021 sebagai angkatan pertama yang kuliah di sini jumlahnya memang tidak banyak, hanya 30 orang saja, sesuai kapasitas ruangannya. Untuk Prodi STI juga 30 orang. Belum ada adik tingkat atau kakak tingkat mereka di sana. Saya melihat mereka hepi-hepi saja kuliah di Jatinangor. Pernah saya bertanya apakah mereka suka kuliah di Jatinangor. Rata-rata menjawab suka dan betah kuliah di sana. Suasana kampus Jatinangor yang sepi, tenang, dan rindang pepohonan, memang sangat mendukung untuk belajar.

Mahasiswa Teknik Informatika angkatan 2021 kelas K3 berfoto bersama saya pada Hari Batik di luar ruang kuliah
Mahasiswa Informatika dan STI di depan sekre HMIF Jatinangor

Demikianlah pengalaman saya mengajar di kampus ITB Jatinangor selama semester 1 kemarin. Secara umum menyenangkan. ๐Ÿ™‚

Dipublikasi di Seputar Informatika, Seputar ITB | Meninggalkan komentar

Mencegah kucing tetangga agar tidak BAB di halaman rumah

Kucing-kucing milik tetangga sering buang kotoran di halaman rumah saya yang berumput. BAB-nya pada waktu malam, pagi-pagi kita mendapat “benda warisan” berupa kotoran sang kucing di halaman rumah. Sekali BAB di sana, maka seterusnya dia akan kembali ke situ untuk BAB lagi. Jengkel? Iyalah. Namun, saya juga tidak ingin merusak hubungan bertetangga karena bertengkar gara-gara kucing, saya mau coba atasi sendiri saja degan cara yang soft tanpa ribut-ribut.

Sekarang saya mau mencoba tips seorang netizen untuk membuat kucing enggan datang untuk membuang BAB di halaman rumah (tulisannya berjudul Mengusir Kucing Liar dengan Menaruh Botol Berisi Air di Halaman, Memang Bisa?)

Saya ambil beberapa botol plastik bekas air mineral, lalu isi dengan air sampai penuh. Taruh botol-botol di halaman rumah. Nah, mau dilihat hasilnya beberapa hari ke depan, berhasilkah?

Setelah satu minggu dibiarkan botol-botol tersebut, ternyata tidak berpengaruh. Semalam kucing tetangga meninggalkan kotoran lagi di rumput. Gagal deh.

Setelah gagal mengusir kucing tetangga dengan menggunakan botol-botol air, sekarang saya mencoba menggunakan gel anti kucing, saran dari teman. Gel anti kucing saya beli di toko online. Gelnya berwarna kuning dengan bau yang sangat khas. Puluhan butir gel saya sebar di atas hamparan rumput di tempat biasa kucing BAB. Berhasil kah? Ditunggu efeknya dalam beberapa hari lagi.

Beberapa orang teman bertanya, bagaimana kondisi halaman rumah sekarang setelah ditaburi gel anti kucing beberapa waktu yang lalu? Masihkah kucing tetangga meninggalkan kotoran di sana?

Alhamdulillah, sudah tiga minggu ini tidak ada kucing tetangga buang kotoran di sini. Apakah karena gel anti kucing itu mangkus (efektif) sehingga kucing tetangga tidak mau lagi BAB di halaman rumahs aya? Wallahualam, mungkin karena pakai gel itu mungkin juga tidak.

Entahlah, kita lihat lagi beberapa minggu lagi ke depan, apakah kucing punya memori BAB lagi di situ setelah lupa beberapa minggu. Namun penggunaan gel anti kucing tersebut tidak menjamin halaman rumah bebas dari kotoran kucing. Penggunaan gel anti kucing tetap perlu dilanjutkan secara rutin agar kucing menjadi jera.

Dipublikasi di Pengalamanku | 1 Komentar

Mahasiswa ABK

Ada dua orang mahasiswaku yang sangat “berbeda”, keduanya seperti ditakdirkan untuk dititipkan kepadaku. Keduanya adalah mahasiswa ABK (anak berkebutuhan khusus). Mahasiswa pertama penyandang asperger, dia mahasiswa waliku, sedangkan mahasiswa kedua adalah anak gifted, dia mahasiswa bimbingan TA-ku. Asperger itu salah satu spektrum autisme, tetapi high performance alias cerdas, ber-IQ tinggi, sedangkan gifted artinya anak berbakat

Mereka keduanya tergolong mahasiswa yang cerdas, diperkirakan IQ-nya di atas 135. Selama kuliah mereka termasuk tipe mahasiswa yang sulit bergaul karena sulit berkomunikasi. Jadi, di lingkungan teman seangkatannya mereka tergolong “lonely child“, selalu sendirian dan kesepian. Karena sulit bergaul dan berkomunikasi, maka mereka jarang dapat teman kelompok tugas. Mungkin teman-temannya enggan mengajak sekelompok, atau memang dasarnya mereka sulit berkomunikasi. Oleh karena itu, mereka umumnya mengerjakan tugas kuliah sendirian saja, tidak sekelompok dengan temannya.

Namun teman-temannya tidak pernah membuli, mengolok-olok, atau mempermainkannya. Teman-teman mereka baik, mereka tidak diperlakukan secara berbeda. Mahasiswa kami tidak ada yang nakal atau bertingkah aneh-aneh. Semua mahasiswa bisa memahami kondisinya.

Selama menjadi mahasiswa wali, tidak terhitung orangtuanya selalu intens berkomunikasi dengan saya, mengabarkan ini itu, memohon pengertian, konsultasi akademik putranya, dll. Saya bisa memahami dan mengerti, anak-anak seperti ini perlu perhatian lebih, pendampingan, dan pemakluman.

Sudah lama saya tidak bertemu dengannya sejak pandemi. Lalu pada hari ini saya menanyakan kabarnya, mengirim pesan WA, apakah dia sudah sidang Tugas Akhir. Sudah pak, balasnya. Alhamdulillah, saya senang mendengarnya. Artinya dia sudah menyelesaikan studinya, tinggal wisuda saja nanti. Terbayang dulu betapa sulitnya lika-liku dia menyelesaikan studinya, jatuh bangun, drop, on-off-on-off dengan kondisinya seperti itu, hingga melewati batas waktu studi dan diberi perpanjangan waktu.

Tinggal satu orang lagi, mahasiswa gifted yang menjadi bimbingan TA-ku. Semoga saja dia bisa melewati fase perjuangan ini. Saya belum tahu cara mendekati dia agar mau mengerjakan TA. Tiap kali ditanya tentang TA nya, dia tampak ketakutan.

Seperti yang saya tulis pada kalimat pertama, Tuhan seperti mentakdirkan mereka “dititipkan” kepadaku. Mungkin karena saya di rumah juga dianugerahi Tuhan anak sulung yang ABK juga? Wallahualam ๐Ÿ˜ข

Dipublikasi di Pendidikan, Seputar Informatika | Meninggalkan komentar

Pengalaman Berobat ke Dokter Online

Pengalaman saya berobat ke dokter online di aplikasi Halodoc boleh juga nih. Saat anak saya sakit flu dan batuk, saya mau membawa dia berobat ke dokter umum di klinik praktek dokter di Antapani pada hari Sabtu. Tapi dokter umum pada hari itu penuh pasien dan tidak menerima pasien lagi.

Akhirnya iseng-iseng saya coba meng-instal aplikasi Halodoc, lalu saya cari daftar dokter yang praktek online hari itu. Ada kategori dokter umum dan ada dokter spesialis. Kita bisa pilih dokter yang menurut feeling kita cocok. Tarif dokternya bervariasi, paling murah Rp17.000 (what??? Hari gini masih ada tarif dokter seharga satu mangkok bakso?), Rp35.000, Rp40.000, sampai yang paling mahal Rp70.000. Kayaknya tarifnya bergantung pengalaman, dokter muda yang minim pengalaman tarifnya murah, dokter senior sedikit lebih mahal.

Sebagian daftar dokter yang direkomendasikan oleh aplikasi. Dokter yang saya pilih tidak ada di sini ๐Ÿ™‚

Ok, saya pilih dokter perempuan yang bisa layanan video call, jadi nggak hanya sekedar chat saja. Dia saat itu sedang berada di dalam mobil yang melaju, mungkin mau jalan-jalan akhir pekan barangkali, tapi bukan sedang menyetir. Setelah terhubung dengan dokter tersebut, lalu dia menanyakan apa keluhan anak saya, gejala, suhu badan, dan sebagainya. Dokter meminta saya mengarahkan kamera kepada anak saya agar dia bisa melihatnya, lalu meminta lebih dekat lagi ke arah wajah agar bunyi napas dan suara batuknya kedengaran.

Setelah itu dia menjelaskan tentang sakit anak saya, memberi tips agar minum air hangat, istirahat yang cukup, makan yang bergizi, dan terakhir meresepkan obat. Saya tidak perlu keluar rumah membawa resep untuk beli obat di apotik, sebab aplikasi ini sudah terhubung dengan apotik-apotik. Apotik yang dipilih oleh aplikasi adalah apotik yang terdekat dengan rumah saya. Setelah membayar harga obat dengan gopay (bisa transfer bank juga), maka kita bisa melacak pergerakan driver gojek yang menjemput obat di apotik. Dalam waktu setengah jam, paket obat sampai ke rumah saya. Praktis sekali dan semudah itu.

Segera obat-obat itu saya minumkan kepada anak. Ada obat demam, obat batuk, antibiotik, obat radang, dan vitamin.

Alhamdulillah, dua hari setelah minum obat anak saya sembuh. Andai tidak pakai Halodoc, mungkin saya harus menunggu hari Senin membawa anak ke dokter, belum tentu dapat nomor, lalu antri lama di dokter dengan pasien sakit lainnya.

Tentu cara terbaik adalah langsung diperiksa secara fisik (secara tatap muka) oleh dokter di tempat praktek, diperiksa fisiknya pakai alat (stetoskop), tetapi kalau kondisi darurat begini dan dokter penuh saat musim hujan (sekaligus musim flu) seperti bulan-bulan sekarang, maka layanan dokter online adalah sebuah alternatif yang patut dicoba.

Dipublikasi di Pengalamanku | 1 Komentar

Mencatat selama kuliah

Saat mengajar di depan kelas, ada mahasiswaku yang rajin mencatat, baik mencatat apa yang saya tulis di papan, maupun mencatat poinpoin materi kuliah yang saya sampaikan secara lisan. Dia menyimak kuliah saya dengan seksama lalu menuliskan di dalam buku catatannya. Meskipun sudah tersedia PPT materi kuliah yang bisa diunduh dari website saya, namun dia tetap rajin mencatat.

Suatu kali saya apresiasi mahasiswa yang mencatat di dalam kuliah. Saya katakan kepada seluruh mahasiswa di kelas, mencatat selama kuliah adalah proses pembelajaran yang efektif. Kenapa? Karena ketika kita mencatat, otak kita ikut berpikir, sambil menulis mata kita membaca apa yang kita tulis sembari otak kita memahaminya, sekaligus terekam di dalam memori otak.

Jadi, selama proses mencatat itu kita melatih menggerakkan tangan, mata, telinga, dan otak sekaligus. Semua indera terlibat di dalamnya. Semakin banyak indera terlibat, semakin kuat pula ilmu itu melekat. Apalagi jika dibubuhi tambahan visual pada materi yang diserapnya, makin tinggilah pemahamannya

Mencatat selama kuliah juga berarti mengabstraksikan atau menyarikan apa yang diterangkan oleh dosen. . Tidak banyak mahasiswa yang mampu melakukan hal itu.

Ikatlah ilmu dengan menuliskannya, demikian kata Rasulullah SAW.

Dipublikasi di Pendidikan | 2 Komentar

Ibu Penjual Nasi Kuning Tidak Menaikkan Harga Jualannya

Kenaikan harga BBM pekan kemarin pasti berimbas pada kenaikan harga barang dan jasa, antara lain kenaikan harga bahan pangan.

Seorang ibu penjual nasi kuning langganan saya di Antapani tetap tidak menaikkan harga nasi kuningnya meski harga BBM sudah naik berkali-kali. Sejak dulu sampai sekarang tetap harganya Rp7000 saja per porsi. Satu porsi nasi kuning dengan irisan telur dadar, oseng tempe orak-arik, sambal, dan kerupuk.

Ketika saya tanya kenapa tidak dinaikkan harga nasi kuningnya kira-kira Rp500 atau Rp1000 (sementara pedagang nasi kuning lain sudah Rp10.000 per porsi), si ibu hanya tersenyum kecil.

“Ah, biarin segini aja harganya. Kalau dinaikkan kasihan pelanggan”, jawabnya.

Bagi pedagang kecil seperti ibu itu, kehilangan pembeli atau pelanggan lebih menakutkan daripada kehilangan keuntungan sesaat yang tidak seberapa. Sebenarnya dia ingin mengatakan bahwa ia lebih khawatir pembelinya akan lari jika harga dagangannya dinaikkan, tidak akan pernah datang lagi. Kenaikan harga 500 atau 1000 efeknya besar sekali, maklum pelanggannya juga orang-orang kecil seperti mang ojek, mang beca, tukang parkir, dll.

Bagi pedagang kecil, kelestarian pelanggan adalah hal yang utama. Lebih penting mempertahankan kelangsungan usahanya daripada meraih keuntungan yang lebih besar. Tidak apalah margin keuntungan berkurang asal pembeli tetap.

“Biar untungnya kecil tetapi awet”, demikian kira-kira yang ingin diucapkannya. Awet maksudnya pelanggannya tidak hilang. Sebuah cara pikir yang sederhana, khas orang-orang kecil yang polos dan jujur.

Dipublikasi di Indonesiaku, Renunganku | 1 Komentar

Mencoba Mie Kriuk Cici Claypot

Bandung itu memang surga kuliner. Banyak saja bermunculan makanan baru, jajanan baru, penganan baru. Sebut saja mie kocok, batagor, seblak, bakso aci, bakso cuankie, sampai surabi. Kreatif memang warga kotanya.

Tergoda dengan sebuah posting-an mahasiswaku di Instagram yang memajang foto mie kriuk Cici Claypot, saya pun ingin mencobanya pula. Ini jenis makanan yang pernah viral beberapa tahun yang lalu (tahun 2019 kalau nggak salah). Sampai sekarang mie kriuk Cici Claypot ini masih dicari. Saya aja yang telat mencobanya, padahal saya sendiri warga Bandung lho, tapi ya itu, saya jarang makan di luar.

Di Jalan Anggrek, dekat toko kue Tiramisusu, ada konter mie claypot. Saya pergilah ke sana sore itu. Saya pesan satu porsi mie kriuk daging cincang. Jadi ini mie yang tidak direbus, tetapi masih seperti kerupuk (kriuk), lalu mie kriuk disiram kuah kental panas dan daging cincang, dimasak dan disajikan di dalam tembikar (claypot). Seperti di bawah ini penampakannya.

Mie kriuk cici claypot

Claypot itu bahasa Inggris untuk tembikar atau gerabah. Jadi, semua bahan makanan dimasak di dalam tembikar ini, lalu dihidangkan di meja kita panas-panas. Kuah di dalam tembikar terlihat masih mendidih, asapnya masih mengebul. Rasanya gurih. Pakai sambal supaya terasa lebih nendang. Seporsi mie kriuk itu harganya sekitar 40 ribuan, termasuk pajak. Hihihi…mahal juga ya. Selain mie juga ada nasi yang topping-nya seperti pada gambar di atas, lalu ada pula nasi hainan, nasi goreng, nasi buncis, dll, semuanya dimasak dan disajikan di dalam tembikar.

Dikutip dari sini, Cici Claypot merupakan tempat makan yang dimiliki oleh seorang influencer di bidang kuliner dan traveling, Shasya Pashatama. Bisa dibilang, Cici Claypot menjadi satu-satunya tempat makan di Bandung yang menawarkan sensasi kuliner di dalam claypot. Menurut Shasya Pashatama, inspirasi untuk membuka Cici Claypot berasal dari tempat makan favoritnya saat kuliah.

“Dulu tuh ada yang jualan claypot di pinggir jalan Dago, makanannya enak banget dan aku sering ke sana. Terus tiba-tiba dia enggak jualan lagi dan aku merasa kehilangan,” ungkap pemilik akun @surgamakan kepada kami beberapa waktu yang lalu.

Kehilangan tempat makan favorit semasa kuliah tak membuat Shasya berputus asa, ia lantas membuka tempat makan serupa bersama saudara laki-lakinya.

Nah, begitu cerita pengalaman saya mencoba masakan Cici Claypot. Soal rasa memang subyektif. Kalau untuk anak-anak muda milenial memang rasa mie kriuk Cici Claypot ini cocok di lidah mereka. Kalau bagi saya yang masih fanatik dengan masakan Minang yang pedas, mie kriuk Claypot ini kuahnya terasa agak manis/gurih, agak kurang cocok dengan lidah saya. Tapi yang penting saya sudah mencoba gaesss….

Dipublikasi di Makanan enak, Seputar Bandung | 1 Komentar

Berkunjung ke Makam Eril di Cimaung, Banjaran

Dalam perjalanan pulang dari Pangalengan ke Bandung, kami melewati komplek makam Eril Mumtaz, putera Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, yang meninggal di Swiss setelah tenggelam di sungai Aare di kota Bern. Tentu anda sudah mendengar dan membaca berita tentang Eril tersebut

Saat ke Pangalengan dari Bandung, spanduk yang menunjukkan makam Eril sudah terlihat di pinggir jalan. Oleh karena itu, kami berniat akan mengunjungi makamnya nanti saat akan pulang ke Bandung. Beberapa mobil pengunjung terlihat keluar masuk komplek makam.

Komplek makam Eril terletak di Cimaung, Banjaran, Jawa Barat. Makamnya terletak tidak jauh dari pinggir jalan. Berjalan sedikit dari pinggir jalan, sedikit menuruni anak tangga, maka sampailah kita ke komplek makam Eril. Komplek makam ini terletak di pinggir persawahan dengan pemandangan yang indah. Disebut komplek makam karena selain makam di samping makan Eril sedang dibangun Masjid Al-Mumtaz yang dari gambarnya terlihat megah. Masjid ini dirancang oleh ayahnya sendiri, Ridwan Kamil, yang merupakan seorang arsitek.

Komplek makam Eril di Cimaung dan baliho pembangunan Masjid Al-Mumtaz di belakangnya

Setelah berjalan menurruni tangga, sampailah kita ke makam Eril yang terlihat sederhana. Hanya ditutupi rerumputan, tanpa ada batu nisan keramik, hanya nisan dari kayu saja. Sebuah foto besar Eril terlihat di samping makam. Ada juga sebuah papan yang disediakan bagi pengunjung makam untuk menempelkan kertas berisi ucapan belasungkawa dan doa untul Eril dan keluarganya.

Saya berdiri dekat makam Eril
Kertas-kertas yang berisi ucapan belasungkawa dan doa untuk Eril dan keluarganya

Seperti yang saya katakan tadi, makam Eril terletak di pinggir pesawahan dengan pemandangan yang menyejukkan mata. Tidak ada jaminan juga sawah-sawah itu akan bertahan sampai kapan, mungkin saja dibeli oleh pengusaha lalu dibuat menjadi area komersil. Wallahu alam.

Pesawahan di samping komplek makam Eril

Saya menyempatkan berdoa di samping makam Eril. Allahummaghfirlahu war hamhu wa ‘afihi wa’fu ‘anhu wadj ‘alil jannata matswaahu. Alfatihah buat Eril.

Berdoa di samping makam Eril

Meskipun saya tidak mengenal Eril secara pribadi, namun ayahnya adalah murid saya dulu saat di Bimbel Karisma Masjid Salman ITB (Baca: Ridwan Kamil yang Saya Kenal). Paman Eril (kakak Ridwan Kamil) adalah sesama pengajar di Bimbel. Jadi saya hanya mengenal ayahnya dan pamannya saja. Eril adalah alumni Teknik Mesin ITB angkatan 2017. Eril lulus dari ITB pada saat musim corona tahun 2021 dan berencana mengambil S2 di di Swiss. Namun takdirnya berakhir di sungai Aare, Bern, Swiss. Allah yang lebih tahu semuanya.

Dipublikasi di Cerita perjalanan, Seputar Bandung | Meninggalkan komentar

Mengunjungi Rumah Boscha di Kebun Teh Malabar, Pangalengan

Minggu lalu saya dan teman-teman di kampus mengadakan rapat jurnal di perkebunan teh Malabar, Pangalengan, Jawa Barat. Kami menginap di Malabar Tea Village, yaitu sebuah tempat penginapan (hotel) yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara 8. Penginapan ini menjadi unik karena menyatu dengan sebuah rumah peninggalan bersejarah, yaitu Rumah Boscha.

Rumah Boscha
Tampak depan

Pernah mendengar nama Boscha? Tentu saya yakin anda pernah. Siapa yang tidak kenal dengan Observatorium Boscha di Lembang. Siapa sebenarnya Boscha? Dikutip dari sumber ini, Boscha atau nama lengkapnya Karel Albert Rudolf Boscha adalah orang Belanda yang pertama kali membangun perkebunan teh di Malabar pada tahun 1896. Rumah Boscha ini dibangun bersamaan dengan pembangunan perkebunan teh Malabar. Boscha menggunakan rumah ini sebagai tempat peristirahatannya. Karena kebun teh Malabar yang dimiliki Boscha ini sangat luas, selain itu dia juga memiliki kebun teh di tempat lain, maka Boscha dijuluki juga Raja Teh Priangan. Selain teh, Boscha juga menanam kina untuk obat Malaria.

Boscha adalah seorang yang pecinta ilmu pengetahuan. Dia menyumbangkan sebagian kekayaannya untuk pembangunan observatorium Boscha di Lembang, karena itulah namanya diabadikan sebagai nama observatorium. Bosscha juga salah seorang yang ikut mendirikan kampus TH (Technische Hoogeschool) di Bandung yang sekarang menjadi kampus ITB.

Rumah Boscha tampak dari samping kanan. Ada cerobong asap di atasnya, di bawahnya tungku untuk menghangatkan badan

Memasuki rumah Boscha kita seolah-olah dibawa ke masa silam. Hampir semua perabotan peninggalan Boscha seperti lemari, kursi, lampu, masih terawat dengan baik. Saya memasuki rumah Boscha yang terdiri dari beberapa bagian (ruang tamu, ruang tengah, ruang makan, dapur, dan kamar tidur). Terdapat juga sebuah ruang basement yang di dalamnya terdapat meja biliar yang digunakan oleh Boscha untuk bermain. Di bawah ini beberapa foto di dalam rumah Boscha:

Ruang tengah. Foto di dinding adalah Karel Albert Rudolf Boscha
Ruang tamu. Beberapa furnitur mungkin sudah diperbarui
Tungku perapian kayu untuk menghangatkan badan pada saat udara dingin
Ruang tengah

Di ruang tengah ini terdapat sebuah piano buatan tahun 1837 yang masih berfungsi dengan baik. Saya mencoba memainkan tuts-tuts piano, suaranya masih terdengar bagus dan jernih.

Piano merek Zeitter – Winkellmann, Braunchweig Georg. 1837

Lalu di manakah kamar Boscha? Pegawai hotel menunjukkan kamar Boscha yang sekaligus menjdi ruang kerjanya. Letaknya di sayap kanan rumah, masuk dari ruang makan. Kamar ini sudah dilengkapi dengan bed yang baru, tetapi meja kerja Boscha yang asli masih terdapat di dalamnya. Kata pegawai hotel, kamar ini tidak disewakan kepada tamu hotel, hanya menjadi tempat kenangan yang dirawat dengan baik.

Kamar tidur Boscha
Meja kerja Boscha

Boscha menghabiskan hidupnya di rumah ini sampai dia meninggal pada tahun 1923. Menurut alkisah, Boscha meninggal karena penyakit tetanus akibat terluka setelah dia terjatuh dari kudanya di Bukit Nini, sebuah bukit yang terletak di belakang rumahnya. Dia meninggal di pangkuan pegawainya. Boscha dimakamkan di tengah perkebunan teh, tidak jauh dari rumahnya. Saya tidak sempat melihat makamnya saat itu karena sudah mau pulang.

Rumah Boscha memang berada di area pertengahan kebun teh Malabar. Kebun teh ini sangat luas,sekitar 2000 hektar, sampai ke perbukitan di sekitarnya. Kita dapat berjalan-jalan menyusuri kebun teh yang luas itu, menikmati udara segar pegunungan yang dingin. Kita juga dapat melihat para pekerja memetik daun teh. Saat saya ke sana pada hari Minggu pemetik daun teh sedang libur, sehingga kita tidak dapat melihat pemandangan khas para wanita yang sedang memetik pucuk teh.

Kebun teh Malabar, di depan rumah Boscha

Oh ya, untuk melihat-lihat rumah Boscha pengunjung tidak perlu menginap di bangunan penginapan di samping rumah Boscha. Pengunjung dapat masuk melihat-lihat ke dalamnya dengan tiket masuk Rp5000. Jika menginap di kamar penginapan kelas standard harganya 600 ribu per malam, dan jika di rumah kayu (cottage) di belakang rumah Boscha harganya 1,2 juta per malam (di dalam satu cottage terdapat dua kamar tidur).

Saya telah membuat video kunjungan ke rumah Boscha di kanal saya di YouTube. Silakan menontonnya dengan mengklik video di bawah ini:

Dipublikasi di Cerita perjalanan, Seputar Bandung | 1 Komentar

ART Kami Telah Tiada

Tiga minggu yang lalu kami mendapat kabar yang mengagetkan. ART (pembantu) kami yang sudah bekerja dengan kami selama 15 tahun telah dipanggil oleh Allah SWT di Cibatu, Garut. Dia wafat pada har Rabu pagi tanggal 5 Juli 2022. Tidak menyangka secepat itu.

Sejak awal tahun yang lalu ART kami ini sudah sakit-sakitan. Beberapa kali dia on-off-on-off masuk kerja. Sengaja dia mengontrak sebuah kamar di RW tetangga agar dekat ke rumah kami sehingga bisa berjalan kaki ke rumah (ART kami tidak menginap, dia masuk kerja pagi dan pulang sore, sejak dulu seperti itu, sejak 15 tahun yang lalu). Sejak suaminya wafat pada awal tahun 2021, dia seperti kehilangan pegangan dan sering sakit. Meskipun sudah berulang kali tidak masuk kerja, namun dia tetap ingin bekerja di rumah kami (Baca: ART yang Kembaliย Lagi). Dia betah bekerja di rumah kami, buktinya sudah 15 tahun dia bekerja sejak anak bungsu kami masih berusia 6 bulan!

Awal tahun 2022 dia sudah mulai mengeluh pada kakinya. Sudah tidak kuat berjalan, namun dia tetap memaksakan diri untuk bekerja. Sudah saya katakan kepadanya, tidak apa-apa dia beristirahat saja dulu, tidak usah bekerja, tetapi dia tidak mau. ART kami juga menderita diabetes, kadar gulanya tinggi.

Karena kadar gula yang tinggi itulah makanya dia belum pernah mendapat vaksinasi covid. Ketika musim covid varian delta lagi parah-parahnya pada tahun 2021, saya dan seisi rumah sudah berhati-hati supaya tidak ada yang terkena covid. Si Bibi (ART) tergolong komorbid, beresiko tinggi jika terkena covid. Namun alhamdulillah tidak ada di antara kami yang terkena covid pada tahun 2021. Si bibi pun di rumah selalu pakai masker dan kami mewanti-wanti agar dia menghindar bertemu orang banyak, selalu pakai masker jika ketemu keluarga, dan lain-lain.

Namun pada bulan Februari 2022 istri saya terkena covid varian ommicron sepulang dari Surabaya. Istri pun harus isolasi di rumah, dan demi keselamatan semua, termasuk ART, kami pun merumahkannya, tidak mengizinkannya kerja dirumah. Dia pun pulang ke Garut, ke rumah anaknya.

Setelah istri sembuh dari covid, satu bulan kemudian, si bibi masuk kerja lagi. Namun hanya sebentar, dia sering sakit, dan puncaknya setelah dia mengeluh sudah tidak kuat berjalan. Ada keropos pada tulang kakinya. Dia pun pulang ke rumah anaknya di Garut kembali. Sejak saat itu kami tidak pernah bertemu dia lagi, sampai akhirnya pada suatu hari keluarganya di Bandung mengabarkan dia sudah tiada.

Dua minggu yang lalu kami sekeluarga mendatangi rumah anaknya di Cibatu, Garut, dengan maksud bertakziah dan berziarah. Si bibi dikuburkan di makam keluarganya, tidak jauh dari rumah anaknya. Kami sudah mengikhlaskan semuanya, termasuk semua utang bibi kepada kami. Kami pun meminta maaf kepada anak dan menantunya jika selama si bibi bekerja kami melakukan kesalahan.

Bagaimanapun ART kami sudah banyak “berjasa” kepada keluarga kami. Saya dan istri bekerja (sekarang istri saya sudah tidak bekerja lagi). Kami perlu ART yang tidak hanya mengerjakan pekerjaan rumah (mencuci, menyetrika, beres-beres rumah), tetapi juga menjaga dan menyiapkan kebutuhan anak selama kami bekerja di kantor. Anak saya masih kecil-kecil saat itu, si bungsu masih berusia 6 bulan ketika dia mulai bekerja, dua anak lain masih sekolah. ART kami yang memandikan si bungsu, memberi makan, menidurkan, lalu menunggu anak yang lain pulang sekolah, menyiapkan makan siangnya, dan sebagainya.

Satu pengalaman yang tidak terlupakan bagi saya adalah ketika si bungsu yang saat itu berusia 2 tahun hampir saja tidak bisa bernapas setelah tak sengaja buah lengkeng tertelan masuk ke tenggorokannya. Saya yang tidak ngeh saat itu tidak melihat kejadiannya. Istri saya yang melihat dan panik. Tetapi untunglah dengan sigap si bibi langsung memukul tengkuk si bungsu sehingga buah lengkeng itu keluar dari mulutnya. Terlambat sedikit bisa fatal. Saya yang tidak punya pengalaman tentang kasus seperti ini tentu juga panik dan tidak tahu harus berbuat apa. Namun si bibi mungkin sudah punya banyak pengalaman hidup mengasuh anak sehingga dia tahu apa yang harus dilakukan.

Alfatihah buat si bibi, ART kami yang setia. Semoga Allah SWT melapangkan kuburnya dan menempatkannya pada tempat yang layak di sisi-Nya.

Dipublikasi di Romantika kehidupan | 1 Komentar