Libur Panjang Telah Tiba (Cerita Tentang SP)

Libur panjang telah tiba, libur kuliah maksudnya. Segenap keletihan selama kuliah satu semester akhirnya selesai di akhir bulan Mei. Nilai sudah disetor, semua urusan dengan mahasiswa sudah beres, apalagi. Mahasiswa libur selama 2,5 bulan, dosen juga (boleh) libur. Cukup lama liburnya dan ini kesempatan untuk berleha-leha dan mengerjakan urusan lain. Sayangnya libur panjang ini belum bisa saya nikmati dengan baik berhubung masih ada urusan sebagai mahasiswa S3. Mudah-mudahan libur panjang tahun depan bisa menikmatinya. ITB ini paling cepat awal perkuliahannya, juga paling cepat selesainya. Kuliah semester 2 ini dimulai pada akhir Januari 2009 dan selesai UAS pada minggu ketiga Mei. Total waktu efektif kuliah (termasuk UTS) adalah 15 hingga 16 minggu. Setelah itu libur panjang dan kuliah tahun ajaran baru akan dimulai lagi pada minggu ketiga bukan Agustus 2009. Lama bukan?

Libur panjang ini boleh dikata kampus relatif sepi. Ada segelintir mahasiswa yang lalu lalang di kampus, mungkin karena mengambil semester pendek atau mengerjakan Tugas Akhir. Tentang Semester Pendek yang dikenal dengan nama SP, saya sejak dulu termasuk yang anti semester pendek. Waktunya libur ya libur, kok masih ngajar lagi, makanya saya menolak membuka kelas semester pendek. Untunglah kuliah yang saya ampu termasuk irit nilai D dan E (nilai D di ITB termasuk tidak lulus kecuali di tahap TPB), jadi kalau mahasiswa mau mengulang siapa yang akan mengulang? Tidak ada pesertanya, he..he.

Saya baca pengumuman bahwa FMIPA tidak membuka kuliah TPB (yaitu kuliah Kalkulus, Fisika, Kimia) di SP ini. Baguslah. SP dulu pernah menjadi pro kontra di antara kita. Maksud awal SP itu baik, yaitu untuk mengurangi beban mahasiswa yang tidak lulus mata kuliah agar tidak mengulang pada semester reguler (yang dikhawatirkan kelas reguler itu penuh dengan mahasiswa gagal). Tapi akhirnya kebijakan itu sering disalahgunakan bagi mahasiswa, khususnya mahasiswa Tingkat 1. Jika tidak lulus, ‘kan nanti ada SP, begitu kira-kira pikiran mereka. Jadi, mahasiswa memandang enteng persoalan. Tidak baik efeknya, memang, membuat buruk etos belajar. Akhirnya, ITB meniadakan semester pendek, dengan pesan moral optimalkan waktu belajar anda, jangan sampai mengulang.

Namun, bukan berarti SP tidak ada sama sekali. ITB memang masih membuka semester pendek, tetapi untuk kuliah khusus seperti Tugas Akhir (TA) dan untuk kasus-kasus yang sangat spesial lainnya (kalau SP yang gini nih saya setuju). Bagi mahasiswa yang akan wisuda pada bulan Oktober dan nilai kuliah TA nya sudah kadaluarsa (lewat 2 semester masih T alias tidak lengkap), maka mereka wajib mengambil kulah TA di SP ini. Kasus sangat spesial diberikan bagi mahasiswa yang terancam batas waktu studi, kepada mereka itu diberi kesempatan SP untuk menyelamatkan “telur di ujung tanduk” (alias terancam drop out). Jadi, ITB masih cukup baik juga kepada mahasiswa-mahasiswa kasus ini, dengan cara “menolong” mereka untuk menyelamatkan masa-masa kritisinya dari ancaman DO. Biar bagaimanapun, DO itu menyakitkan bagi mahasiswa.

Ceritanya begini. Ini pengalaman pribadi. Ada seorang mahasiswa yang terancam kasus tahap Sarjana Muda (dulu masih ada tahap TPB, tahap Sarmud, dan tahap Sarjana, sekarang tidak ada lagi, hanya ada tahap TPB dan tahap Sarjana saja). Tahap Sarjana Muda harus diselesaikan maksimal selama 5 tahun (termasuk tahap TPB) dengan IPK >= 2.0, jika tidak ya DO. Nah, mahasiswa ini sudah hampir 5 tahun masa Sarmud nya, tapi IPK sarmudnya masih kurang 2.0. Ancaman DO sudah tampak dipelupuk mata. Dosen Wali melihat apakah mahasiswa ini masih bisa ditolong, dilihat-lihat di transkip akademik ada beberapa mata kuliahnya yang bernilai D (nilai D masih lulus di tahap ini) dan E. Kalau mata kuliah yang D dan E ini diulang pada semester depan jelas tidak mungkin karena sudah melebihi batas waktu studi.

Dengan segala perjuangan, baik oleh Ketua Jurusan, bahkan Dekan Fakultas ikut kadang turun tangan, maka dosen mata kuliah tersebut dilobi, apakah bersedia memberikan kuliah di SP khusus untuk mahasiswa yang malang itu. Mungkin tidak perlu kuliah tatap muka, tetapi cukup dengan pemberian tugas-tugas saja. Nilai C tidak apalah, yang penting IPK nya bisa diatas 2,0. Jika ketemu dosen yang baik hati, maka urusan menjadi mudah, tetapi jika ketemu dosen yang saklek dan keras hati, maka urusan menjadi rumit bahkan bisa sangat sulit. Kalau sudah begini dan sudah mentok, sementara mahasiswa kasus ini sudah memasrahkan dirinya kepada kami dengan H2C (harap-harap cemas) dan tangis yang hampir membuncah, maka Ketua Jurusan mencoba melobi dosen lain yang pernah mengajar kuliah serupa agar memberikan kuliah tersebut di SP. Biasanya deal, dan pada banyak kisah ceritanya berakhir happy ending. Kasus yang sama juga terjadi pada mahsiswa yang terancam tahap Sarjana. Ceritanya miriplah. Sebenarnya “operasi penyelamatan” yang begini tidak ada aturan resmi atau tertulis, tetapi semua itu lebih pada pertimbangan kemanusiaan saja. Yang jelas tidak ada peraturan yang dilanggar, dan kami merasa semua berjalan tetap dalam koridor. Namun jangan pernah berharap “operasi penyelamatan” itu terulang pada diri anda yang masih kuliah, cukuplah buat abang-abangmu itu saja. Kami pun tidak berharap kasus ini terulang lagi. Capek.

Itulah untold stories he..he, sekarang sudah menjadi told stories hi..hi..hi. Kisah-kisah ini tidak tertulis di buku-buku sejarah, cukup menjadi kenangan yang pahit-getir-manis bagi yang terlibat dalam episode hidup itu. Sekarang mahasiswa-mahasiswa yang berhasil lolos dari lubang jarum itu mungkin sudah sukses menjadi “orang”. Entah dimana mereka, kami juga tidak tahu. Cukuplah hal ini menjadi perjuangan yang mencekam buat mereka dan menjadi pelajaran berharga untuk selalu lebih serius dalam menekuni apapun (tidak menganggap remeh, tidak takabur, bekerja keras dalam berusaha, dan sebagainya).

Pos ini dipublikasikan di Seputar ITB. Tandai permalink.

Satu Balasan ke Libur Panjang Telah Tiba (Cerita Tentang SP)

  1. mahfud berkata:

    SILAHKAN coba aja Lepas pasukan malaysia dan indonesia . 99% saya pegang pasukan khusus negara republik indonesia, yg memang di didik jd pembela negara . bukan seperti pecundang !

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.