Nilai UN Siswa Makin Tinggi Saja (Inflasi Nilai?)

Hebat ya anak sekolah tahun ini, nilai UN (Ujian Nasional) mereka tinggi-tinggi, baik SD, SMP, maupun SMA. Banyak yang mendapat nilai 10 untuk beberapa pelajaran, kalau yang mendapat 9 tidak terhitung lagi. Dengan jumlah mata ujian 4 buah, ribuan siswa SMP di Surabaya misalnya mempunyai total nilai UN yang dahsyat, yaitu antara 38 – 39 ke atas (baca ini: Nilai Sembilan Belum Tentu Masuk Negeri).

Ini fenomena yang menarik. Zaman saya masih SMP atau SMA dulu, nilai Ebtanas 9 saja sulit didapat, apalagi nilai 10. Sempurna banget nilai 10 itu, benar-benar luar biasa siswa yang mendapat 10. Tapi tahun ini kita sudah tidak kaget lagi mendengar siswa SD/SMP/SMA mendapat 10 untuk suatu pelajaran yang di-UN-kan.

Banyaknya murid yang mempunyai nilai UN tinggi meninggalkan beberapa pertanyaan. Apakah soal ujian UN yang terlalu mudah, murid-murid yang semakin pintar, atau metode sekolah dalam mengantisipasi soal UN sudah bagus, entahlah. Ataukah ada pencontekan massal atau kecurangan yang dilakukan oleh guru/kepala sekolah untuk membantu para siswanya? Semuanya mungkin saja terjadi.

Saking tingginya nilai UN sekarang, passing grade masuk sekolah pilihan juga mencengangkan. Nilai 39 belum tentu bisa diterima di SMA negeri favorit, padahal kalau 39 itu dibagi empat maka rata-ratanya adalah sembilan koma tujuh lima. Masak sih nilai 9,75 tidak bisa diterima di sekolah negeri favorit? Kebangetan, bukan? Lalu, untuk apa gunanya nilai UN yang rata-rata sembilan itu?

Nilai tinggi tidak hanya di UN, tetapi nilai rapor juga tinggi-tinggi. Ini karena nilai di rapor dikatrol oleh guru supaya rata-rata di kelas naik.

Apakah nilai sekarang ini masih bermakna? Kata seorang rekan, nilai di sekolah sudah mengalami inflasi, seperti nilai rupiah waktu tahun 97/98. Kalau nilai diobral maka terjadilah inflasi nilai.

Dengan nilai UN dan nilai rapor yang tinggi-tinggi itu, apakah masih relevan kebijakan Dikti menjadikan nilai UN satu-satunya alat seleksi masuk perguruan tinggi? Apakah masih relevan menerima mahasiswa jalur undangan berdasarkan nilai rapor? Semuanya perlu dievaluasi.

Pos ini dipublikasikan di Pendidikan. Tandai permalink.

11 Balasan ke Nilai UN Siswa Makin Tinggi Saja (Inflasi Nilai?)

  1. Reisha berkata:

    Kalau nilai mahasiswa ITB sendiri gimana Pak? Apa kena inflasi juga? 😀

  2. mas khoirul berkata:

    yah,betul skali memang begitu adanya pndidikan negri kita,sy dulu dapet nilai 24,sekian menjadi 5besar.

    Yah benar ini inflasi angka,nilai jadi tak bermakna. Kayak rupiah aj ya?!…

  3. Nabih berkata:

    Kalau anaknya tambah pinter, sepertinya iya, kan dukungan sekolah, dukungan orang tua, dukungan bimbel, semakin hebbat saja…
    Soalnya tambah mudah, sepertinya iya pak, kan Kompetensi Dasar nyebar ke mana-mana, sehingga siswa guru juga mengakali
    Antisipasi soal sepertinya iya, sekarang sudah jamannya seolah mengevaluasi kompetensi siswa per KD. Setidaknya nilai segitu untuk memotivasi

  4. jembel berkata:

    Kalau anak semakin pinter mungkin ada benarnya, tapi saya pribadi tetap mempertanyakannya, masalahnya jika anak sekarang pinter2 seharusnya ada pengaruh dalam aspek kehidupan. Tapi nyatanya anak2 sekarang sepertinya adem ayem saja tuh. Dunia pendidikan negeri kita memang sedang berkembang, tapi berkembang menuju arah yang kurang jelas!

  5. Di bekasi juga rawan kunci pak,banyak teman-teman saya yang otaknya cerdas cuma dapat NEM sekitar 35-34,saya sendiri hanya mendapat 35.90,itupun hasil jujur dan no bimbel,sementara yang biasa saja NEM nya berkisar 37-38 pak

    Apalagi di bandung pak,di sman 5 saja rata-rata jauh lebih unggul siswa dari tes smart5 daripada yang lewat NEM,karena anak-anak dari smart5 emang benar-benar diuji dari segala bidang,NEM itu biasanya cuma “hoki”

    No offense pak,pandangan sendiri,hehe 😀

  6. garien berkata:

    pak Rinaldi Yth, Nilai UN skrng ini bnyk yg tdk murni, para siswa yg “biasa-biasa saja” di kelas trnyta nilai UN tinggi2, tp siswa cerdas yg Jujur (tdk nyontek and tdk pake kunci jwban) malah nilai UN-nya relatif rendah. Sbknya seleksi masuk SMP atau SMA itu lewat jalur tes saja seperti di SMPN 2 Bdg, SMPN 5 Bdg, SERU3 SMAN 3 Bdg, dan SMART5 SMAN 5 Bdg, Insya Alloh akan diperoleh (terjaring) siswa yg asli cerdas (bukan NEM yg semu). Demikian jg dg jalur Undangan PTN sprti di ITB, sy khwatir para Guru SMA akan berlomba-lomba mengatrol nilai siswanya spy diterima di PTN. Karena nilai siswa adalah hak prerogratif guru, shg ada kemungkinan siswa tertentu (misalnya anak wali kota, anak gubernur, anak guru dll) diprioritaskan spy masuk 50 % terbaik di kelasnya sbg syarat bisa daftar jalur undangan PTN. Jadi, sbkny PTN pun kuota Jalur Ujian Tulis SNMPTN-nya pun diperbanyak, misalnya menjadi 80 %, bukan sebaliknya sprti skrg (60% Undangan, 40% Ujian Tulis). Trm ksh.

  7. jauhar berkata:

    bahan bacaan yang semakin banyak turut berpartisipasi dalam meningkatkan pengetahuan peserta didik. banyak sekolah mewajibkan peserta didik memiliki/membeli atau dibelikan oleh pihak sekolah. sehingga dengan demikian diharapkan peserta didik mempunyai kemampuan yang mumpuni dalam menyerap pengetahuan. terlebih sekarang lewat dunia maya juga banyak bahan2 pengetahuan yang mungkin guru atau pengajarnya malah kurang gesit dalam mencari bahan pengetahuan. jadi sangat wajar kalau anak2 sekarang jadi tambah pintar.

    namun dibalik semua itu ada juga keganjilan dan konspirasi sekolah dalam menaikkan sejumlah nilai agar para siswanya mempunyai nilai yang tinggi. cerita dari beberapa teman guru, dirinya sengaja menaikan nilai agar siswa lulus di UN. bahkan beberapa rapor siswa diganti dgn yang baru. hal ini maksudnya ketika siswa yang dimaksud nilainya mengkhawtirkan tidak lulus di UN. hal ini berjalan secara sistematis. dari kepala sekolah ke guru. dan dinas pendidikan mendiamkan saja. mengamini. mereka ketakutan jika ssiswanya tidak lulus. reputasi sekolah akan anjlok. reputasi kepala sekolah dianggap gagal.

    sistem pendidikan kita hari ini adalah sebuah perusakan terhadap moralitas dengan menjunjung tinggi kuantitas nilai. maka kecerdasan yang didapatkan siswa tidak berkorelasi dengan moralitas (baik secara sekuler maupun agamis).

  8. kalau menurut saya sebaiknya semua penerimaan siswa baru menggunakan tes pak, kalau menggunakan nem banyak peluang untuk melakukan ketidakjujuran demi mencapai nem yg sangat tinggi dan diterima di sma favorit. sehingga sma yg awalnya benar benar favorit menjadi menurun kualitasnya karna peluang untuk mengkatrol nilai itu. dan yg saya bingungkan kenapa kunci jawaban bisa bocor ?

  9. ki tuntun berkata:

    Ada yg salah dlm sistem penilaian shg nilai dlm ijazah sgt besar dan terkesan dipaksakan. sebaiknya KKM dibatasi max 65.

  10. Reky hood berkata:

    nilai ujian kali ini sangat membuat para mahasiswa tegang.nilai ujian pada tahun ini sangat tinggi naiknya.

  11. Adnan berkata:

    Artikel di atas benar sekali, nilai UN tahun-tahun terakhir ini seperti inflasi mata uang rupiah saja. Nilainya tinggi-tinggi, tapi tidak berharga (tidak bisa masuk ke sekolah yg diinginkan). Kemendiknas harus menginvestigasi apakah memang kurikulum sekarang lebih baik sehingga anak-anak sekarang lebih mudah mengerjakan soal, atau tingkat kesulitan soal skrng lebih mudah, atau ada permainan (katrol nilai) di dalam Diknas Wilayah (Kota/Kab) agar tingkat kelulusan/prestasi pendidikan di wilayahnya dianggap baik. Saya pernah baca artikel surat kabar mengenai Unbraw mem”blacklist” 48 SMA yang tidak mendaftarkan siswa yang berprestasi, tetapi justru mendaftarkan yang tidak berprestasi. Padahal siswa yang lebih berprestasi tersebut sudah memasukkan pendaftaran ke pihak sekolah. Hal-hal seperti ini harus dibuat langkah pencegahannya.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.