Mengoreksi tanpa mempermalukan murid

Tulisan ini adalah contoh karakter dosen/guru yang patut dicontoh, saya peroleh dari sebuah grup whatsapp (kemudian saya terjemahkan dari Bahass Inggris):

Seorang lelaki tua bertemu dengan seorang pemuda yang bertanya: “Apakah Bapak ingat saya?”

Dan orang tua itu menjawab tidak. Kemudian pemuda itu mengatakan kepadanya bahwa dia adalah muridnya, dan gurunya bertanya: “Apa pekerjaanmu sekarang?”

Pemuda itu menjawab: “Yah, aku sekarang menjadi seorang guru.”

“Ah, bagus sekali, seperti aku?” Tanya orang tua itu.

Pemuda itu menjawab: “Saya menjadi guru karena Bapak menginspirasi saya untuk menjadi seperti Anda.”

Orang tua itu penasaran, bertanya kepada pemuda itu kapan dia memutuskan untuk menjadi seorang guru. Dan pemuda itu menceritakan kepadanya kisah berikut:

“Suatu hari, seorang teman saya, juga seorang murid, datang dengan sebuah jam tangan baru yang bagus, dan saya pun menginginkannya. Aku mencurinya, aku mengambil dari sakunya.

Tak lama kemudian, teman saya menyadari jam tangannya hilang dan langsung mengadu kepada guru kami, yaitu Bapak.

Kemudian Bapak berbicara kepada kelas dengan mengatakan, ‘Jam tangan siswa ini dicuri selama pelajaran hari ini. Siapapun yang mencurinya, tolong kembalikan.’

Saya tidak mengembalikannya karena saya tidak mau. Bapak menutup pintu dan menyuruh kami semua berdiri dan membentuk lingkaran.

Bapak akan menggeledah saku kami satu per satu sampai jam tangan itu ditemukan. Namun, Bapak menyuruh kami menutup mata, karena Bapak hanya akan mencari arlojinya jika kami semua menutup mata.

Kami melakukan seperti yang diinstruksikan.

Bapak merogoh saku ke saku, dan ketika Bapak merogoh saku saya, Bapak menemukan arloji itu dan mengambilnya. Bapak terus menggeledah saku semua orang, dan setelah selesai Bapak berkata ‘buka mata kalian. Saya menemukan arlojinya.’

Bapak tidak memberi tahu saya dan Bapak tidak pernah menyebutkan kejadian itu. Bapak juga tidak pernah mengatakan siapa yang mencuri jam tangan itu. Hari itu Bapak menyelamatkan harga diriku selamanya. Itu adalah hari paling memalukan dalam hidupku.

Tapi ini juga hari dimana aku memutuskan untuk tidak menjadi pencuri, orang jahat, dll. Bapak tidak pernah mengatakan apa pun, Bapak bahkan tidak memarahiku atau mengajakku ke samping untuk memberiku pelajaran moral.

Saya menerima pesan Bapak dengan jelas. Terima kasih kepadamu Pak, saya memahami apa yang perlu dilakukan oleh seorang pendidik sejati. Apakah Bapak ingat kejadian ini, profesor?

Profesor tua itu menjawab, ‘Ya, saya ingat situasi jam tangan curian, yang saya cari di saku setiap orang. Aku tidak mengingatmu, karena aku juga memejamkan mata saat merogoh setiap saku.’

Inilah hakikat mengajar: Kalau untuk mengoreksi harus mempermalukan; kamu tidak tahu cara mengajar.”

Pos ini dipublikasikan di Pendidikan. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.