Ketika nilai 0,02 sangat berarti (Perjuangan mahasiswiku)

Pernah suatu masa ada mahasiswaku yang memperjuangkan nilainya sebesar 0.02 agar bisa memperoleh indeks nilai A.

Ceritanya begini. Pada akhir bulan Desember beberapa tahun yang lalu saya mengumumkan nilai akhir mata kuliah beserta indeksnya. Seperti biasa pengumuman nilai saya taruh di website saya agar bisa dilihat oleh mahasiswa yang sudah pulang kampung liburan akhir semester jelang Natal & Tahun Baru. Pengumuman nilai akhir dan indeks lengkap dengan semua komponennya (UTS, UAS, kuis-kuis, tugas, dan kehadiran kuliah). Semua berkas ujian dan tugas sudah dibagikan sebelumnya kepada seluruh mahasiswa.

Seperti biasa saya beri waktu mahasiswa selama tiga hari untuk mengajukan komplain jika ada kesalahan dalam entri nilai-nilai yang diumumkan, sebelum nilai akhir dan indeks menjadi final dan tidak bisa diubah lagi. Silakan mahasiswa mencermati jika ada kesalahan dalam entri nilai, karena manusia biasa pasti tidak luput dari kesalahan typo.

Benar saja. Malam hari setelah nilai diumumkan, ada seorang mahasiswi mengirim email, mempertanyakan kenapa jumlah kehadirannya kurang dari satu kali. Seharusnya jumlah kehadirannya 28 kali tetapi pada pengumuman nilai tertulis 27 kali. Katanya, dia tidak pernah absen kuliah, selalu hadir di kelas. Nilai akhir mahasiswi tersebut 80,98, dia mendapat nilai AB, sedangkan batas nilai untuk A adalah 81. Jadi hanya butuh 0,02 lagi agar bisa A.

Di dalam perkuliahan saya kehadiran mahasiswa dalam kuliah memang diperhitungkan sebagai salah satu komponen penilaian meskipun bobotnya kecil belaka yaitu 2 sampai 3 persen. Jadi kalau tidak pernah absen kuliah maka dia sudah dapat nilai sebesar 2. Tetapi, meskipun sangat kecil namun sangat berarti pada saat seperti ini, apalagi untuk nilai-nilai perbatasan.

Saya membalas emailnya bahwa rekapitulasi kehadiran kuliah saya peroleh dari tendik yang merekap presensi kuliah. Saat itu presensi kuliah (bukan absensi atau absen 🙂 ) masih dilakukan secara manual, memakai buku presensi, jadi belum pakai aplikasi seperti sekarang. Pada akhir semester tendik kami merekap semua kehadiran kuliah lalu mengirimkan rekap tersebut kepada dosen pengampu.

Kata saya kepada mahasiswi tsb, jika kamu lebih yakin, silakan datang ke kampus dan temui tendik di TU untuk memeriksa presensi kuliah.

Ternyata dia benar-benar datang ke Bandung dari rumahnya di Tangsel untuk mengurus satu kali kehadiran kuliah yang tidak tercatat tsb. Saat itu tanggal 31 Desember jelang malam tahun baru, kampus masih buka hari itu sampai siang. Mahasiswi itu menemui saya di ruangan, lalu dia pergi ke kantor TU menemui tendik kami untuk memeriksa semua berkas presensi. Benar saja, tendik kami kurang teliti merekap sehingga ada satu kali kehadiran kuliah mahasiswi tersebut yang tidak tercatat.

Segera tendik menelpon saya lalu melaporkan kesalahan tsb bahwa benar jumlah kehadiran kuliah mahasiswi tsb adalah 28 kali.

Saya membuka kembali file Excell perhitungan nilai, menghitung ulang nilai akhir mahasiswi tersebut setelah jumlah kehadirannya ditambah 1, dan….taraaaa…nilai akhir mahasiswi tersebut berubah dari semula 80.98 menjadi 81.01,yang artinya dia berhak mendapat A!

Saya mengucapkan selamat kepada mahasiswi tersebut, tidak sia-sia perjuangannya jauh2 dari Tangsel ke Bandung naik travel hanya untuk mengurus satu poin yang sangat menentukan. Hadiah Tahun Baru.

Dia tersenyum bahagia dan pulang kembali ke Tangsel dengan mobil travel.

Hal-hal kecil membentuk kesempurnaan, tetapi kesempurnaan bukanlah hal yang kecil.

-(Michael Angelo)

Pos ini dipublikasikan di Pendidikan, Pengalamanku. Tandai permalink.

Satu Balasan ke Ketika nilai 0,02 sangat berarti (Perjuangan mahasiswiku)

  1. Bila berkata:

    Terimakasih sudah membagikan cerita yg mengharukan, Pak!

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.