Pengalaman PPDB SMA di Kota Bandung Tahun 2022 (Bagian 2)

Setelah mengetahui PPDB Tahap 1 dari jalur prestasi rapor tidak lolos, anak saya bersedih hati. Dia mengurung diri di kamar. Harapan untuk bisa bersekolah di SMA negeri tidak berhasil. Saya pun gundah gulana dan timbul penyesalan kenapa tidak melihat pergerakan skor nilai di SMA lain sebelum memutuskan memilih pilihan 1 dan pilihan 2 seperti yang saya ceritakan pada tulisan bagian ke-1.

Tapi masih ada tahap 2 yaitu seleksi melalui jalur zonasi, artinya mencoba mendaftar ke SMA negeri dekat rumah. Sistem zonasi ini berdasarkan jarak rumah ke sekolah. Jarak yang dimaksud adalah jarak garis lurus, diukur dengan menggunakan Google Map. Jadi, meskipun jarak dari rumah ke sekolah menggunakan kendaraan bermotor melalui jalan umum bisa mencapai lebih dari satu km, tetapi jarak garis lurusnya di Google Map bisa jadi hanya beberapa ratus meter saja.

Di sekitar Antapani hanya ada dua SMA negeri yang bisa dipilih, yaitu SMAN 23 di Jalan Malangbong dan SMAN 16 di Jalan Mekarsari, Kiaracondong. Jarak garis lurus dari rumah kami ke SMAN 23 sekitar 1,2 km, sedangkan jarak garis lurus ke SMAN 16 adalah 512 meter. Tahun lalu siswa yang diterima di SMAN 23 paling jauh jaraknya sekitar 600-an meter. Jadi hopeless lah ya ke SMAN 23. Sedangkan di SMAN 16 tahun lalu siswa yang diterima paling jauh sekitar 500-an meter. Jadi ada harapan lah ya. Kami pun mendaftarkan Fajar pada tahap 2 ini dengan salah satu pilihannya adalah SMAN 16.

Di bawah ini adalah rekapitulasi hasil PPDB tahun 2022 jalur zonasi untuk semua SMA negeri di kota Bandung (perhatikan kolom tabel bagian kanan saja). Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata jarak terjauh yang diterima adalah di bawah 1 km. Hanya tiga SMAN yang jarak terjauhnya di atas 1 km, yaitu SMAN 21, SMAN 25, dan SMAN 27. Jarak terjauh terkecil yang diterima adalah di SMAN 14, yaitu 307 meter.

Dari tabel rekapitulasi di atas dapat diketahui bahwa jarak terjauh yang diterima di sekolah negeri dari tahun ke tahun semakin berkurang saja jaraknya, semakin mendekat ke sekolah. Padahal pemukiman penduduk di kota Bandung semakin lama semakin ke pinggiran kota. Apakah penyebabnya ini? Apakah semakin banyak warga memiliki rumah yang semakin dekat dengan sekolah negeri?

Dari komentar-kementar orangtua di akun instagram @disdikjabar yang kesal dan marah karena anaknya tidak lolos jalur zonasi meskipun rumah dekat dengan sekolah, saya menangkap kesan bahwa jalur zonasi ini rawan kecurangan. Para orangtuaa melaporkan bahwa teman anaknya yang rumahnya jauh dari sekolah lolos jalur zonasi, sedangkan anaknya yang dekat dengan sekolah malah tidak lolos. Benar atau tidak, hal ini perlu diselidiki lebih jauh kenapa bisa demikian. Kejadian ini banyak terjadi di kota dan kabupaten lain di Jawa Barat, saya tidak tahu di kota Bandung apakah ada kasus seperti ini.

Namun saya menduga masalah ini terjadi karena pada tahun ini banyak orangtua melakukan modus menumpang KK (Kartu Keluarga) ke rumah orang lain yang dekat dengan sekolah. Jadi misalnya rumah calon siswa jauh dari sekolah, tapi karena ingin masuk ke SMA negeri tertentu, maka orangtuanya menumpang KK ke pemilik rumah yang dekat sekolah (tentu saja dengan imbalan uang). Anehnya, cara menumpang KK ini diperbolehkan (legal) asalkan ada pernyataan persetujuan dari pemilik rumah. Panita PPDB di sekolah tidak memiliki kewenangan menyelidiki kebenaran alamat siswa yang sesungguhnya, mereka hanya bekerja berdasarkan data yang diterima (bukti KK).

Orangtua teman anak saya pada tahun lalu pernah ditawari pemilik rumah dekat sebuah SMA negeri untuk ditumpangkan nama anaknya di KK pemilik rumah dengan bayaran 15 juta rupiah. Namun dia tidak mau karena itu sama saja melakukan kebohongan.

PPDB jalur zonasi ini selalu bermasalah setiap tahun. Selalu muncul celah untuk mengakali aturan, seperti memanipulasi KK, menumpang KK, dan sebagainya. Tujuan awal jalur zonasi ini adalah agar siswa tidak perlu jauh-jauh besekolah, namun faktanya banyak siswa yang jauh dari sekolah diterima, sedangkan siswa yang dekat dengan sekolah justru tidak diterima karena adanya modus menumpang KK tersebut. Hak siswa dekat sekolah dirampas oleh siswa yang jauh dari sekolah.

Saya dari dulu agak kurang setuju seleksi jalur zonasi ini dengan kuota yang sangat besar (50%). Jalur zonasi terkesan “menguntungkan” bagi siswa yang tinggal dekat sekolah negeri. Mereka tidak perlu belajar rajin-rajin, tidak perlu berkompetisi, karena nanti sudah pasti diterima di sekolah dekat rumah. Hanya siswa-siswa yang rumahnya di dekat sekolah saja yang bisa bersekolah di sana, sedangkan siswa lain yang rumahnya jauh tidak akan pernah bisa. Kondisi seperti ini akan berlangsung secara turun temurun jika aturannya tetap seperti itu. Masalahnya sekolah negeri di Bandung (dan di Jawa Barat umumnya) tidak merata persebarannya, ada wilayah yang padat penduduk tetapi tidak mempunyai sekolah negeri atau hanya memiliki satu sekolah negeri. Kasihan dengan anak-anak yang memiliki prestasi tetapi tidak dapat masuk sekolah negeri karena rumah mereka sangat jauh dari sekolah. Mau masuk melalui jalur prestasi juga gagal karena kuotanya sedikit sekali. Mau masuk sekolah swasta belum tentu mampu. Bahkan banyak sekolah swasta, terutama yang berkualitas bagus, sudah tutup pendaftaran sebelum PPDB sekolah negeri. Mau sekolah di mana lagi? Maka, PPDB tahun 2022 meninggalkan banyak cerita sedih dan derai air mata dari siswa dan orangtua yang kecewa karena PPDB yang dianggap tidak fair dan banyak masalah.

Untuk tahun-tahun selanjutnya aturan PPDB ini perlu dievaluasi dan diperbaiki. Pak menteri yang membuat aturan PPDB ini sebaiknya mengubah Permendikbudnya. Berikan kesempatan yang besar bagi anak-anak berprestasi masuk sekolah negeri. Kuota jalur prestasi ditingkatkan hingga 50 persen, sedangkan kuota jalur zonasi cukup 25% saja. Tegakkan aturan yang tegas tentang kartu keluarga, jangan sampai ada kecurangan memanipulasi KK.

Oh ya, saya lupa menceritakan bagaimana hasil seleksi jalur zonasi anak saya? Alhamdulillah, Fajar diterima di SMAN 16 karena jarak rumah ke sekolah 512 meter, sedangkan jarak terjauh yang diterima 527 meter. Hampir saja tidak lolos mengingat banyaknya pendaftar ke sekolah itu. Apalagi SMA ini terletak di wilayah pemukiman penduduk yang padat, tentu banyak pendaftar yang rumahnya dekat sekolah. Sempat hopeless juga, dan untuk jaga-jaga saya mendaftarkan Fajar ke sebuah sekolah swasta sebagai cadangan jika tidak lolos masuk sekolah negeri. Namun mungkin rezeki anak kami bisa lolos ke sana. Saya berikan pilihan kepadanya, mau mengambil sekolah swasta itu atau SMAN 16, dan dia memilih di SMAN 16 saja.

Tampak depan SMA Negeri 16 Bandung
Bagian dalam sekolah dan lapangan upacara
Ruang-ruang kelas lainnya

SMA Negeri 16 itu berada di gang pemukiman yang rapat penduduk. Untuk menuju ke sekolah ini kita melewati jalan yang tidak terlalu lebar. Dari luar terlihat kecil, tetapi setelah kita masuk ke dalamnya, wow lumayan luas juga. Tidak menyangka di balik pemukiman penduduk yang padat terdapat sekolah yang luas. Ruang kelasnya banyak dan bangunannya terlihat cukup bagus. Semoga saja Fajar betah sekolah di sana. Ini PPDB terakhir buat dia dan buat keluarga kami. Tidak ada lagi anak saya yang akan ber-PPDB. Anak kami tiga orang, dan Fajar adalah anak bungsu. Sekarang tinggal menyiapkan dia untuk belajar yang rajin agar bisa masuk perguruan tinggi negeri kelak. (TAMAT)

Pos ini dipublikasikan di Pendidikan, Seputar Bandung. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.