Etika (Sebagian) Mahasiswa Kami

Ini kejadian di ITB tempat saya mengajar dan sempat ramai dibincangakn di milis dosen. Seorang dosen Fisika mempunyai pengalaman buruk dengan attitude (sebagian) mahasiswa kami. Ketika dia mengajar, di ruang kuliah sebelah sekelompok mahasiswa membuat ribut hingga mengganggu konsentrasinya mengajar. Dia pun keluar ruangan dan menegur para mahasiswa tersebut, tetapi mereka tetap ketawa-tawa dan bersorak. Hingga akhirnya dosen tersebut menulis e-mail di milis mengeluhkan kelakuan mahasiswa kami itu. Cerita selengkapnya dan komentar-komentar para mahasiswa dan alumni bisa dibaca di blog Pak Budi Rahardjo ini.

Seorang dosen lain menulis di milis pengalamannya tentang sopan-santun mahasiswa. Ketika dia akan masuk kelas, sekelompok mahasiswa duduk-duduk tepat di depan pintu sehingga menghalanginya masuk. Dia pun menegur para mahasiswa tersebut dan menyuruh mereka duduk di teras samping pintu agar tidak mengganggu orang yang keluar masuk. Hanya ada dua-tiga orang yang duduk di mulut pintu yang bergeser. Yang lebih buruk, ketika dia baru masuk melewati pintu di belakangnya terdengar celetukan, “Lu yang ganggu kita!”.

Lu yang ganggu kita? Astaghfirullah, ditegur baik-baik malah mendapat celutukan asbun yang membuat sakit hati, pakai kata “lu” lagi.

Kalau dikumpulkan tentu banyak pengalaman dosen yang tidak berkenan dengan sikap mahasiswa. Saya juga mempunyai beberapa pengalaman yang tidak mengenakkan dengan mahasiswa. Ketika saya sedang berbicara dengan teman, datang seorang mahasiswa yang memotong pembicaraan tanpa permisi dan berkata:”Pak, minta tanda tangan”. Sopan nggak sih memotong pembicaraan orang lain? Atau pengalaman naik lift dengan seorang mahasiswa yang selama di dalam lift dia pura-pura seperti orang tidak kenal dan memasang wajah jutek tanpa sapaan sama sekali. Mahasiswa(i) kayak gini mungkin tidak diajar sopan santun oleh orangtuanya di rumah, tegur sapa dengan orang lain itu penting, apalagi kepada orangtua atau guru.

Sikap yang tidak sopan semacam cerita di atas tentu tidak bisa digeneralisasi kepada semua mahasiswa kami. Itu hanyalah ulah oknum saja, hanya sebagian mahasiswa saja yang begitu. Mungkin mereka ini yang EQ-nya di bawah IQ. Otak pintar tetapi kelakuan jelek jangan harap bisa sukses dalam hidup bermasyarakat.

Tentu saja — meminjam kata-kata Pak Budi — kami para dosen tidak gila hormat atau meminta penghormatan yang berlebihan seperti menunduk-nunduk atau cium tangan. Yang wajar-wajar saja sesuai dengan norma umum kesopanan yang berlaku. Zaman boleh semakin maju, kepintaran mahasiswa boleh semakin hebat, tetapi yang namanya tata krama, etika, budi pekerti, attitude atau apalah namanya tetap di atas semua hal itu.

Pos ini dipublikasikan di Budi Pekerti, Seputar ITB. Tandai permalink.

5 Balasan ke Etika (Sebagian) Mahasiswa Kami

  1. purnomo berkata:

    He he…..di UGM sama saja. Pengalaman saya, saat ngajar banyak mahasiswa yang ngobrol sendiri. Sudah saya beritahukan kepada mereka: 1) Hargai siapapun yang bicara di depan kelas..2) Kalau tidak ingin kuliah lebih baik jangan masuk, buat saya tdk masalah, tapi jangan mengganggu mhs yang serius 3) Kalau memang bisa belajar sendiri itu lebih baik, tdk ngajarpun haji saya tdk dipotong. Tapi mereka cuma tenang sebentar, lalu ngobrol lagi. Sampai 3x saya memarahi mereka. Akhirnya saya putuskan lebih baik saya hentikan kuliah, tapi bahan saya anggap selesai. Sayapun bisa cuek thd kebutuhan mereka…..egp…

  2. nina berkata:

    Miris ya Pak, tapi memang begitu kenyataan yang didapat dari sebagian mahasiswa di kampus ini. Meski saya bukan dosen tapi saya berhadapan dengan mahasiswa setiap hari. Sayang sekali, sebagian mahasiswa ini diberkahi IQ tinggi tapi EQ nya kurang.

  3. eyang mami berkata:

    Iya ya. Apa yang salah dengan pendidikan moral pada anak anak kita? Pengalaman sama yang pernah saya alami juga demikian. Ini lebih parah karena yang melakukan adalah calon pendidik. Sewaktu ada kursus di salah satu IKIP Negri (Tak usah disebutkan dimana ya. Nanti geger), saya berjalan di selasar. Kemudian saat itu saya berpapasan dengan serombongan mahasiswa yang berjalan berjajar memenuhi lebar selasar. Mereka samasekali tidak ada yang berusaha memberi jalan. Padahal secara kasat mata jelas terlihat bahwa saya adalah seorang nenek tua. Aduh mak. Terpaksalah saya turun ke pibggir yang ada selokannya. Walaupun tertatih tatih, untunglah saya tidak jatuh. Berlalulah para calon guru itu bahkan sambil tertawa tawa tanpa memperdulikan apa2, seolah di dunia ini hanya ada mereka saja. Sedih ya?

  4. ipah berkata:

    Saya sebagai mhasiswa jg merasa trganggu,pak kalo ada temen yg rbut wkt kuliah, dah d tegur msh aja kyk gt, dn yg bwt sedih it d saat ujian trnyt mreka itu nilai2 ny lbh tnggi dr sya,
    Trm ksh pak, krn berkat tulisan ini, sy yakin bhwa kesuksesan bukan hny lewat iq saja 🙂

  5. Ping balik: Cerdas dan Pandai Itu Dua Hal yang Berbeda | Catatanku

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.