Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan”

Setiap acara wisuda di kampus ITB selalu ada pidato sambutan dari salah seorang wisudawan. Biasanya yang terpilih memberikan pidato sambutan adalah pribadi yang unik, tetapi tidak selalu yang mempunyai IPK terbaik. Sepanjang yang saya pernah ikuti, isi pidatonya kebanyakan tidak terlalu istimewa, paling-paling isinya kenangan memorabilia selama menimba ilmu di kampus ITB, kehidupan mahasiswa selama kuliah, pesan-pesan, dan ucapan terima kasih kepada dosen dan teman-teman civitas academica.

Namun, yang saya tulis dalam posting-an ini bukan pidato wisudawan ITB, tetapi wisudawan SMA di Amerika. Beberapa hari yang lalu saya menerima kiriman surel dari teman di milis dosen yang isinya cuplikan pidato Erica Goldson (siswi SMA) pada acara wisuda di Coxsackie-Athens High School, New York, tahun 2010. Erica Goldson adalah wisudawan yang lulus dengan nilai terbaik pada tahun itu. Isi pidatonya sangat menarik dan menurut saya sangat memukau. Namun, setelah saya membacanya, ada rasa keprihatinan yang muncul (nanti saya jelaskan).Cuplikan pidato ini dikutip dari tulisan di blog berikut: http://pohonbodhi.blogspot.com/2010/09/you-are-either-with-me-or-against-me.html

“Saya lulus. Seharusnya saya menganggapnya sebagai sebuah pengalaman yang menyenangkan, terutama karena saya adalah lulusan terbaik di kelas saya. Namun, setelah direnungkan, saya tidak bisa mengatakan kalau saya memang lebih pintar dibandingkan dengan teman-teman saya. Yang bisa saya katakan adalah kalau saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.

Di sini saya berdiri, dan seharusnya bangga bahwa saya telah selesai mengikuti periode indoktrinasi ini. Saya akan pergi musim dingin ini dan menuju tahap berikut yang diharapkan kepada saya, setelah mendapatkan sebuah dokumen kertas yang mensertifikasikan bahwa saya telah sanggup bekerja.

Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya. Sekarang, saya telah berhasil menunjukkan kalau saya adalah budak terpintar. Saya melakukan apa yang disuruh kepadaku secara ekstrim baik. Di saat orang lain duduk melamun di kelas dan kemudian menjadi seniman yang hebat, saya duduk di dalam kelas rajin membuat catatan dan menjadi pengikut ujian yang terhebat.

Saat anak-anak lain masuk ke kelas lupa mengerjakan PR mereka karena asyik membaca hobi-hobi mereka, saya sendiri tidak pernah lalai mengerjakan PR saya. Saat yang lain menciptakan musik dan lirik, saya justru mengambil ekstra SKS, walaupun saya tidak membutuhkan itu. Jadi, saya penasaran, apakah benar saya ingin menjadi lulusan terbaik? Tentu, saya pantas menerimanya, saya telah bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi apa yang akan saya terima nantinya? Saat saya meninggalkan institusi pendidikan, akankah saya menjadi sukses atau saya akan tersesat dalam kehidupan saya?

Saya tidak tahu apa yang saya inginkan dalam hidup ini. Saya tidak memiliki hobi, karena semua mata pelajaran hanyalah sebuah pekerjaan untuk belajar, dan saya lulus dengan nilai terbaik di setiap subjek hanya demi untuk lulus, bukan untuk belajar. Dan jujur saja, sekarang saya mulai ketakutan…….”

Hmmm… setelah membaca pidato wisudawan terbaik tadi, apa kesan anda? Menurut saya pidatonya adalah sebuah ungkapan yang jujur, tetapi menurut saya kejujuran yang “menakutkan”. Menakutkan karena selama sekolah dia hanya mengejar nilai tinggi, tetapi dia meninggalkan kesempatan untuk mengembangkan dirinya dalam bidang lain, seperti hobi, ketrampilan, soft skill, dan lain-lain. Akibatnya, setelah dia lulus dia merasa gamang, merasa takut terjun ke dunia nyata, yaitu masyarakat. Bahkan yang lebih mengenaskan lagi, dia sendiri tidak tahu apa yang dia inginkan di dalam hidup ini.

Saya sering menemukan mahasiswa yang hanya berkutat dengan urusan kuliah semata. Obsesinya adalah memperoleh nilai tinggi untuk semua mata kuliah. Dia tidak tertarik ikut kegiatan kemahasiswaan, baik di himpunan maupun di Unit Kegiatan Mahasiswa. Baginya hanya kuliah, kuliah, dan kuliah. Memang betul dia sangat rajin, selalu mengerjakan PR dan tugas dengan gemilang. Memang akhirnya IPK-nya tinggi, lulus cum-laude pula. Tidak ada yang salah dengan obsesinya mengejar nilai tinggi, sebab semua mahasiswa seharusnya seperti itu, yaitu mengejar nilai terbaik untuk setiap kuliah. Namun, untuk hidup di dunia nyata seorang mahasiswa tidak bisa hanya berbekal nilai kuliah, namun dia juga memerlukan ketrampilan hidup semacam soft skill yang hanya didapatkan dari pengembangan diri dalam bidang non-akademis.

Nah, kalau mahasiswa hanya berat dalam hard skill dan tidak membekali dirinya dengan ketrampilan hidup, bagaimana nanti dia siap menghadapi kehidupan dunia nyata yang memerlukan ketrampilan berkomunikasi, berdiplomasi, hubungan antar personal, dan lain-lain. Menurut saya, ini pulalah yang menjadi kelemahan alumni ITB yang disatu sisi sangat percaya diri dengan keahliannya, namun lemah dalam hubungan antar personal. Itulah makanya saya sering menyemangati dan menyuruh mahasiswa saya ikut kegiatan di Himpunan mahasiswa dan di Unit-Unit Kegiatan, agar mereka tidak menjadi orang yang kaku, namun menjadi orang yang menyenangkan dan disukai oleh lingkungan tempatnya bekerja dan bertempat tinggal. Orang yang terbaik belum tentu menjadi orang tersukses, sukses dalam hidup itu hal yang lain lagi.

Menurut saya, apa yang dirasakan wisudawan terbaik Amerika itu juga merupakan gambaran sistem pendidikan dasar di negara kita. Anak didik hanya ditargetkan mencapai nilai tinggi dalam pelajaran, karena itu sistem kejar nilai tinggi selalu ditekankan oleh guru-guru dan sekolah. Jangan heran lembaga Bimbel tumbuh subur karena murid dan orangtua membutuhkannya agar anak-anak mereka menjadi juara dan terbaik di sekolahnya. Belajar hanya untuk mengejar nilai semata, sementara kreativitas dan soft skill yang penting untuk bekal kehidupan terabaikan. Sistem pendidikan seperti ini membuat anak didik tumbuh menjadi anak “penurut” ketimbang anak kreatif.

Baiklah, pada bagian akhir tulisan ini saya kutipkan teks asli (dalam Bahasa Inggris) Erica Goldson di atas agar kita memahami pidato lengkapnya. Teks asli pidatonya dapat ditemukan di dalam laman web ini: Valedictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech .

Valedictorian Speaks Out Against Schooling in Graduation Speech

by Erica Goldson

Here I stand

There is a story of a young, but earnest Zen student who approached his teacher, and asked the Master, “If I work very hard and diligently, how long will it take for me to find Zen? The Master thought about this, then replied, “Ten years.” The student then said, “But what if I work very, very hard and really apply myself to learn fast – How long then?” Replied the Master, “Well, twenty years.” “But, if I really, really work at it, how long then?” asked the student. “Thirty years,” replied the Master. “But, I do not understand,” said the disappointed student. “At each time that I say I will work harder, you say it will take me longer. Why do you say that?” Replied the Master, “When you have one eye on the goal, you only have one eye on the path.”

This is the dilemma I’ve faced within the American education system. We are so focused on a goal, whether it be passing a test, or graduating as first in the class. However, in this way, we do not really learn. We do whatever it takes to achieve our original objective.

Some of you may be thinking, “Well, if you pass a test, or become valedictorian, didn’t you learn something? Well, yes, you learned something, but not all that you could have. Perhaps, you only learned how to memorize names, places, and dates to later on forget in order to clear your mind for the next test. School is not all that it can be. Right now, it is a place for most people to determine that their goal is to get out as soon as possible.

I am now accomplishing that goal. I am graduating. I should look at this as a positive experience, especially being at the top of my class. However, in retrospect, I cannot say that I am any more intelligent than my peers. I can attest that I am only the best at doing what I am told and working the system. Yet, here I stand, and I am supposed to be proud that I have completed this period of indoctrination. I will leave in the fall to go on to the next phase expected of me, in order to receive a paper document that certifies that I am capable of work. But I contend that I am a human being, a thinker, an adventurer – not a worker. A worker is someone who is trapped within repetition – a slave of the system set up before him. But now, I have successfully shown that I was the best slave. I did what I was told to the extreme. While others sat in class and doodled to later become great artists, I sat in class to take notes and become a great test-taker. While others would come to class without their homework done because they were reading about an interest of theirs, I never missed an assignment. While others were creating music and writing lyrics, I decided to do extra credit, even though I never needed it. So, I wonder, why did I even want this position? Sure, I earned it, but what will come of it? When I leave educational institutionalism, will I be successful or forever lost? I have no clue about what I want to do with my life; I have no interests because I saw every subject of study as work, and I excelled at every subject just for the purpose of excelling, not learning. And quite frankly, now I’m scared.

John Taylor Gatto, a retired school teacher and activist critical of compulsory schooling, asserts, “We could encourage the best qualities of youthfulness – curiosity, adventure, resilience, the capacity for surprising insight simply by being more flexible about time, texts, and tests, by introducing kids into truly competent adults, and by giving each student what autonomy he or she needs in order to take a risk every now and then. But we don’t do that.” Between these cinderblock walls, we are all expected to be the same. We are trained to ace every standardized test, and those who deviate and see light through a different lens are worthless to the scheme of public education, and therefore viewed with contempt.

H. L. Mencken wrote in The American Mercury for April 1924 that the aim of public education is not “to fill the young of the species with knowledge and awaken their intelligence. … Nothing could be further from the truth. The aim … is simply to reduce as many individuals as possible to the same safe level, to breed and train a standardized citizenry, to put down dissent and originality. That is its aim in the United States.”

To illustrate this idea, doesn’t it perturb you to learn about the idea of “critical thinking?” Is there really such a thing as “uncritically thinking?” To think is to process information in order to form an opinion. But if we are not critical when processing this information, are we really thinking? Or are we mindlessly accepting other opinions as truth?

This was happening to me, and if it wasn’t for the rare occurrence of an avant-garde tenth grade English teacher, Donna Bryan, who allowed me to open my mind and ask questions before accepting textbook doctrine, I would have been doomed. I am now enlightened, but my mind still feels disabled. I must retrain myself and constantly remember how insane this ostensibly sane place really is.

And now here I am in a world guided by fear, a world suppressing the uniqueness that lies inside each of us, a world where we can either acquiesce to the inhuman nonsense of corporatism and materialism or insist on change. We are not enlivened by an educational system that clandestinely sets us up for jobs that could be automated, for work that need not be done, for enslavement without fervency for meaningful achievement. We have no choices in life when money is our motivational force. Our motivational force ought to be passion, but this is lost from the moment we step into a system that trains us, rather than inspires us.

We are more than robotic bookshelves, conditioned to blurt out facts we were taught in school. We are all very special, every human on this planet is so special, so aren’t we all deserving of something better, of using our minds for innovation, rather than memorization, for creativity, rather than futile activity, for rumination rather than stagnation? We are not here to get a degree, to then get a job, so we can consume industry-approved placation after placation. There is more, and more still.

The saddest part is that the majority of students don’t have the opportunity to reflect as I did. The majority of students are put through the same brainwashing techniques in order to create a complacent labor force working in the interests of large corporations and secretive government, and worst of all, they are completely unaware of it. I will never be able to turn back these 18 years. I can’t run away to another country with an education system meant to enlighten rather than condition. This part of my life is over, and I want to make sure that no other child will have his or her potential suppressed by powers meant to exploit and control. We are human beings. We are thinkers, dreamers, explorers, artists, writers, engineers. We are anything we want to be – but only if we have an educational system that supports us rather than holds us down. A tree can grow, but only if its roots are given a healthy foundation.

For those of you out there that must continue to sit in desks and yield to the authoritarian ideologies of instructors, do not be disheartened. You still have the opportunity to stand up, ask questions, be critical, and create your own perspective. Demand a setting that will provide you with intellectual capabilities that allow you to expand your mind instead of directing it. Demand that you be interested in class. Demand that the excuse, “You have to learn this for the test” is not good enough for you. Education is an excellent tool, if used properly, but focus more on learning rather than getting good grades.

For those of you that work within the system that I am condemning, I do not mean to insult; I intend to motivate. You have the power to change the incompetencies of this system. I know that you did not become a teacher or administrator to see your students bored. You cannot accept the authority of the governing bodies that tell you what to teach, how to teach it, and that you will be punished if you do not comply. Our potential is at stake.

For those of you that are now leaving this establishment, I say, do not forget what went on in these classrooms. Do not abandon those that come after you. We are the new future and we are not going to let tradition stand. We will break down the walls of corruption to let a garden of knowledge grow throughout America. Once educated properly, we will have the power to do anything, and best of all, we will only use that power for good, for we will be cultivated and wise. We will not accept anything at face value. We will ask questions, and we will demand truth.

So, here I stand. I am not standing here as valedictorian by myself. I was molded by my environment, by all of my peers who are sitting here watching me. I couldn’t have accomplished this without all of you. It was all of you who truly made me the person I am today. It was all of you who were my competition, yet my backbone. In that way, we are all valedictorians.

I am now supposed to say farewell to this institution, those who maintain it, and those who stand with me and behind me, but I hope this farewell is more of a “see you later” when we are all working together to rear a pedagogic movement. But first, let’s go get those pieces of paper that tell us that we’re smart enough to do so!

~~~~~~~~~~

Pidato Erica tersebut juga dimuat di blog America dan mendapat tanggapan luas oleh publik di sana. Silakan baca di sini: http://americaviaerica.blogspot.com/2010/07/coxsackie-athens-valedictorian-speech.html

Kalau ingin melihat video pidato Erica di Youtube, klik ini:

atau masuk pada pranala berikut: http://www.youtube.com/watch?v=9M4tdMsg3ts&feature=player_embedded#!

Pos ini dipublikasikan di Pendidikan. Tandai permalink.

571 Balasan ke Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan”

  1. dot berkata:

    ya inilah yang disebut dengan indoktrinisasi “robot yang terlatih” untuk consuming capitalism, sayangnya indonesia pun sudah menganut sistim pendidikan amerika ini. dan saya sedikit kaget ketika wisudawan ini terjadi di amerika, karena saya begitu bodohnya,(karena saya belum pernah ke amerika) jadi saya berpikir, amerika mempunyai sistim pendidikan yang terbaik, ternyata wisudawan terbaik mereka pun “aggainst” them. dan saya pun terkejut dengan bung rinaldimunir yang berada di ITB pun juga mengungapkan hal yang sama. karena saya lulusan univ swasta (impian saya untuk kuliah di ITB atau di Univ besar di luar negeri). sistim pendidikan kita tidak menerapkan pengembangan ilmu sosial atau EQ, dan hanya mengejar IQ saja. dan itulah yang disebut keberhasilan dalam mencapai ” robot yang terlatih”. dan quote terakhir erica goldson “But first, let’s go get those pieces of paper that tell us that we’re smart enough to do so! ” itu hanya ” 1 dari seluruh kata-kata terbaiknya dari pidatonya”,
    dia menunjukkan sistim manusia nya didalam kungkungan sistim yang mengukungnya.
    and it happen to all of us.

    • Black Pheonix berkata:

      Seandai nya itu terjadi di jepang mungkin kamu berpikir sistem pendidikan di jepang nya yg masalah, bagai mana jika terjadi di cina, belanda, jerman, apa karna sistemnya juga ?
      Bukan pada sistemnya, tapi pola pikir pribadinya yang berpendapat bahwa nilai adalah segalanya. Dan sayang nya masyarakat indonesia masi memiliki pemahaman yang seperti ini juga. Bahwa nilai dan pendidikan proritas dan sebagai adu gensi antar sesamanya, setidaknya antar tetangganya..

      • Afa berkata:

        setuju atas komentar atas ane, pola pikir yang membentuk pribadi-pribadi yang berbeda

      • finadamayanthi berkata:

        Dan mind set seperti itu adalah ciri khas bangsa kita… Kalo gak punya ijazah, bukan siapa-siapa. Terlalu melihat value yangs eringkali nipu ketimbang pertimbangan skill. What a pity 😦

      • Imam Jay berkata:

        Menurut Saya, Anak-anak sudah punya cita2 tuk berkreasi sendiri dengan softskillna….
        dimana mereka pasti suka atau hobi dalam mengerjakan sesuatu…
        tapi karena “larangan” orang tua, jadinya yah anak2 mau tak mau jd “penurut” dalam hal ini…. (karena bagaiamanpun juga, tak mematuhi perintah orangtua bisa berakibat karma)
        shg softskillna diabaikan duluan… mgk nanti pas d akhir2, anak2 tsb akan bisa menemukan softskillna….

      • Nororo Bororo berkata:

        anak lulusan sekolah rakyat (SD) aja mempunyai 1000 karyawan, masa kalian yang lulusan sarjana malah jadi karyawan …hhe

      • fariz budiman berkata:

        lu salah bro bukan pola pikirnya
        tapi itu sistem nya
        sekarang liat aj dari sd sampe sma , kriteria penerimaan murid berdasarkan nilai tertinggi
        begitupun dengan ujian kelulusannya
        skrng coba lu pikir bro , ok gw mau jadi individu yg ga berpola pikir seperti itu , lalu ap yg harus gw lakukan ?
        ujung2nya belajar juga kan , ikut sistem , sama seperti mahasiswa terbaik lulusan amerika tersebut
        she against it , but she do it , coz its the only way to pass it

      • Kucluk berkata:

        Ngga juga sih. Pola pikir seperti ini (yang mengagungkan nilai akademis) kan hasil dari bentukan sistem. Coba lihat sistem pendidikan di Finland. Mereka tidak ada kurikulum ketat seperti kita. Tidak ada tes masuk yang berbasis nilai. Dan mereka menyiapkan sekolah agar murid bisa mengeksplorasi bakatnya masing-masing. Dan jadinya? Hanya dalam waktu singkat, mereka yang tadinya tertinggal di dunia pendidikan, sekarang jauh di depan meninggalkan Indonesia di belakang. Jadi yah tetep, sistem lah yang membentuk karakter karena kalau ga nurut ama sistem, pasti ditendang. Akhirnya ya nurut, karena nurut, jadilah pola pikir hasil cetakan sistem.

      • Kucluk berkata:

        Mahal? Memang. Tapi kalau negara mau serius, harusnya bisa dijalankan. Berapa total anggaran pendidikan di Indonesia? Menurut Direktur Eksekutif Kemitraan Wicaksono Saroso (ketika menganalisa Indonesia Governance Index/IGI), tidak ada satupun propinsi yang mengalokasikan anggaran pendidikan mencapai 20% seperti yang diatur dalam konstitusi. Yang terbesar hanya 14%. Coba tebak yang terkecil berapa? 1%.

        selengkapnya dapat dibaca di sini: http://nasional.kompas.com/read/2013/09/02/1613218/IGI.Pendidikan.Bukan.Prioritas.di.Indonesia

        Bandingkan dengan Finland. Di sana, sistem pendidikan dapat dilaksanakan tanpa menggunakan nilai akademis sebagai tolok ukur lulus-tidaknya siswa. Sekolah disiapkan sedemikian rupa untuk mengakomodasi minat dan bakat siswa sehingga semua bisa mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin tanpa harus dikekang dengan nilai. Dan hasilnya, hanya dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, Finland bisa ngebut menyalip dan meninggalkan Indonesia dalam bidang pendidikan.

        Jadi permasalahannya bukan di mahalnya, tapi di kemauan penguasa untuk mengubah sistemnya. Masalah keterbatasan alat peraga dapat diminimalisasi dengan alat-alat sederhana namun cukup untuk memberi pemahaman kepada siswa.

      • Kucluk berkata:

        Wah … kok salah reply, yah? (-_-)a

      • Dink Sasak berkata:

        Ayo kita resapi makna yang ada….

      • anonymouse berkata:

        untuk Indonesia sendiri, mungkin adakalanya para pelajar merasakan hal itu.,.,
        tp menurut saya, Masyarakat Indonesia lebih Unggul dalam hubungan antar manusia, lebih bisa menyesuaikan diri dari sesama (meskipun juga mudah saling bermusuhan).,.,
        Indonesia sendiri lebih suka menjadi cerdas (mencari yg simple) darpada pintar (berfikir sendiri).,.,
        saya kira terbatasnya kreativitas di Indonesia di karenakan kurang Kemandiriannya dalam memutuskan sesuatu (terlalu banyak berfikir atau menunggu giliran kedua).,.,

      • Nilai, grade, atau IPK pada dasarnya di Indonesia masih standar dari 2.75 – 3.0 yg masih bs dikejar oleh mahasiswa walaupun harus mengikuti kegiatan di luar perkuliahan (spt Senat, extra, kerja sampingan, karena saya pribadi jg spt itu lulus dengan 3.1). Tp yg disesalkan adalah bagaimana mahasiswa terutama siswa yg baru tamat SMU (High School) yg tidak bs beradaptasi dengan kehidupan perkuliahan. Banyak dari yg melamar pekerjaan yg saya interview saya tanyakan “Anda menguasai ini? itu?”, rata-rata semua menjawab “Itu tidak pernah saya terima di pelajaran kuliah”. Kuliah tidak lagi spt SMU, dimana murid/pelajar “hanya” menerima apa yg diajarkan oleh pengajar. Mahasiswa harus aktif mencari, bereksperimen dari apa yg diterima di kuliahnya, aktif terjun menjadi asisten lab sehingga mendapatkan akses penggunaan lab, bereksperimen, mengasah kemampuan/skill nya, bukan hanya duduk didalam kelas, mencatat apa yg dijelaskan dosennya.
        Ambil contoh perkuliahan di Indonesia taraf S1 (Bachelor) reguler, kuliah dimulai dari jam 9 pagi sampai 1 siang. Lalu setelah jam 1 siang apa yg anda lakukan? Nongkrong di mall? jalan-jalan? tidur siang spt anak-anak SMU? Harusnya pola pikir spt itu yg dirubah mengingat dunia bekerja tidak spt itu, dunia bekerja aktif 8 jam, jadi dari jam 9 pagi sampai 5 sore, pergunakanlah waktu dari jam 2 hingga 5 sore tsb mengasah skill anda, entah anda bereksperimen di lab kampus (jika asisten lab), atau mencoba mencari pekerjaan sampingan yg sesuai dengan bidang anda (ambil IT/Programming, banyak yg bs dihasilkan, jual web, dan sejenisnya).

      • Sistem di indonesia dan pola pikir masyarakat indonesia klop dalam mengagungkan gengsi. Negara toh juga mengejar angka literasi/ketercapaian pendidikan atau apalah namanya. Jika angka ini di bawah standar internasional, negara malu. Karena itulah, dikejarlah angka ini. Dan sebatas angka saja. Budak yang bekerja keras untuk mengejar angka ini adalah para guru dan siswa.
        Masyarakat lebih menghargai secarik kertas di mana nilai-nilai tertera alih-alih menghargai kompetensi sesungguhnya. Kadang ini terjadi dalam skala yang sangat konyol. Di desa saya, ada orang marah2 jika gelar magisternya tidak ditulis dalam undangan kenduri.
        Ayo berantas penyakit gengsi.

    • Kubistra berkata:

      Sistem pendidikan Amerika – harus diakui salah satu yang terbaik. Kita tertinggal jauh dari sistem pendidikan mereka. Tapi yang jadi perkara adalah – ini tetaplah sebuah ‘sistem’. Mereka sungguh-sungguh berhasil menciptakan ‘manusia sistem yang TERBAIK’. Walaupun begitu, orang-orang seperti Steve Jobs, William Gates, Stephen Spielberg, dll -orang-orang kreatif yang ‘break-free’ dari sistem, keluar menjadi PENCIPTA SISTEM. Pendidikan yang terbaik itu, menurut saya, bukan berasal dari sistem yang disusun oleh manusia. Itu yang kita sebut indoktrinasi – kita akan mengajarkan apa yang kita INGIN anak-anak didik kita melakukan apa yang kita lakukan dengan lebih baik. Sekedar memindahkan perintah, seperti megunduh query di komputer. Tapi apa yang mau dikata; sistem memanglah diciptakan untuk mengakomodir sebanyak mungkin orang. Saya tidak dapat bayangkan seberapa mahalnya sekolah yang murni mengakomodasi semua interest anak didiknya – ini mustahil untuk dilakukan dalam sebuah ‘sistem’. Saya ingat Andrew Carnegie pernah berkata sia-sia kita meratapi atau mengubah apa yang sudah ditetaskan oleh peradaban jaman – semisal sistem pendidikan ini. Saya rasa yang perlu ditekankan kepada pendidik, orangtua, hingga para murid adalah: jadilah diri sendiri, eksplorasi diri secara maksimal, dan jadi yang TERBAIK dalam apapun yang telah dipilih untuk dilakukan.

      • dot berkata:

        ya memang benar bung.. mungkin ilustrasi yang paling tepat untuk menggambarkan ini ada di thread bung rinaldi munir selanjutnya di https://rinaldimunir.wordpress.com/2013/04/09/seperti-inikah-sistem-pendidikan-kita/
        ilustrasi gambar tersebut sangat tepat menggambarkan situasi pendidikan kita.

      • dudy berkata:

        amerika tidak mempunyai system pendidikan terbaik. saya tidak tahu mana yg terbaik. tapi amerika jelas2 bukan yg terbaik. Coba anda tonton film : waiting for superman. Sekelumit cerita nyata ttg system pendidikan amerika.

        sayangnya, sistem pendidikan kita lebih parah dari amerika. Sistem kita masih banyak ditumpangin proyek2 yg dipake obyekan oleh oknum2 pendidikan kita. Sehingga para decision makernya jg lebih sibuk mikirin proyek, daripada grand plan utk pendidikan bangsa ini.

        dan saya kurang setuju bahwa tanggung jawab jeleknya pendidikan kita adalah karena pola pikir masyarakat indonesia. Masyarakat luas berpikir seperti begitu (jelek) justru karena systemnya membuat mereka berpikir seperti begitu. pola pikir/attitude suatu bangsa itu ngga bisa berubah arah dengan sendirinya. Gak bisa dibiarkan dan diharapkan untuk berubah ke yang lebih baik. Ini adalah tanggung jawab pemerintah untuk merubah attitude bangsa itu.

      • Kucluk berkata:

        Mahal? Memang. Tapi kalau negara mau serius, harusnya bisa dijalankan. Berapa total anggaran pendidikan di Indonesia? Menurut Direktur Eksekutif Kemitraan Wicaksono Saroso (ketika menganalisa Indonesia Governance Index/IGI), tidak ada satupun propinsi yang mengalokasikan anggaran pendidikan mencapai 20% seperti yang diatur dalam konstitusi. Yang terbesar hanya 14%. Coba tebak yang terkecil berapa? 1%.

        selengkapnya dapat dibaca di sini: http://nasional.kompas.com/read/2013/09/02/1613218/IGI.Pendidikan.Bukan.Prioritas.di.Indonesia

        Bandingkan dengan Finland. Di sana, sistem pendidikan dapat dilaksanakan tanpa menggunakan nilai akademis sebagai tolok ukur lulus-tidaknya siswa. Sekolah disiapkan sedemikian rupa untuk mengakomodasi minat dan bakat siswa sehingga semua bisa mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin tanpa harus dikekang dengan nilai. Dan hasilnya, hanya dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun, Finland bisa ngebut menyalip dan meninggalkan Indonesia dalam bidang pendidikan.

        Jadi permasalahannya bukan di mahalnya, tapi di kemauan penguasa untuk mengubah sistemnya. Masalah keterbatasan alat peraga dapat diminimalisasi dengan alat-alat sederhana namun cukup untuk memberi pemahaman kepada siswa.

        *maaf copas komen saya sendiri di atas. Seharusnya ditujukan untuk me-reply komen ini 🙂

    • ardianabi berkata:

      FYI negara dengan sistem pendidikan terbaik bukan USA tapi Finland.

    • puspitt berkata:

      iya, nilai memang bukan segala-galanya…
      ilmu yg penting…
      Tapi, klo kita nilainya kurang, kadang kita jadi terhambat untuk merncapai apa yg kita butuhkan..
      Misalnya, untuk mendapat beasiswa, syaratnya, IPK tertentu…
      Padahal, kalau nilai bukan segalanya, seharuanya tidak seperti itu, tidak anak yang IPK nya tinggi saja yg boleh dapat beasiswa.
      Akibatnya, anak yg belajar (benar2 belajar ilmunya, tapi mungkin karena suatu sebab ipk nya tidak setinggi temannya yang nilai / IPK nya lebih tinggi,,padahal si anak yg ipk nya tinggi ini belum tentu ilmunya lebih dari pada si anak yang ipk nya gk terlalu tinggi)
      Akibatnya sistem nilai yang tidak berpihak, hanya memberikan beasiswa pada anak yg IPK nya tinggi tadi, dan si anak yg IPK nya kurang, terpaksa harus berhenti belajar karena tak memperoleh beasiswa tadi.

      Begitulah, kalau kadang kita ingin bilang, nilai itu tidak penting, tapi ternyata kenyataannya nilai itu masih sangat penting.

      • ria jbt berkata:

        Benar bangat, dan rata-rata pendidikan menilai dari tingginya IPK untuk memberikan beasiswa. sangat tidak setuju dengan hal ini. seharusnya, sebelum memberikan beasiswa kpd seseorang individu, ada baiknya disurvey dahulu keseharian anak dalam bidang akademik. karena, kalo hanya nilai IPK, bisa saja nilai tersebut diperoleh dengan mencontek.

      • rizki berkata:

        Saya sependapat dengan komentar Anda.
        Sekarang dimana-mana patokannya nilai, entah itu nilai raport, IPK, dsb.
        Memang sih nilai akademik bisa jadi filter mana pelajar yang berprestasi mana yang tidak.
        tapi juga harus dilihat dari sisi yang lain, misalnya dari sisi kepribadian, etika, akhlak, keorganisasian dsb.
        Karena bagi saya sekedar nilai akademis saja masih kurang dalam menentukan apakah seseorang layak mendapat beasiswa, dsb atau tidak.

        CMIIW

      • Rian R. berkata:

        Benar sekali, sistemnya begiru simple tapi rumit untuk dijalankan, hanya dengan kalimat “nilai bukan segalanya” tapi realisasinya susah. sekarang nasib mhs dg IPK dibawah 3 tapi dengan segudang pengalaman dan kegiatan tetap saja sulit untuk lolos tahap administrasi saat mendaftar kerja. itu true dialami beberapa kawan sy hehehe. rule is a rule -_-

      • Aaron Adrian berkata:

        betul! nilai bukan segalanya, tapi dalam kenyataannya orang tua selalu membandingkan nilai anaknya dengan nilai anak lain yang lebih tinggi.
        jujur, isi pidato ini pernah mau g ungkap kan pd saat pidato wisudawan g di UI, begitulah realita yang ada. IPK g 4,0 tapi dalam kehidupan nyata g kalah dengan teman yang hanya ber IPK 2,9 yang selama kuliah kerjaannya hanya nyontek melulu. pengalaman bagi yang lain, mending nilai pas-pas-an tapi bergaul dengan high class dapat lebih maju, dari pada nilai tinggi yang sok idealis seperti saya sok baik hati, sok menolong dalam kehidupan nyata semua itu tidak ada artinya! ini kenyataan bukan isapan jempol, dimana nilai-nilai toleransi, nilai kebaikan jaman kini sudah luntur. bekerja & berkarya dengan baik belum tentu cukup, kata jujur? hanya di khayalan, loyal? hanya di khayalan. mending seperti teman-teman yang lain, perusahaan mau bangkrut, “mau ngapain g nyelamatin tuh perusahaan? toh kalau sudah maju lagi juga g akan ditendang keluar, pekerja tetaplah hanya pekerja, tidak lebih dari itu!” hal ini g sadari setelah g buka usaha sendiri dengan berlaku tidak seperti pemilik usaha yang lain.
        pengalaman buat para orang tua juga bagi pendidik, masa depan seseorang bukan ditentukan dari nilai selama pendidikan, g lebih setuju dengan pelajaran …. ulangan ==> how to solve the problem.
        g udah bosan jadi juara olympiade mat-fis, g juga bosan masuk sekolah top dengan mudah, mending seeprti teman g yang masuk sekolah dengan susah, tapi dalam hidup nyata semuanya serba gampang.

    • Zetsu De Hyuga berkata:

      wew mengezutkan 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀 😀
      Live Streaming Detective Conan
      http://daichitv.blogspot.com/2013/04/watch-live-detective-conan-movies.html

    • aryaphena berkata:

      bisa saja dia berpidato akan hal tersebut, lantaran tujuannya sebagai sindiran halus terhadap institusi dan kenyataan yang ada di kampusnya…
      justru terkadang seseorang yang dapat berpidato seperti itu adalah orang yang hebat, mengapa? karena dia sendiri yang merasakan dan menyadari bahwa selama ini yang dilakukannya cuma mengejar nilai,
      namun jangan salah sangka, tentunya dia tidak sembarangan dong? tentunya dia sudah banting setir untuk mendapatkan solusinya dong?
      dari pidato tersebut, juga mengandung persuasif yang tersirat kepada kita yang sebagai mahasiswa, jangan menjadi kupu-kupu (kuliah-pulang)

    • williette berkata:

      Beberapa kali saya baca tulisan ini, dan tetap menginspirasi sampai hari ini. Sebelumnya saya mohon ijin pinjem linknya buat di copast dan menjadi bahan pustaka thread saya di kaskus. hehe.

    • anny berkata:

      setuju dgn “dot”, generasi sekarang terlalu naif hanya memikirkan IQ tanpa diiringi EQ,, sampai-sampai melegalkan segala cara. maka tak jarang pula seseorang yg seperti itu mengalami kemunduran dalam bersosialisasi, dan menjadikan lemehnya tonggak semangat nasionalisme, mungkin sistem pendidikan di tanah air perlu diatur ulang.

  2. Iqbal Putra berkata:

    Sebenarnya kembali kepada orang itu sendiri, untuk apa dia berusaha mendapat nilai terbaik. Saya sendiri hanya melakukan hal2 yg bagi saya menarik. Adapun ketidakaktifan saya di Himpunan ato unit2 kemahasiswaan dulu murni disebabkan ketidaktertarikan pribadi dengan kegiatannya. Saya suka olahraga, tapi saya tidak tertarik untuk latihan karna memang tidak berniat menjadi olahragawan termahir. Jadi, kembali pada orang itu sendiri, apa tujuan dari rutinitas yang dilakukannya?

  3. ARief berkata:

    Saya mengenal seorang aktivis kampus dan mantan kahim salah satu himpunan di ITB, di mana dia lulus dengan nilai cum laude. Bukannya emang tujuan himpunan jurusan itu untuk membantu memperdalam bidang ilmu (jurusan) yang sedang dijalani ya? Itu lah yang didapatkan oleh orang yang benar-benar aktif di himpunan jurusannya (dan dengan niat yang benar pastinya).

    • finadamayanthi berkata:

      Bener sih, tapi yang diinginkan negeri kita adalah lulusan terbaiknya langsung terjun dan mengabdi ke masyarakat, serta membangun negeri ini… Memperdalam ilmu itu luar biasa, lebih keren lagi kalo diterapkan untuk membangun bangsa #kasihjempol

    • anny berkata:

      seharusnya seperti itu, itulah bentuk nyata yg benar dari seorang mahasiswa, dimna ia membarengi ipknya dengan bentuk organisasi, sejalan dengan tujuan organisasinya, ia mendpat pengalaman, ipk menunjang ilmu/pengetahuannya, tapi skrg tidak terlalu banyak mahasiswa yg demikian. (disayangkan)

  4. ARief berkata:

    Saya mengenal seorang aktivis kampus dan mantan kahim salah satu himpunan di ITB, di mana dia lulus dengan nilai cum laude. Bukannya emang tujuan himpunan jurusan itu untuk membantu memperdalam bidang ilmu (jurusan) yang sedang dijalani ya? Itu lah yang didapatkan oleh orang yang benar-benar aktif di himpunan jurusannya (dan dengan niat yang benar pastinya).

  5. None berkata:

    Siapa dari anda yang bisa menjamin masa depan seseorang? Apakah anda bisa menjamin apabila seorang mahasiswa/i sudah aktif di Himpunan atau Unit Kegiatan Mahasiswa, maka dia akan bisa lebih baik? Mengapa anda langsung memandang bahwa semua Himpunan dan UKM itu sudah baik? Yakin kah anda bahwa UKM atau Himpunan itu sudah pasti bisa mengiring langkah anda menuju kesuksesan? Salah diri kita sendiri apabila kita aktif dimana-mana, dan kegiatan non akademic kita sangat lancar, namun dibidang akademic kita tidak begitu lancar(pas-pasan). Berarti kita belum mampu menyeimbangkan nya. Pidato itu sangat mengena kepada saya, dimana saya adalah orang yang di academic pas-pasan, namun non academic saya merasa begitu aktif. Tapi tidak seorang pun dari anda yang bisa menjamin saya kalau nanti saya pasti bahagia dalam hidup ini. Intinya/saran dari saya adalah syukuri lah segala apa yang kita bsia dapatkan dan kerjakan. Mari berusaha memberi hasil maksimal dari proses-proses yang diberikan kepada kita. CMIIW 🙂

    • Tri priyatmo berkata:

      mantab… setuju banget…

    • zain berkata:

      sangat setuju dengan anda, . .. . . , apapun yg kita miliki sekarang ada baiknya kita syukuri, kita tidak harus ikut opini masyarakat scr. umum ttg mana yg lebih baik, apakah aktif di HIMA ataukah akademik, yg penting adalah bagaimana cara kita menggunakan “ilmu” atau “skill” yang telah kita dapatkan secara benar,
      sekali lagi, semuanya kembali pada diri kita sendiri, bagaimana cara kita untuk menentukan arah kemana kita akan menuju .. . 🙂

  6. @endahya berkata:

    Reblogged this on CaraKata and commented:
    a lesson of life…

  7. lurusagil berkata:

    Reblogged this on Lurus Agil Basuki and commented:
    reblogged

  8. aditya berkata:

    hhhzhzhzhhzhhahahaha

  9. iraajummah berkata:

    Reblogged this on Dance With Live and commented:
    Tolak ukur kecerdasan seseorang selalu di lihat pada kemampuan akademisnya. inilah sistem pendidikan di negara kita, mungkin juga di negara2 lainn..

  10. mp berkata:

    kejujurannya adalah kelebihannya. caranya berpidato dan menungkapkan yg dipikirkannya adalah kelebihannya. ketekunannya juga adl kelebihannya. ngga mudah mencapai itu toh.. she’ll be great if she want. ketakutannya (kejujurannya) memberi banyak orang pemahaman bahwa hidup tak hanya sekadar sepasang tanda kutip ataupun tanda seru

  11. rosanna satya dewi berkata:

    Setuju banget..

  12. Aeros berkata:

    Reblogged this on fawwaz's blogs and commented:
    Wisuda #2

  13. mp berkata:

    like the ending statement so much. “gambaran sistem pendidikan dasar di negara kita”. susahnya adalah ini sudah menjadi culture bangsa. bagaimana ngerubahnya ga boleh cengeng ke pemerintah, sebagai societies yg cerdas mesti bisa bantu walau hanya di sekitar. penumbuhan kesadaran adl yg utama

  14. Solochanger berkata:

    wow, menggugah naluri sekali pidatonya 🙂

  15. andrie berkata:

    Non Scholae Sed Vitae Discimus

  16. akubulankelima berkata:

    Reblogged this on Bismillah, Aku Bisa! and commented:
    dan saya adalah sebagian kecil dari mereka, mereka yang belajar hanya untuk mendapatkan nilai, untuk berbangga-bangga mendapatkan IPK tertinggi.
    Saya lupa bahwa esensi belajar adalah mendapatkan ilmu yang kemudian muara dari semuanya adalah mengejawantahkannya dalam aplikasi nyata.
    Tidak heran, saya yang sudah lulus s1 ini masih gamang. Bahkan dengan pelajaran pendidikan profesi ini, seharusnya ini adalah bentuk pengulangan (recall) saja. sedikit pengembangan dari pelajaran yang sudah didapatkan.
    Tapi bagiku?
    semuanya menjadi tampak baru. belum pernah saya pelajari sebelumnya (efek tutorial -> woy lu ngapain aja s1?)
    Semangat!!!!!!

    • Hana Nuraini berkata:

      waah apa yang anda rasakan saat ini saya rasakan juga loh, hehe.. setelah lulus S1 malah merasa gamang… rasanya malu kalo ingat ilmu yang saya pelajari itu banyak, nilai saya di kuliahan bagus, tetapi saya belum tentu mampu mengaplikasikannya dalam praktek… mungkin saya ini baru punya kompetensi akademik saja, belum memiliki kompetensi intelektual dan profesional…

  17. Iwan Yuliyanto berkata:

    Nice reflection… untuk pelajaran kehidupan.
    Semua berpulang kepada visi dan misi pribadi dalam hidup ini.

    Ijin share di kolom komentar ya, mas Rinaldi, terimakasih.

  18. renarain berkata:

    setuju banget bapak, setelah lulus kuliah kita seakan baru dilahirkan, ada sebagian yang bisa bekerja sesuai bidang ilmu yang telah dipelajarinya dan berhasil, tapi ada pula yang bekerja di bidang lain yang sama sekali beda dengan teori perkuliahan dan dia lebih berhasil, yang penting adalah tetap semangat dan terus belajar 🙂
    salam

  19. Iman Budi Santoso berkata:

    Saya senang sekali pada pembicaraan ini, karena ada beberapa aspek di dalamnya yang sesuai dengan pengalaman saya.
    Sekolah, pekerjaan, hobby, dan beberapa hal lain dalam kehidupan kita, hubungannya tidak sesederhana anggapan beberapa orang yang sudah menanggapi tulisan di blog ini. Banyak orang yang salah menentukan bidang pendidikan dan pekerjaannya karena alasan tertentu, dan mungkin perlu bantuan untuk menemukan hal-hal yang menjadi tujuan hidupnya. Just my 2 cents.

  20. renarain berkata:

    Reblogged this on Renarain's Blog and commented:
    setuju banget bapak, setelah lulus kuliah kita seakan baru dilahirkan, ada sebagian yang bisa bekerja sesuai bidang ilmu yang telah dipelajarinya dan berhasil, tapi ada pula yang bekerja di bidang lain yang sama sekali beda dengan teori perkuliahan dan dia lebih berhasil, yang penting adalah tetap semangat dan terus belajar 🙂
    salam

  21. mila eka kurniawati berkata:

    yaa begitulah memang rata2 semua pelajar dan mahasiswa yang ada di negara kita khususnya sekarang ini, saya adalah seorang ibu dengan dua orang anak yg duduk di sekolah dasar, di sisi lain hati nurani saya begitu sedihnya kala tiap hari harus menekan ” marah – marah ” istilah kedua buah hati saya kala melihat mereka tidak mau belajar dengan rajin dan mendapatkan nilai dibawah standart dan kadang jarang mengapresiasi kala mereka selalu sholat tepat waktu dan tak pernah bolong – bolong serta buang sampah pada tempatnya.
    Yang notabene sebenarnya saya tau dalam kehidupan kelaknya yang meraka butuhkan bukan hanya nilai terbaik tapi juga karakter building yang kuat, soft skill serta kehidupan sosial, tapi apakah mungkin dengan sistem yang ada di negara kita bisa menghargai selain Nilai Bagus, dimana anak yang pintar adalah anak yang di sekolahnya selalu juara kelas.
    dengan sistem yang ada sekarang ini pendidikan kita hanya akan menghasilkan “orang pintar tapi bukan orang baik” tapi memang kita tidak boleh terkungkung dan hanya menyalahkan sistem yang ada tanpa berbuat apa – apa. Semangaaaat ……..

    • Tanti yang prihatin berkata:

      Saya juga merasakan hal yg sama. Waktu anak sulung saya kelas 4, saya memutuskan utk mendidik dia di rumah saja (home schooling), krn frustasi melihat pelajaran di sekolahnya yg melanjutkan sistem ‘indoktrinasi’ spt jaman saya dulu, dan meniadakan esensi pendidikan itu sendiri. Kalau orang2 menanyakan, kurikulum apa yg dipakai, saya hanya bisa menjawab bahwa yg saya berikan adalah pendidikan ‘akal sehat’.

      Karena keadaan, sejak SMP sampai SMA sekarang, dia kembali ke sekolah ‘normal’. Saya katakan padanya, karena memutuskan kembali ke sistem, ‘terpaksa’ harus menuruti apa yang sistem itu mau, spt nilai2 yang baik spy nantinya dia bisa kuliah di tempat terbaik, dst, dst. Tetapi di rumah, saya berusaha memberikan pendidikan & pemikiran alternatif, spy nantinya dia tidak terjebak menjadi ‘budak terpintar’ ataupun ‘robot yang terlatih’. Memang cukup sulit juga, krn tarikan guru2 dan teman2 sekelas yg seringnya lebih kuat dari ibu di rumah.

      Saya juga melihat bahwa sesudah lulus sekolah, orang2 itu akan berhenti berpikir dan belajar, karena semua sudah disediakan oleh sistem & lingkungan. Pekerja di kantor akan menuruti perintah atasan. Mereka yang tidak bekerja tinggal mengikuti tuntutan kelompok sekitarnya atau apa yg dikatakan media saja. Uang menjadi motivasi utama untuk bersekolah. Hal itu yg menurut saya sangat sangat berbahaya. Sekarang kita sedang bersama-sama, cepat atau lambat, menghancurkan peradaban manusia dengan penyeragaman cara berpikir dan bertindak.

  22. quthubm berkata:

    Reblogged this on Quthub Post.

  23. Harriman Saragih berkata:

    Reblogged this on harrimansaragih and commented:
    Jujur sekali dan memang agak miris sepertinya…

  24. muralobster berkata:

    Pidato wisudawan yang mengesankan.
    Mahasiswa ya? heemm
    Menurut Saya sih tidak ada masalah fokus di akademik, fokus di kegiatan kemahasiswaan, ataupun memenej antar keduanya. Selagi mahasiswa tersebut memiliki tujuan yang jelas terhadap hidup dan kehidupannya.

  25. okeyzz berkata:

    Reblogged this on I'm 'me' when you know it and commented:
    That’s exactly what I think when I graduate High School. What will I be? Beacuse I sure you I don’t know the hell what I wanted. I still am now T.T

  26. iwan berkata:

    bayangkan seandainya dia terobsesi dengan uang,harta,dan kekuasaan…..

  27. Arya Bisma berkata:

    dari ketakutan itu akan muncul keberanian untuk bangkit meninggalkan rasa takut dan memulai sejarah baru. tapi itu semua sangat bergantung pada mentalitas seseorang.

  28. Ping balik: baca dan (benar-benar lah) renungi setiap langkah kita | Tempatku berbagi..

  29. JR Siregar berkata:

    That’s really often happen in our life recently. We hope all of school and institution of education in our country will respond it soon!

  30. fyram berkata:

    Reblogged this on Penulis Distorsi and commented:
    Sangat disarankan untuk setiap pelajar!

  31. firman berkata:

    menurut saya memang salah satu solusinya adalah kembali pada diri sendiri, sadari esensi kuliah ini apa,ilmu itu apa,aplikasinya bagaimana,filosofi tiap ilmu dalam hidup itu kaya gimana,tentukan mau fokus danberkontribusi di bidang ilmu apa dan manfaat apa yg akan diberikan pada masyarakat.
    namun saya rasa tidak sedikit mahasiswa di indonesia yang mengalami masalah seperti yg diungkapkan pada cerita di atas,nah jumlah yg tidak sedikit ini membuat saya berpikir apakah memang sistemnya yg membuat kebanyakan mahasiswa seperti itu atau memang kembali pada pribadi masing2,nah tentunya ini memang menjadi “PR” besar bagi kita semua untuk mengetahui sebab2 nya

  32. alhakiki berkata:

    Nice speech. Semua memang benar kembali ke pribadi masing-masing. Toh, ada juga yang nilainya dapat A, tetapi di kelas lanjutan kuliah itu, tak sedikit mahasiswa yang menganggap ilmu baru (Again: wooooy kemana aja semester lalu). Yups, nilai tak tentu berkolerasi dengan kemampuan. Begitu pula, orang yang aktif di himpunan atau unit belum tentu pula bisa memahami bagaimana mengerti orang lain dan bersosialisasi dengan baik. Banyak pula mahasiswa ITB yang aktif di organisasi hanya sebagai status (tampak keren menjabat ini itu). Ujung-ujungnya di kosan pun tak tahu siapa Pak RT/RW atau tetangga kosan sekali pun. Banyak pula mahasiswa yang hanya hidup di kosan-kampus-mall-kosan-kampus-mall-kosan-kampus-mall saja. Yups, kembali ke pribadi masing-masing, bahwa manusia itu unik. Ada pula mahasiswa yang dapat nilai C tetapi mengerti jauh lebih matang dan menjelaskan jauh lebih baik dari yang dapat nilai A.
    Kutipan sebuah ayat: “Tidak ada hal yang bisa mengubah nasib seseorang melainkan doa (ikhtiar=usaha).”

  33. Dewi Indriyani berkata:

    Setubuhhhh..saya pun baru merasakan sekarang.
    Saya cukup menyesal karena tidak mengetahui lebih awal tentang apa saya inginkan dalam hidup. Saat sekolah saya hanya berharap cepat lulus dan menyenangkan orang tua dengan nilai yang saya berikan. Toh pada akhirnya saat ini saya masih harus mencari dimana saya akan menjalani hidup nantinya.
    Saya gak mau ini terjadi pada adik adik saya. Semoga banyak orang yang bisa mendapatkan nilai positif dari tulisan ini.

    ‘ budak terpintar dan robot terlatih’ >>> yup that was me

  34. Dewi Indriyani berkata:

    Reblogged this on Feel.Taste.Style and commented:
    Budak terpintar dan Robot terlatih >>> That was me

  35. elam berkata:

    Reblogged this on Elam Sanurihim Ayatuna and commented:
    Graduation Speech by Erica Goldson

  36. sy lulus dari Pascasarjana Filsafat UGM dengan nilai sempurna (IP 4) tetapi bagi saya memang sy menghendaki hal itu dan bangga dengannya… tetapi saya senang dengan beberapa komentar lain di sini yang menyatakan semuanya kembali ke pribadi masing-masing. Saya selain kuliah, juga aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan, juga seminar2 ilmiah yg selain menjadi bahan belajar juga u/ makan siang gratis.
    Apa yg dipidatokan di atas merupakan ungkapan hati yang patut diberi jempol karena jujur… saran saya, jangan asal kuliah u/ mendapat nilai bagus, nilai itu penting tetapi hubungan2 kekerabatan yang berjalan bersamaan dengan kuliah itu juga penting. Jadi, kuliahlah dan perbanyaklah jaringan selama kuliah.

  37. ethiesepti berkata:

    Reblogged this on Dunia Hura-hura Septi and commented:
    Jujur saja, saya termasuk mahasiswa dengan IPK tinggi saat masih kuliah dulu. Meskipun saya bukan yang wisudawan terbaik. Tapi benar, saya menyadari hal tersebut. Bahwa nilai saya bagus karena saya rajin mengerjakan tugas-tugas perkuliahan, mengumpulkan tepat waktu. Saya memberikan kesimpulan pada tulisan ini, bahwa wisudawan terbaik, belum tentu menjadi yang terbaik ketika memasuki dunia sebenarnya, masyarakat.

  38. joko berkata:

    itb dari hongkong?
    sepertinya itu pidato orang bule

  39. Zulfikar Hakim berkata:

    Hmmm menarik Pak Rin.
    Saya sendiri juga tidak tahu saya termasuk yang mana

    Tapi saya ingat sekali, kemarin ini ingin banget ambil beberapa SKS yang saya kira akan sangat menarik dan cukup penting. Sayangnya waktunya nggak cukup, atau SKS yang diambil udah lebih.

    Sedih juga sih, kadang pengen ambil kuliah-kuliah itu lagi setelah lulus. Boleh nggak ya nyempil di kelas? 😛

  40. Ping balik: she speaks some of my thoughts | sayaka

  41. Yulieta berkata:

    Ada banyak anak-anak muda yg “gagal” sekolahnya tapi jadi orang hebat

  42. sayaka berkata:

    She speaks out much of my thought, months ago when i was graduated. i feel sorry for my self at that time. i was a kind of student at a level of quite ‘balance’. do many activities outside class, and i’m a kind of ‘so-so’ student in my class. but still, i don’t really know what i want to do after i graduated. and it was sad.
    Dear little brother and sister, you have to learn something because you want it, even though the condition tells you to do it as an obligation as a student, try to accept it, and want it then live in it, love it.. it’ll someday help your passion grow higher and richer. let’s just be wise to life 🙂

    And these words impress me now

    For those of you out there that must continue to sit in desks and yield to the authoritarian ideologies of instructors, do not be disheartened. You still have the opportunity to stand up, ask questions, be critical, and create your own perspective. Demand a setting that will provide you with intellectual capabilities that allow you to expand your mind instead of directing it. Demand that you be interested in class. Demand that the excuse, “You have to learn this for the test” is not good enough for you. Education is an excellent tool, if used properly, but focus more on learning rather than getting good grades.

  43. darmiati berkata:

    hidup harus homeostatis, soft skill n hardskill semua butuh pengembangan tergantung individu masing2 utk siap menjalani kehidupan yg akan dtng.

  44. L berkata:

    Mungkin dalam pikiran mereka yang selalu mendapatkan nilai bagus, mereka hanya yakin dengan satu pilihan, nilai itu yang akan mereka jadikan modal untuk mencari pekerjaan yang bagus. Akan tetapi bagi mereka yang sering mendapatkan nilai yang tidak memuaskan, akan mencari beribu-ribu alternatif lain untuk bisa mencapai kesuksesan, karena bagi mereka sangat kecil harapkan untuk bekerja kepada orang lain hanya bermodalkan nilai yang pas-pasan

  45. taupik berkata:

    apakah kuliah untuk cari kerja (saja)?, NO, kuliah utamanya adalah untuk mencari ILMU, kedewasaan cara berfikir (logis dan relevan) dan itu untuk kemajuan umat manusia, mempermudah manusia lainnya serta memperdalam nilai-nilai kemanusiaan.
    Dunia bisnis berfokus pada transaksi (jual beli, pertukaran sumberdaya) dan akademisi adalah untuk melengkapinya dengan nilai (kejujuran,kebersamaan,keadilan,taat pada peraturan,dsb)
    jadi jangan pernah menyesal kita pernah kuliah meski bidang pekerjaan tidak sesuai, tapi menyesalah apabila tidak mau belajar, tidak mau menambah ilmu (lagi).

  46. taupik berkata:

    wisudawati tsb hanya gamang saja, karena dia tidak mengetahui esensi dari kuliah/sekola itu apa? harusnya apabila ia ‘BERSYUKUR” pernah mendapatkan ilmu di bangku sekolah, maka apapun kenyataan di depan, itu tidak membuatnya menjadi skeptis..

    • finadamayanthi berkata:

      Dia ngomong gitu karena dia bersyukur. Kalo dia itu egois, pinternya apsti diambil sendiri, gak dibagi-bagi… Nah di momen pas kaya gitu dia malah menyalurkan aspirasi mahasiswa berkasta (IPK) rendah supaya nggak down meski nggak jadi lulusan terbaik (seperti yang dialami banyak wisudawan). Intinya dia juga turut menyadarkan semua orang di dunia bahwa sertifikat, IPK dan ijazah seharusnya bukan kiblat kesuksesan seseorang. Tujuan sekolah harusnya memang menjadi lembaga pengembangan diri dan lulusannya harus siap mental bersaing menghadapi dunia… Nyatanya, mind set kita tentang pendidikan emang gitu-gitu aja : Boring dan jarang bikin pemikiran kreatif kita berkembang.

  47. dimas a permadi berkata:

    jika mempunyai motivasi ideologis, pastinya dia tau kenapa dia berbuat yang terbaik dalam kuliahnya

  48. luar biasa postingannya…
    mari merenungi tentang ini semua sampai pada suatu titik. Sampai pada satu tahap kita tak mampu lagi merenungi ini semua. lalu… kita kembalikan padaNya…

  49. Dinan berkata:

    Setuju…
    Lulusan sebuah perguruan tinggi dituntut untuk memiliki academic knowledge, skill of thinking, management skill dan communication skill.

    banyak program pemerintah untuk mengantarkan mahasiswa mencapai taraf pencerahan kreativitas dan inovasi berlandaskan penguasaan sains dan teknologi serta keimanan yang tinggi, manfaatkan masa kuliah untuk berprestasi dari segi akademis dan non akademis.

  50. rahmat berkata:

    LUAR BIASA
    itu sangat saya alami saat sekarang ini walaupun belum lulus pada universitas ini .
    dimna kebebasan mahasiswa itu dikekang oleh pihak kampus dalam melakukan kegiatan
    ngomong nya memberi kebebasan pada mahasiswa
    tapi tak ada yang terealisasi
    jadi apa yang mahasiswa lakukan hanya kemaun sendiri
    yang mana kampus hanya mementingkan kuantitas daripada kualitas lulusan nya .

  51. sp berkata:

    postingan yg musti dibaca oleh para mahasiswa,,,,, apa yg dirasakan oleh erica sepertinya juga saya rasakan,,,,,, saya merasa belajar yg saya lakukan hanya untuk ijazah karena seperti itulah negeri kita mendewakan ijazah

    • Aja berkata:

      Mohon maaf ya, tapi kalau benar demikian yang Anda katakan, mengapa Anda masuk kuliah? Apakah Anda hanya mengejar gelar saja? Justru jika Anda merasa kuliah tidak ada gunanya, tinggalkan kuliah itu, dan buat usaha Anda sendiri.

      Yang membuat seseorang mengerti esensi perkuliahan itu adalah orang itu sendiri. Dosen memberikan ilmu, lalu mahasiswa/i meresapi dan memaknainya. Jika Anda tipikal orang yang ingin mengejar esensi, Anda akan belajar dasar2nya, mencari bahan lebih jauh, dan memikirkan aplikasi dan pengembangannya. Jika Anda tipikal “karbitan”, maka tujuan Anda adalah nilai, dan hasilnya adalah nol besar, Anda tidak mengerti apa esensi yang diberikan.

  52. ikutan komen ahhhhh :p
    boleh yak,,,hehehehe,,,

    ===================
    pada ngomongin sistem pendidikan yak (o.O)
    well…kalo buat gw si jujur bukan masalah sistem or apa yang pertama kali gw liat or gw tangkap dari pidato yak Erica ( ngomongin masalah system kalo buat gw si useless ), lebih kebagaimana seharusnya seorang Mahasiswa/i bertindak sebagaimana seharusnya mereka walaupun mereka punya kekuatan untuk mengubah suatu sistem.

    “Education is an excellent tool, if used properly, but focus more on learning rather than getting good grades.”

    annndddddd,,,,damn,,,,,almost 3 years i dont realize it…

    thx mas bro/sob/ bapak yang punya blog,
    sedikit membuka sudut pandang gw sebagai mahasiswa dableg yang sekarang diujung ambang akhir semester -______-

  53. Iqbal Parabi berkata:

    Tulisan seperti ini patut dibaca oleh mahasiswa Indonesia, tidak hanya di ITB, di kampus-kampus lain pun seperti ini. Kebanyakan hanya mengejar nilai dan tidak sempat untuk mengembangkan diri. Terimakasih atas tulisan yang sangat bermanfaat ini.

  54. @otnielyehezkiel berkata:

    Pidato yang bagus, menyadarkan akan suatu fakta yang menyakitkan dan juga menggelikan, bahwa manusia cenderung terprogram mengikuti suatu pola kehidupan yang sama, kaku dan terus berulang. Salut buat kepekaannya dalam pemahaman makna, pencarian eksistensi diri dan tujuan hidup.

  55. Sayangnya leluhur kita dulu benar, yang penting seimbang: mengenal banyak ilmu sedikit-sedikit itu lebih baik daripada mempelajari satu ilmu terlalu dalam. Toh hidup ini bukan untuk dilihat dari satu sudut pandang, bukan untuk didalami secara keseluruhan melalui rasional. Karena tidak ada yang bisa memastikan bahwa ilmu-ilmu yang menggunakan logika dan rasional merepresentasi kehidupan ini secara benar dan menyeluruh. Tapi bukan berarti ilmu yang disampaikan oleh institusi pendidikan tidak ada manfaatnya. Pasti ada, tapi untuk memaksimalkan pencapaian (achievement) kita, seharusnya bukan hanya dengan memperdalam, tapi memperluas. Intinya, jangan menenggalamkan diri kita ke satu titik.

  56. ReRe berkata:

    Oh dear…..X_X

  57. finadamayanthi berkata:

    Kejujuran yang menakutkan, menggugah sekaligus mengangkat derajad mereka yang ber-IPK rendah tapi bahagia karena mereka masih punya hobi dan passion yang bisa dibanggakan… Kita memang terjebak dalam suatu sistem pendidikan yang sangat menakutkan. Kalo gak sekolah formal dianggep aneh, freak dan gak akan pernah diterima kerja. Sekalipun terpaska mengambil jalur pendidikan formal, rasanya pingin cepet-cepet lulus meski hasilnya nge-pas nilai minimum. Padahal manusia punya banyak jalan buat sukses. Ketika belajar dianggap sebagai sebuh pekerjaan akibat doktrin hebat dari sistem pendidikan yang menjebak, maka dunia ini kiamat. Selamanya kita gak bisa menikmati kenikmatan belajar… Nice post 😀

  58. Abdul Aziz berkata:

    terima kasih Pak Dosen.. sungguh menginspirasi! nice post 🙂

  59. Abdul Aziz berkata:

    Reblogged this on Bumi ke Langit and commented:
    Jadilah mahasiswa sejatinya mahasiswa, bukan menjadi robot! Berkreasilah dengan apa yang kau senangi! Berkontribusi dengan hati yang tulus! & Tetaplah menjadi yang terbaik! Hidup mahasiswa! 🙂

  60. Abdul Aziz berkata:

    izin reblog 🙂

  61. dhano berkata:

    orang tua jaman sekarang cenderung lbh mementingkan nilai drpd apapun, hal ini dpt saya lihat dari kualitas adik2 kelas saya disekolah.
    mreka datang sekolah pagi2, dan begitu pulang mreka lngsng pulang. mreka tdk mengikuti kegiatan yg ada lantaran dilarang karena menurut org tua mreka, ekstrakulikuler tdk brpengaruh pd nilai dan tdk diujikan.

    pdhl menurut sy, keaktifan murid dlm berkegiatan dan berorganisasi sngtlah pntg.
    dgn bermain brsama teman, anak2 pasti akan mendapat masalah yg harus dislesaikanya sendiri, scr tdk lngsng hal ini dpt mendewasakan anak trsbt.
    dlm berorganisasi, anak akan belajar mengatur sebuah tim yg trdiri dr org dgn bnyk pikiran yg brbda, shga dia harus menyatukan pndpt dgn kptsan yg adil dan dewasa

    dgn hal trsbt otomatis anak sudah mempunyai bekal dlm khidupan bermasyarakat. namun saya heran, kenapa orang tua jaman skrg tdk brpikir seperti itu?

    sy bersyukur mempunyai orang tua yg lbh mementingkan budi pekerti dan unggah ungguh (etika) dibanding nilai dlm pndidikan formal yg tdk brpengaruh dlm khidupan yg sbnrnya.

  62. Postingan yg bagus (y) , patut dibaca oleh smua org yg berpendidikan di Indonesia sehingga membuka cakrawala berpikir Mahasiswa(i), dimana kuliah hnya mendpatkan ijazah tnpa memikirkan hal lain yg tdk kalah penting, khususnya di Indonesia, yg masih terkungkung oleh sistemnya yg carut-marut.
    #thinkagain

  63. ReRe berkata:

    Pendidikan bukanlah sebuah sistem, namun pelaksanaannya membutuhkan sebuah sistem. Sangat banyak dan kompleks faktor-faktor dalam sistem ini, sehingga butuh kesadaran dan kerja keras bersama untuk membangun sistem pendidikan di Indonesia. Semoga kita tidak saling menunggu dan menyalahkan untuk mewujudkan sistem pendidikan yang lebih baik, karena tujuan sebenarnya pendidikan adalah untuk membentuk pola pikir serta toleransi. {Just a thouhgt}

  64. Sedikit beruntung karena dia menyadarinya setelah lulus dan mendapatkan nilai terbaik..
    Dia bisa memulai hobby dan lainnya setelah lulus.. hehehe

    Mungkin yg lebih menyedihkan adalah yang tidak tersadarkan.. dan terus menjadi robot..

  65. Erik Budi S. berkata:

    Seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein bahwa sejatinya pendidikan itu mengarahkan manusia-manusia menjadi makhluk yang harmonis dengan lingkungan dan alam, BUKAN menjadi Anjing Herder yang patuh pada perintah apa pun dari atasanya..

    _Cipta_Rasa_Karsa_Karya_

  66. Nanda Satrio berkata:

    izin reblogged 🙂 postingan yang bagus. Merupkan suatu amanah bagi kita semua untuk menyebar luaskan agar mereka yang masih “terjebak” bisa segera tersadarkan. Demi kebaikan diri sendiri maupun bangsa ini.

  67. Ijin repost di tumblr saya ya pak.. sumber nya saya cantumkan juga pasti nya.. beneran memukau banget speech nya :”)

  68. Dhani berkata:

    Apa sih tujuan kita kuliah? Dosenku bilang kalau “untuk cari ilmu = BULLS”. Ilmu bisa dicari di mana aja. Tapi kuliah adalah tempat terbaik agar seseorang bisa belajar “berpikir secara lois dan sistematis”.

  69. Aja berkata:

    Yang membuat seseorang mengerti esensi perkuliahan itu adalah orang itu sendiri. Dosen memberikan ilmu, lalu mahasiswa/i meresapi dan memaknainya. Jika Anda tipikal orang yang ingin mengejar esensi, Anda akan belajar dasar2nya, mencari bahan lebih jauh, dan memikirkan aplikasi dan pengembangannya. Jika Anda tipikal “karbitan”, maka tujuan Anda adalah nilai, dan hasilnya adalah nol besar, Anda tidak mengerti apa esensi yang diberikan.

    Jangan salahkan sistem di universitas, salahkan diri Anda sendiri. Anda adalah manusia dewasa, belajar atau berorganisasi adalah pilihan Anda. Jika Anda tidak mengerti esensi kuliah, itu adalah salah Anda karena tidak mau mencari. Jika Anda merasa ilmu kuliah tidak ada gunanya, itu adalah salah Anda karena tidak mau belajar aplikasi ilmu Anda.

    Mengapa Anda tidak keluar dari kampus saja kalau merasa tidak ada gunanya? Bukannya Anda (yang merasa sistem kuliah Indonesia salah) malah ikut dalam sistem yang Anda cela sendiri? Mari kita berhenti menyalahkan sistem. Mari kita mulai belajar bahwa segala kesalahan kita berasal dari kita sendiri, bukan dari orang lain atau mencari kambing hitam lain. Dengan demikian, saya yakin bahwa bangsa kita akan lebih baik, tahu bersyukur pada Tuhan, dan selalu berusaha lebih maju.

    Tulisan di blog ini sangat baik, mengajak mahasiswa “karbitan” untuk lebih mengenal dirinya sendiri. Saya minta izin share ya, terima kasih.

    • arifbudiwaluyo berkata:

      Saya sangat setuju dengan komentar anda Mas. 🙂 . Kalau ada opsi “tumbs up” pasti saya pakai opsi ini.

    • Ra Pu berkata:

      sistem itu jg masih buatan manusia pak, jd msh bisa salah jg.. apalagi sistem yg diadopsi kampus saya,, mgkn sudah benar sistemnya.. tetapi pelaksana sistem itu banyak.. alih2 sebagai dosen apakah pantas mempersulit mahasiswa/i dalam menyusun laporan skripsi?? apakah pantas dosen tidak mencukupkan nilai hanya sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana?? ilmu bisa dicari dimana saja, tetapi harapan mw cari dimana lg jika sudah berusaha?? pada dasarnya memang sebagian besar dosen akademis mendoktrin paksa secara tekstual bukan pemahaman secara nalar.. orang bisa kontekstual tp belum tentu bisa aktual..

      regards
      mahasiswa yg msh tersangkut dengan sistem akademis

  70. Elsa berkata:

    Saya hanya ingin sharing, dan menanggapi pemikiran kebanyakan orang di bahwa
    ” ga perlu pendidikan sampai tinggi banget dan dapet ip gede lah, toh banyak yg di DO atau bahkan ga kuliah sama sekali tapi dia berhasil, jauuuh lebih berhasil”

    Sebenernya saya gereget kalo ada orang bilang kaya gitu, harusnya pemikiriannya adalah:
    ” orang yg di DO aja bisa berhasil apalagi kita yang diberi kesempatan dan bertahan sampai pendidikan setinggi ini, ”

    iya ga sih? 🙂

    oia saya hanya mahasiswa biasa yang lumayan aktif non-akademis, akademis tidak terlalu mengecewakan , sedang menjalani S1 di ITB sekarang.
    Salut salut banget dengan kaka-kaka yg ngomen diatas memang kampus bukan ladang IP semata, tapi banyak hal yg bisa kita kerjakan “kalau” kita memaksimalkan waktu kita dikampus,

    Supaya kampus ini menjadi tempat anak bangsa menimba ilmu, belajar tentang sains,seni,dan teknologi;
    Supaya kampus ini menjadi tempat bertanya ,dan harus ada jawabnya;
    Supaya kehidupan di kampus ini membentuk watak dan kepribadian;
    Supaya lulusannya bukan saja menjadi pelopor pembangunan,tetapi juga pelopor persatuan dan kesatuan bangsa.
    -Plaza Widya Nusantara-

    • Yudhi Leao berkata:

      menurut saya bukan itu masalahnya, tapi tergantung siapa yang ngomong..
      kalau orang gak tau mau ngapain, belum jelas maunya apa, pemalas trus ngomong “ga perlu pendidikan sampai tinggi banget dan dapet ip gede lah, toh banyak yg di DO atau bahkan ga kuliah sama sekali tapi dia berhasil, jauuuh lebih berhasil”
      saya yakin orang itu malah tambah stress kalau kata2nya terwujud..

      untuk orang yang tau mau ngapain kata kata “ga perlu pendidikan sampai tinggi banget dan dapet ip gede lah, toh banyak yg di DO atau bahkan ga kuliah sama sekali tapi dia berhasil, jauuuh lebih berhasil” cocok untuk dirinya sendiri tapi tidak bijak untuk diomongkan ke orang lain yang tidak seprinsip dengannya.

      intinya menurut saya, setiap orang ada jalannya masing2 dan ketika di depan ada pertigaan atau perempatan jalan dipikirannya tinggal tentukan arah sesuai hasrat, minat dan keadaan. Kasus mb Elsa mungkin memang jalannya harus begitu karena termotivasi untuk dijalan itu. dan kata2 ” orang yg di DO aja bisa berhasil apalagi kita yang diberi kesempatan dan bertahan sampai pendidikan setinggi ini, ” cocok banget untuk orang seperti ini.

      kalau mau ubah sistem yang notabene sudah global, harus berani dan jalan sendiri dulu, karena dunia butuh bukti, sistem mana yang berkerja paling baik. kalau belum bisa paling gak ubah mindset, ubah sudut pandang walaupun masih dalam suatu sistem itu, dan pada waktunya ketika keberanian dan visi sudah jelas, monggo kalau mau mendobrak keluar..

  71. Burhanuddin Tryatmojo berkata:

    Reblogged this on Burhanuddin Tryatmojo.

  72. Reblogged this on あさぎえんぴつ 'Asagi Enpitsu' and commented:
    Pentingnya Tawazun [Keseimbangan] Akal dan Akhlak yang selaras..
    😉

  73. fadhline berkata:

    Reblogged this on line of my life and commented:
    sistem pendidikan vs sistem pemikiran

  74. infopsikologi berkata:

    Be here & now, Atau menghayati. Sehingga kita tahu, merasakan dan memaknai apa-apa yang kita lakukan, ya dalam hal berpikir, berkata-kata, maupun berperilaku. Termasuk belajar. Memang sebaiknya diawal diluruskan dulu tujuan dari belajar dan pembelajaran, dan fungsinya dalam kehidupan utuh manusia.
    Terima kasih, postingannya. Inspiratif.

  75. Yu Li, Kwan berkata:

    Reblogged this on YK and commented:
    Recommended!

  76. Ilmu Kimia berkata:

    Sayang sekali hampir terjadi di seluruh dunia termasuk negara kita. Pendidikan hanya untuk mengejar nilai dan lulus.

  77. Osuka berkata:

    Jangan salahkan sistem, sistem itu ya hanya sistem. Untuk berkembang menjadi insan yang lebih baik itu bermula dari niat dan strategi pribadi masing-masing. Cari keuntungan dan informasi sebanyak-banyaknya.

    Persetan ~lah sama sistem, yang penting ambil yang baik-baik aja dan perbanyak wawasan untuk maju ke depan.

  78. ibchoco berkata:

    Sebenarnya saya juga ngalamin kaya itu , berusaha untuk dapat nilai yang bagus . tapi setelah terlepas dari dunia pendidikan , balik lagi berpikir , hampir pelajaran yang saya dapat kan saat sekolah , tidak 100% digunakan dlm kehidupan ini , terlalu banyak teori . Dan tidak terlalu banyak keahlian yang didapat yang tidak bisa dipraktekkan dalam kehidupan . Seharusnya pendidikan disini jangan terlalu banyak berorientasi pada teori tapi pada pengembangan dan penerapan dalam kehidupan .Walaupun agak sedikit menyesali ,tapi saya Positif thinking dan kembali berpikir ” jangan sesali apa yang telah kita pelajari tapi kembangkan apa yang kita pelajari supaya bermanfaat untuk sekitar ” Mudah- mudahan pendidikan di Indonesia jadi lebih baik .

  79. mengasah softskill memang sulit (dan menantang) #PengalamanPribadi

  80. Imitatif berkata:

    simple sih, saya gak cum laude, dan saya tidak mau cum laude. saya bebas jadi diri saya, meski pun terpaksa lulus mengikuti sistem. takut? saya sudah terbiasa makan sistem, sudah pasti akan menjadi seperti ini: hidup > S1 > memburuh > dapet duit > kumaha engke weh lah selajutnya. Santai, dan rock n role weh, berhubung hoby saya tidur. oh rok en lol sekali.

    BTW ni cum laude amerika kasian amat, hobinya belajar? sucks lah, mending molor… melawan sistem? saya bukan anarchist atau revolusioner…. mengejar nilai atau sesuatu tidak terlalu memaksa bagi saya yang malas ini. cukup seadanya dan mepet sudah cukup, secukup hidup didesa dengan segala kekurangngannya, yang penting bisa makan dan bernafas lebih lama di indonesia.

    Pendidikan kadang menghasilkan orang tak terdidik seperti saya, Hidup bersenang senang serupa film into the wild …. http://www.imdb.com/title/tt0758758/

  81. Budhie Santosh berkata:

    sudah waktunya Dikti/Pemerintah mngubah kurukulum pendidikan, dengan menambah, memperbanyak waktu praktek, praktikum sudah bisa dimulai sejak pendidikan menengah, sekaligus untuk memberi kesempatan siswa yg memang lebih gemar melakukan pekerjaan, dari pada membaca, maka mereka kemudian dipersilahkan untuk mengisi kesempatan kerja, disetiap jenjang, sudah bukan waktunya lagi orang tuan mngharuskan anakanya harus kuliah, harus S1.S2 dsb, jenjang tersebut dapat dikerjakan sambil mereka bekerja, karena saat ini sudah banyak sekolah/Perguuruan Tinggi yg dapat menerima siswa yg sudah bekerja, sehingga yg masuk perguruan tinggi juga diberikan kesempatan praktek kerja minila 12 bukan penuh, saya yakin hal ini dapat mengubah, cara pandang mahasiswa yg baru lulus, fres graduate. Saat ini baru Fakultas Kedokteran yg menerapkan hal tsb, oleh karenanya praktek kerja sangat diperlukan, disisi lain Instansi pemerintah, swasta, maupun BUMN harus dipaksa mau menerima siswa praktek, demi generasi muda yang akan datang, wassalam

  82. Indonesiaku.. (udah bingung mau ngomong apa).. Berdoa saja, mudah-mudahan ke depan orang tua bisa semakin sadar bahwa nilai bukan yang utama, dan tempat pendidikan juga mampu menyadarkan pentingnya berkreasi dan bukan hanya otak kiri saja yng dikembangkan, karena biasanya dalam keadaan kepepet/survival, otak kanan akan membantu, atau barangkali ada yang mau memulai untuk membuat suatu komunitas untuk hal tersebut?

  83. nana berkata:

    menjadi penting untuk tau apa yang benar-benar kita inginkan….
    sehingga kita bisa memiliki passion dalam melakukan setiap usaha.
    banyak orang hebat bukanlah orang yang pandai di sekolahnya, tapi orang yang benar-benar tau apa yang dia inginkan.
    pengalaman saya sekolah hanya untuk menyenangkan orang tua, meskipun saya tidak tertarik dengan jurusan tersebut membuat saya hanya berkutat demi mencapai nilai terbaik, tapi setelah lulus saya rasa saya tidak mendapatkan apapun…..

  84. Dandossi Matram berkata:

    Menurut saya, yang takut adalah mereka yang tidak tahu mau menjadi apa. Kalau sudah tahu, buat saya seharusnya tidak ada yang menakutkan.

    Ketika lulus SMA, maka kita sudah harus menentukan, kita ini mau menjadi apa? Seperti kita ketahui, ada 2 jenis manusia, pertama ingin menjadi akademisi dan kedua menjadi praktisi.

    Bagi yg ingin menjadi akademisi (mengembangkan ilmu) maka dia memang harus fokus dalam pendidikannya, mengejar IPK tertinggi. Tidak masalah bagi dirinya tidak punya hobby atau semacamnya.

    Bagi yang ingin menjadi praktisi, maka sebaiknya dia mengambil ilmu terapan (kejuruan/program diploma sbg perguruan tinggi ilmu terapan). Kalaupun masuk ke universitas yg mrpkn perguruan tinggi untuk pengembangan ilmu, maka dia tidak akan terlalu mengejar IPK/nilai akademis, tetapi juga diimbangi dgn kegiatan2 ekstrakurikuler atau hobby2 lainnya.

  85. qutuqupret berkata:

    cina berkembang karena jiwa wiraswasta berkembang baik kenapa dokrin menjadi pekerja di negara kita tetap cetar membahana apa lagi PLAT MERAH saya salah satu korban dokrin itu

  86. Andri berkata:

    Membaca tulisan ini jadi teringat dengan Pak Rhenald Kasali. Apa yang dirasakan Erica sama seperti yang diperjuangkan Pak Rhenald Kasali.

  87. john_e berkata:

    Sebuah sistem tetaplah sistem, pasti merujuk atas apa yang tertulis di atas kertas. Dalam kasus ini berarti menunjukkan lingkungan yang luar biasa, karena bisa memunculkan pemikiran seorang yang secara di atas kertas paling top untuk berfikir sebaliknya. Ato memang si mahasiswa ini yang luar biasa dapat melihat sisi yang lain dari kesuksesannya dengan pemikirannya sendiri???

  88. Alex berkata:

    Satu hal yang dilupakan oleh orang pada masa ini adalah untuk belajar untuk mendapat ilmu, bukan untuk mengejar nilai. Ada satu hal yang saya tidak setuju dengan penulis yaitu apakah orang yang selalu mengejar nilai dan tidak mengikuti kegiatan kemahasiswaan adalah orang yang “buta” yang hanya mengejar nilai. Jawabannya tidak, karena sesuai pengalaman saya, orang-orang tersebut tidak tertarik mengikuti kegiatan bukan karena mereka tidak mau mengasah soft skill tersebut tapi lebih karena mereka merasa tidak cocok atau lebih memilih menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas yang menurut mereka lebih menarik

    Sayangnya, zaman sekarang hampir mustahil mendapatkan kerja tanpa didampingi nilai yang baik…

    Salut dengan ketua pidato kelulusan tersebut

  89. Sebuah pidato yang bagus sekali. Ah sayangnya, meski penulisnya menyadari ‘robotic’ ini, dia tetap melaksanakan semacam itu saja.

  90. andrianandito berkata:

    Kuliah itu berarti harus seimbang tetapi jika tidak bisa seimbang tinggal dipilih yang mana yang harus didahulukan dan percaya aja bahwa tidak ada sesuatu yang sia-sia, semoga pidato tersebut memberikan inspirasi bagi mahasiswa/mahasiswa atau pelajar2 lainnya bahwa kuliah tidak hanya mengejar nilai tinggi. Salut buat kejujuran yang sudah dikatakan oleh Erica Goldson 🙂

  91. aaijal berkata:

    Reblogged this on syahrizal | the BLOG and commented:
    being best is great, but being great is the best

  92. ded berkata:

    Benar-benar menakutkan, karena keluar dari kejujuran seorang anak yang gamang terhadap dunia nyata.
    Terima kasih tlah berbagai, mudah2an menjadi renungan untuk kita bersama 🙂

  93. Reblogged here http://j.mp/Xrrz51
    thank a lot for this information.. its a wake up call..

  94. farubahmad berkata:

    sahabat Mahasiswa yang baik hatinya, izinkan saya menuliskan pendapatku disini.

    menjadi siswa atau mahasiswa, pandai dalam bidang akademik itu harus, pintar itu harus. tapi itu saja tidak cukup. pendidikan non akademik juga perlu. untuk mengembangkan diri setelah kita lulus dan terjun ke masyarakat. jika kita membandingkan pendidikan dinegara kita dengan Amerika atau bahkan negara-negara lain, sekilas kita memang jauh tertinggal. tapi ada satu yang tidak bisa terkalahkan pendidikan dinegara kita. pendidikan bersopan santun, tata krama, hingga negara kita ini dikenal ramah.

    memang tidak ada yang bisa menjamin kesuksesan kita dimasa depan. tapi jika kita mau sedikit berfikir, kita tentu tahu apa yang kita sesali hari ini adalah hasil perbuatan kita dimasa lalu. ku pikir itu sudah bisa kita jadikan tolok ukur mengenai masa depan kita. masa depan dan kesuksesan ditentukan atas apa yang kita kerjakan hari ini. semua orang bisa sukses, baik itu yang pintar atau pun yang kurang pintar. tengok saja, berapa banyak sarjana yang bekerja diperusahaan milik pribadi yang pemiliknya ternyata hanya lulusan sekolah dasar saja.

    yang pintar bisa sukses, yang aktif di kegiatan kemahasiswaan juga bisa sukses, yang terpenting adalah kemauan untuk mencoba dan hidup secara berani.

    kita hanya ditugaskan untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi alam seluas-luasnya.

    terima kasih atas izin sharenya
    disini saya tidak bermaksud menggurui, karena saya sadar, saya bukan seorang sarjana seperti saudara-saudara semua. mohon maaf bila ada kekurangan dan kesalahan.

  95. yumenonami berkata:

    Reblogged this on ゆめ の なみ and commented:
    Academic and non-academic things, both are important as long as we could make it balance. I mean, good in academic and non-academic is a must.

    The one thing we should remember, “Learning isn’t about getting the highest score, but learning means knowing the new things, it makes our ability’s improved.”

    However, it was a Great Speech! :O

  96. tulisan yang mampu menyadarkan para guru agar mendidik lebih baik lagi

  97. adhi berkata:

    Passion jauh lebih penting daripada nilai. Sayangnya sistem akademia belum bisa membedakan antara orang yang passionate dengan orang yang hanya mengejar nilai. Kalau menginterview fresh grad sih mudah saja. Tanyakan buku apa yang dia baca terakhir, relevan nggak dengan study dan passionnya ?

  98. Distro Herbal berkata:

    Terharu, seakan Saya dulu merasakan hal serupa.. T_T

  99. nopan berkata:

    kata2 yg sangat bijak dan jujur. harusnya ini bisa menjadi contoh bagi para pembuat kebijakan maupun para civitas di bidang pendidikan

  100. aftinanurulhusna berkata:

    “Education is what remains after one has forgotten what one has learned in school.” — Albert Einstein.

    Mereka, yang luar biasa menyesal karena “kurang” sempurna menjalani masa lalu, tidak akan pernah lupa peringatan besar yang diajarkan oleh hidup yang berakhir tidak ideal. Bagi saya, mereka justru adalah manusia yang terdidik; terdidik oleh sekolah yang bernama kehidupan.

    Tidak ada sekolah yang bisa mengajarkan cara hidup terbaik yang pasti menyukseskan orang. Sekolah hanya memberikan bekal minimal agar orang tidak hidup tidak layak karena kebodohan. Namun selebihnya, jalan untuk mampu bertahan hidup itu kita rumuskan sendiri, apa sukses itu kita definisikan sendiri sesuai dengan keadaan diri kita, bukan menurut pemerintah atau sekolah dengan segala standard kompetensinya. Kita memang hidup salah satunya demi tujuan yang lebih besar menyangkut masyarakat dan masa depan negara, tetapi kita tetap punya kontrol atas diri untuk hidup secara adil, bermakna dan tidak mengorbankan diri sendiri.

    Jangan jadi seperti si wisudawan terbaik yang menjalani masa lalunya dengan orientasi hidup yang salah. Tapi, juga jadilah seperti si wisudawan terbaik yang berhasil mengevaluasi dan sadar betapa salahnya ia. Dia sudah tercerahkan sekarang dan dia benar tentang satu hal: “We have no choices in life when money is our motivational force. Our motivational force ought to be passion, but this is lost from the moment we step into a system that trains us, rather than inspires us. … We are not here to get a degree, to then get a job, so we can consume industry-approved placation after placation. There is more, and more still.”

  101. royan berkata:

    Mungkin film inspiratif yang bisa mewakili ini adalah 3 idiots (india). Banyak pesan dan nilai pendidikan yang bisa diambil dari film tersebut. Dua diantaranya adalah kejarlah keunggulan bukan nilai maka kesuksesan akan menghampiri dan belajar bisa dimana saja.

  102. kharis berkata:

    pendidikan penting tpi pengalaman hidup lebih penting…

  103. feb8 berkata:

    saya gak aktif organisasi , nilai akademik pas2an. Apa bisa sukses?

  104. gagapandiita18 berkata:

    Sempat hampir menjadi orang seperti itu, untung segera sadar bahwa mengejar nilai seperti itu adalah hal yang menakutkan. Karena pada dasarnya ketika kita dilapangan pekerjaan semua nya harus dapat seseimbang mungkin, tentang pentingnya kecakapan, kreasi, hobi, kemampuan adalah hal2 yang saling berkaitan kepentingannya.
    Saya tidak mau jadi budak atas pemikiran mengerikan semacam itu lagi.

  105. Rhino F berkata:

    nice banget, gan

  106. Krisna berkata:

    Reblogged this on Krisna's Blog.

  107. Hamrin berkata:

    Menyimak Pidata Wisudawan terbaik dari Erica bahwa ia ketakutan untuk menghadapi kehidupan selanjutnya setelah meraih predikat cumlaude. Memang hidup harus seimbang, antara hardskill dan softskill, bahkan sebuah penelitian menunjukkan bahwa hardskilll hanya berkontribusi 20%, selebihnya 80% ditentukan oleh softskill. Oleh karena itu, perguruan tinggi sudah saatnya mendesain sistem ini, misalnya : memperbanyak kajian tentang jiwa kewiraausahaan, sehingga begitu selesai kuliah sudah memiliki modal kuat untuk bersaing dengan pihak lain. Selain itu diperkuat pula bagaimana punya berkomunikasi dengan orang lain, nah, ini bisa didapat di BEM atau Senat Mahasiswa, dibawah bimbingan dosen ahli komunikasi melalukan kajian-kajian diskusi, sehingga ketika terjun ke masyarakat, lulusan perguruan tingggi sudah siap mengimplementasikannya. Sebenarnya sudah sering dipaparkan oleh pihak Kemdikbud tentang Pendidikan/Pembelajar Abad 21, tinggal bagaimana stakeholder pendidikan dibawahnya mengawal, mendorong konsep tersebut dalam tataran implementasinya. Ini yang menjadi permasalahannya.

  108. Bayu P Ridjadi berkata:

    suatu kejujuran yang baik. memiliki makna yang benar benar terjadi dikalangan mahasiswa sekarang. Semuaitu terjadi karena faktor tertentu. mengejar nilai tertinggi bukan berarti meraih mimpi tertinggi, karena pada nyatanya kehidupan tidak bisa menyendiri.
    Terima kasih artikel ini sangat menarik 🙂

  109. yuli wahyuni berkata:

    dan mungkin saya adalah salah satu budak terbaik dalam sistem indoktrinasi pendidikan saat ini. bedanya saya tidak akan menyesali pilihan saya yg lebih condong ke bidang akademis, karena disini saya mendapatkan bekal untuk tidak terjebak lagi menjadi budak sesungguhnya ketika terjun ke masyarakat.

  110. elfarizi berkata:

    Dulu saya juga diberi kesempatan untuk pidato kelulusan. Saya menyusun naskah pidatonya. Cuma, sayangnya, naskah itu harus “disunting” terlebih dahulu oleh panitia wisuda. Setelah melihat isi pidato saya yang sebagian poinnya menunjukkan “perasan jujur” dan “saran yang membangun”, panitia wisuda itu meminta saya menghilangkan bagian-bagian itu. Maka seperti apa yang dibilang mas, wajar saja kalau kebanyakan pidato wisudawan sebatas “kenangan memorabilia”. Entah alasan kongkretnya apa, besoknya pidato wisudawan pun tiba-tiba diganti posisinya ke orang lain hehehe 😀

  111. d3mx12 berkata:

    di dalam hidup ini tidak ada yang tidak mungkin, kecuali makan kepala sendiri

  112. sarwan muhammad berkata:

    selain mencium siku sendiri, apalagi yang tidak mungkin?

  113. mmamir38 berkata:

    Memang.
    Mustinya kita harus tau bagaimana mengisi hidup kita sebaik-baiknya dengan ilmu yang kita kuasai.

  114. fahmi aligo berkata:

    yaah entah ini ungkapan rasionalisasi baik dari sodara wawan ataupun saya terkait upaya meninggalkan tugas dan bangku kuliah yg jelas ini menambah “kemalasan ku” mengrjakan tugas..wkwkwkwkw

  115. Kuntari berkata:

    menarik .. yang diimpikan siswa/mahasiswa adalah keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan emosional. siswa/nmahasiswa tidak hanya menjadi robot megerjakan ini itu yang diperintahkan kurikulum, tetapi bisa membebaskan diri dari keterbatasan indoktrinasi tersebut.
    Bisa mengeksplor intelektual dan emosionalnya secara seimbang, sehingga memperoleh bekal yang lengkap untuk melanjutkan kehidupannya di lingkungan yang lebih kompleks dan mampu mengadaptasi lingkungan masyarakat yang sangat rumit….. anyway, pidato Erica sungguh menginspirasi. Thanks.

  116. illmii berkata:

    yg bukan wisudawan terbaik, ingin menjadi terrbaik…. yg terbaik juga ingin seperti yg biasa

  117. kiluazolndix berkata:

    Reblogged this on ramaOn's Blog and commented:
    Impressive banget

  118. Doni berkata:

    Mungkin

    Itu juga yang dirasakan Bill gates, steve jobs dan mark zuckerberg sehingga meninggalkan kampus pada waktu-nya…karena “takut”… dan menjadi pengusaha brillian yang mempekerjakan orang-orang pintar… atau mungkin juga mempekerjakan lulusan-lulusan terbaik….

    Mungkin Mereka tidak lulus kuliah, namun mereka lulus dalam dunia pekerjaan…

  119. yuli berkata:

    hdp adalah pilihan.dan menurutku,pilihan yg terbaik adalah pilihan kita sendiri.pilihan akan minat dan tempat kita bekerja.bekerja sesuai dg keinginan kita alangkah bahagianya..kebanyakan dr kita bekerja krn pilihan itu yg ada,dan berujung stres krn setiap harinya selalu berulang berulang dan berulang..tp kalo ga kerja ga makan.dilema,

  120. Fadli berkata:

    Setidaknya Erica sudah lulus dengan nilai yang bagus. Dan masih ada harapan.

  121. Ping balik: Sambutan Wisudawan Terbaik DI Amerika | yanuararea

  122. rusmanfebrio berkata:

    Reblogged this on Dedicated For Everyone and commented:
    I’m speechless about this ..

  123. Alif berkata:

    izin share

  124. rizkia berkata:

    izin share juga~

  125. pharmacy002 berkata:

    Sebenarnya suatu sistem ada tujuannya. Saya adalah mahasiswa kesehatan, dan berbeda dengan mahasiswa ilmu sosial, kami bertanggung jawab langsung dengan nyawa manusia. Seandainya sistem pendidikan kesehatan mengizinkan mahasiswa untuk berimprovisasi dan lalai dalam praktek, sudah tentu akan banyak nyawa melayang di kemudian hari. Selain itu, profesional kesehatan sudah disumpah sebelum terjun ke masyarakat, untuk melayani masyarakat, dan bertanggung jawab kepada Allah SWT. Beberapa dari kita memang harus terprogram seperti robot, demi menunjang kehidupan manusia lainnya. Tolong jangan cepat-cepat menilai sistem pendidikan hanya menciptakan robot, karena robot itulah yang akan menyelamatkan nyawa kalian nantinya. Saya tidak menyesali pilihan saya sebagai seorang calon apoteker. This is my calling. This is my pride.

    • anonymouse berkata:

      gwa setuju dengan pendapat tersebut.,.,
      tujuan mahasiswa kesehatan memang cuma 1 tujuan, cuma yang membedakan mahasiswa kesehatan itu luar biasa adalah niat dari suatu tujuan tersebut, bukan hanya sebuah imbalan.,.,.

  126. Indra berkata:

    jarang ada orang yg sadar dengan hal ini, biasanya mah sebodo aja. yg sebodo ini (yg semasa jd mahasiswa statusnya kupu-kupu aka kuliah-pulang, kuliah-pulang) hanya bisa pintar untuk diri sendiri dan akan mewariskan indoktrinasi pada orang lain. semoga menjadi hikmah bagi kita dan generasi setalah kita.

  127. Wijaya berkata:

    thank pak, ini kayak menyentil kita bahwa kuliah bukan hanya mengejar IPK aja namun untuk meningkatkan kualitas diri.. juga saya mau ijin reblog iini di website sya
    kujays.blogspot.com

  128. cepy berkata:

    makasiiiihhh banyak, Pak!! amat menggugah batin saya yang masih bingung menentukan alur hidup sebagai mahasiswa… 😦
    *menjura*

  129. isaac berkata:

    Nilai di kampus memng tidak menjamin keberhasilan di masa yg akan datng, jika hanya mencari nilai pasti dapat yg baik kalau tetap ikut kelas dan mengikuti aturan yang ada hanya itu saja sdah mendapet nilai….tetp stelalh lulus pasti kita memulai awal yang baru dan tidak akan melihat pada nilai yang kita dapet, kita akan berlomba di luar antra nilai terbaik dan terjelek dan akan menetukan adalah inisiatif pada pribadi seseorang untk kreatif hidup dan bertindak………

  130. Ping balik: Untung Saya Masih Punya Hobi | Linimasa Made

  131. araaminoe berkata:

    ck ck ck.. postingan yang keren dan komen-komen yang seru sekaligus penuh intelektual penggambaran masing-masing blogger.
    Well, apapun bentuk pendidikannya seharusnya bertujuan untuk mendidik bukan menjerumuskan entah dengan cara apa, guru yang benar-benar mengajar adalah pengalaman, dan kesiapan diri untuk menerimanya. 😀

  132. sandimath10 berkata:

    luar biasa,. terimaksih postingannya. bermanfaat.

  133. Ping balik: RENUNGAN MENJELANG KELULUSAN (dibalik UN, Wisuda dan kelulusan) | Riyan Arthur's Blog

  134. eko berkata:

    It seems that the next generation of human has well awaken. This era is for the bold truth rather than italic shit. We are the generation who have the guts to challange the system. The system that is conduct and kept erected by those who afraid that once it collapse, they will see no sun. We are important for this era since previous has already lost their sense on how the truth is purposely ignored. Raise up fellow friends. Stand up. Tommorow is ours to rule.

  135. Idzni berkata:

    Reblogged this on One For Me.

  136. bambang haryanto berkata:

    Pakar pendidikan dari Universitas Paramadina Jakarta, Utomo Dananjaya, menegaskan bahwa masalah mendasar dari sistem pendidikan kita adalah kegagalan dalam memupuk kreativitas anak didik.

    “Sistem pendidikan kita bertitik berat kepada menghafal teks. Ia menghempang lalu lintas gagasan para siswa dan ini mematikan kreativitasnya. Menghafal merupakan metode belajar yang usang dan harus diganti dengan pendekatan yang menumbuhsuburkan kreativitas anak didik.”

    Sistem pendidikan Indonesia. lanjut Utomo, bertumpu pada metode pengajaran satu arah dan tak ada interaksi. Ini memupuk sikap murid-murid menjadi patuh, mengulang-ulang apa yang diajarkan gurunya dan tidak diijinkan untuk berpikir di luar kotak.

    “Bagaimana mungkin pelajar mampu menghasilkan ide-ide yang asli, ketika duduk di bangku perguruan tinggi, sementara yang ia kerjakan di kelas adalah untuk menghafal semata ?”

    Kartun ilustrasi : https://www.facebook.com/photo.php?fbid=496053080417507&set=a.481095868579895.104226.109903625699123&type=1&theater

    Tautan lanjut : http://www.thejakartaglobe.com/home/indonesian-education-system-fails-students/582229

  137. Hety berkata:

    tulisan yang menarik sebagai bahan perenungan kita bersama atas potret pendidikan kita di Indonesia.
    So what will we do for the next step? lets light the candle than curse the darkness (mengutip kata-kata Pak Anies). Apa yg bisa kita lakukan? Mari kita lakukan, mulai dari lingkungan terkecil kita 😀

  138. Selamet Hariadi berkata:

    Menyeimbangkan kebutuhan pengembangan dirimerupakan hal penting, fokus kuliah perlu ditambah pengembangan pengetahuan di bidang lainnya.

    Salam Senyum…

    Selamet Hariadi

  139. Ping balik: Kapitalisme dan Pendidikan | Adam Maulana's blog

  140. Laksito berkata:

    Mamak Dosen yg baik,
    mohon izin mmbagikan ini, ya ….

    Terima kasih, Mamak Dosen ….

  141. alitful berkata:

    Reblogged this on Alitful and commented:
    Nilai itu penting, tapi bukan yang utama

  142. Rommy berkata:

    Great articel…
    Ijin reblogged to rominyam.com

  143. Jie berkata:

    makasih…
    artikel yang memberikan artii..
    -_*

  144. Jupri Anwar Simamora berkata:

    semua yang dituturkannya ada benarnya
    dia mengatakan itu karena memang tidak ada tujuan dalm hidupnya
    tidak semua mahasiswa yang mendapat ipk cumlaude pergaulannya sedikit
    semua itu tergantung orangnya atau yang bersangkutan
    kalo semua mahasiswa jadi pemikir siapa yang akan jadi pekerja
    dalam dunia itu hal yang lumrah
    Beda orang beda pendapat
    Hanya satu saran
    jangan pernah tidak punya tujuan dalam menimba ilmu
    walaupun tujuanmu hanya “kecil” di bandingkan yang lain
    dalm hidup itu semua ada tujuan
    ada kelemahan ada kelebihan
    So Bangkit dan teriakkan
    I have a choice in my life

  145. st. roiz berkata:

    miris…namun knyataannya..msh bxk yg blum trsadar akan hal itu..semoga ini menginspirasi kawan ^^

  146. Ping balik: Pendidikan | Nacksomat

  147. megawati meoong berkata:

    pidato yang bagus… bagi saya sendiri, nilai ujian bukanlah patokan untuk menilai seseorang apakah dia pintar atau tidak.. percuma saja jika dia pintar, selalu mendapatkan nilai terbaik diantara teman2 lainnya, tapi kalo dia tidak bisa berkomunikasi dengan baik dihadapan orang banyak,, tidak bisa menyalurkan ilmunya kepada yg lain, percuma saja.. apalgi jika dia tidak memiliki keahlian selain berkutat pada buku2.. satu kata buat orang seperti itu “KASIHAN”, karena saya menilai bahwa orang-orang seperti itu sangat kesepian, kosong, membosankan.. seimbangkanlah kemampuan otak kiri dan otak kanan kita…

  148. Fatwa berkata:

    pendidikan memang seharusnya membebaskan jiwa bukan membentuk kelas pekerja

  149. Liza fathia berkata:

    wah, membaca tulisan ini saya tiba-tiba jadi bangga pada diri sendiri. sebab ketika kuliah saya bukanlah mahasiswa. saya memang bukan mahasiswa terbaik, IPK saya tidak cum laude dan tidak Jelek. saya rasa dengan usaha saya yang hanya belajar dengan sistem kebut semalam, nilai yang saya peroleh jauh dari cukup. Maklum, ketika kuliah saya harus bekerja untuk memenuhi biaya kuliah saya. dan saya juga aktif si organisasi mahasiswa. dan, ketika bekerja, pengalaman saya pernah bekerja dan aktif di organisasi sangat membantu. IPK saya sama sekali tidak banyak berperan.

  150. Imron Rosyadi berkata:

    for some people, their passion are scientific, algebra, mathematic, and another theoritical things.
    for some people, art, music, sport, adventure, business, managing are their passion
    Knowing our passion and do it is the happiness key in life.
    😀

  151. EricDesign berkata:

    Yang penting belajar, belajar dan terus belajar…
    Berharga atau tidak berharganya sebuah pelajaran, tugas kita sendirilah untuk menyaringnya.

  152. handoko berkata:

    izin share ya..bener banget, sistem pendidikan indonesia masih belum bisa dikatakan maksimal dalam memberikan kesempatan siswa dan guru untuk berkembang..apalagi saat ini mau dibuat sistem baru..
    memang sih, kita gk bisa salahin sistem yg ada..tapi bagaiman kita dapat memanfaatkan semua sistem yang ada di negara ini sehingga kita bisa jadi pribadi yang berguna.

  153. Ping balik: Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan” | i-Plus Learning Centre

  154. deanisa berkata:

    Postingan yg bagus sekali, selain untuk renungan tapi juga sebagai bahan pembelajaran. untuk saya khususnya mahasiswa tahun pertama yang sedang beradaptasi dengan lingkungan perkuliahan. bagaimana postingan ini memberikan nasehat kepada saya sebelum saya benar-benar kelewat jauh dalam ekspetasi akan nilai tersebut. karena pada dasarnya, pribadilah yg menentukan. lagi pula akan lebih menyenangkan jika bekerja sesuai dengan bidang yg kita sukai. jadi tidak akan terasa seperti ‘budak’ sistem. 🙂

  155. arie berkata:

    menurut saya malah kuliah itu hanya sebagai pantes2 san hidup saja…. kepandaian dan kecerdasan sesungguhnya kita akan dapatkn ketika kita bangun dari tidur kita… jangan smpai kita baru bangun ketika telah malaikat maut menghampiri kita…

  156. joetomo berkata:

    Ini fakta, contohnya seperti lulusan teknik (karena saya dari teknik), mata kuliah yg ada dipelajari agar bsa lulus, agar bsa menjadi robot2 terdidik yang memenuhi kebutuhan pabrik. Akibatnya banyak lulusan yang layaknya robot, mampu mencari rumus2 yg harus digunakan untuk menyelesaikan masalah. Namun tidak memiliki kapabilitas untuk menyelesaikan masalah yang belum ditulis di database-nya. Sad day for education

  157. Erlangga berkata:

    Wah sangat menginspirasi untuk menjadi kutipan

  158. maharsy berkata:

    pada intinya, belajar dinitakan untuk menuntut ilmu, bukan mencari nilai 😀

  159. betul banget, setuju setuju setuju 🙂 lillahi ta’ala

  160. adreamer27 berkata:

    benar bnget pidato itu.. selama ini sistem pendidkan indonesia, tidak lain hanyalah membentuk seorang penurut bukan seorang yang punya jiwa kreativitas yang tinggi.. kita harus merubah sistem tersebut.. 🙂

  161. Dia bisa menjadi dosen , doktor ataupun peneliti semacamnya. Mudah saja asal ada kemauan

  162. ijin repost y gan hehe :V

  163. Mungkin ada untungnya yah saya yang IPK-nya bisa dekat ke 3 karena dikatrol ama kuliah2 MKDU……… Saya rasa biarpun saya lumayan aktif di kegiatan2, tapi tetap saja saya bersyukur dengan 4 thn yang saya lalui di system pendidikan di ITB telah membuat saya seperti yang sekarang ini. Buat saya, akademik dan non akademik adalah bagai dua sayap yang mengangkat kita. Kan gak mungkin terbang hanya dengan satu sayap?

  164. Ping balik: Nilai Adalah Segalanya | Adhitya Reza

  165. Santi Djiwandono berkata:

    ini ‘pukulan’ sangat telak bagi pendidikan di US dan di hampir seluruh negara maju dan berkembang, bisa dibayangkan Amerika saja masih ‘tertampar’ seperti ini oleh salah satu anak didiknya, gimana dengan kita ya? Jauuuuhhhhh…….meskipun bukan berarti tidak bisa cepat. Cepat belajar, berubah, adaptasi, sehingga mutu generasi setelah kita-kita yg sekarang hidup ini, akan jauuh lebih berkarakter, karena proses pendidikannya juga dibuat penting, bukan hanya hasil akhir, dan bahwa sistem pendidikannya terintegrasi antar semua jenjang, semua penyelenggara, semua orang tua dan semua pengambil kebijakannya. Mantab!

  166. waw . sangat menyentuh . tapi, emangbener sih balik” lagi ke individu’a masing” . nggak dikit juga yang jadi aktivis campus tetap jadi juara kelas . 🙂 contohnya teman saya ..

  167. dadot berkata:

    Saya lebih suka berpendapat bahwa pidatonya adalah semacam protes kepada almamaternya yang menurutnya hanya menekankan keunggulan di atas kertas alias nilai2 bisu semata. Kenyataannya, orang2 seperti yang dibahas Nn. Goldson ini sangat banyak bertebaran dan situasinya semakin parah khususnya di Indonesia ketika di masa liberalisasi pendidikan ini kampus2 unggulan berlomba2 jual mahal — memang arti harafiah ya — dan keluarga calon mahasiswa/i membalasnya dengan bantingan bundelan uang demi hanya selembar kertas berstempel logo kampus unggulan tsb belaka dan buta terhadap keterampilan hidup lainnya karena percaya kertas berlogo tsb ‘sakti’ dalam memperoleh pekerjaan idaman mereka.

  168. Muhammad Rifqi Fathin berkata:

    Menurut saya soft skill dan hard skill harus balance dan terkadang soft skill menjadi hal yang lebih penting ketimbang hard skill/IQ semata karena inilah potret kehidupan sekarang yang tidak jauh dari kata komunikasi antar sesama. Harapan saya selama kuliah di ITB nanti tidak banyak sebenarnya, saya hanya ingin menyamaratakan antara EQ dan IQ saya supaya bisa bertahan di masyarakat.

  169. ilmibumi berkata:

    Reblogged this on Hello, I'm …. and commented:
    Ini dia! Alasan sesungguhnya dari pelajar yang selama ini dikenal malas dan tukang main, beberapa dari mereka (pelajar tukang ‘main’ dan jarang ‘belajar’) sudah menyadari SISTEM yang hanya mencetak ‘budak-budak’, salah orientasi, dan sistem yang hampir tidak mengajarkan apa-apa, mereka lebih memilih mengembangkan soft skills mereka sebagai bekal hidup, memperluas jaringan, membuka pikiran pada masalah sebenarnya yang ada di lingkungan, dan bukan sibuk pada buku ‘kaku’ hanya untuk meraih nilai tinggi atau sekadar untuk lulus. Mereka orang-orang kritis yang tidak banyak ditemui, kontras, tidak bisa ‘terbawa’ arus, agen perubahan, sesungguhnya mereka itu REVOLUSIONER.

  170. Ping balik: Congrats for Your Graduation. What Have You Learnt? « Mirrored World

  171. Ping balik: Bertahan di ITB? Bisa kok! | Catatan Sang Penyendiri

  172. buce berkata:

    Orang. Sukses. Dalam pendidikan itu apabila dia bisa mencari kehidupan tanpa ijasah yang dia milikim.

  173. Perkenalkan nama saya Kanita mahasiswa Sosiologi Antropologi. Saya sangat terharu ketika membaca td, kerja keras Erica Goldson untuk menjadi wisudawan terbaik pasti sangat tinggi, dia rela berkorban untuk belajar, belajar dan belajar sungguh-sungguh tuk mendapatkan nilai terbaik, tertinggi n wisudawan terbaik. tetapi menurut saya, dalam menjadi mahasiswa kita tentunya harus berinteraksi dengan orang lain, harus seimbang antara akademik dan kegiatan organisasi, sebab jika kita sudah lulus nantinya akan mencari pekerjaan, nah biasanya jika kita dari semester awal sudah punya kawan/relasi yg banyak maka akan mudah dalam mencari kerja. semangat ya buat temen2 semua, keduanya antara nilai tinggi dan kegiatan organisasi sangatlah penting. SEKIAN dan TERIMA KASIH 🙂

  174. aralicka berkata:

    Bapak, saya ijin re-blog ya. Sangat bermanfaat dan menampar sekali bagi saya

  175. aralicka berkata:

    Reblogged this on Myblog and commented:
    Renungan untuk Mahasiswa dan Pelajar

  176. Marhamah berkata:

    emang ngeri donk dengarkannya. Tapi itu adalah luahan yang benar pada dirinya dan diriku. Semua orang juga mengalami hal yang sama. Harus kemana hidupku ini.

    Setelah tamat sekolah harus ke alam pekerjaan, kemudian ke alam perkahwinan, kemudian ke alam anak-anak, lepas itu mati. Apa ertinya semua itu.

    Saya tertanya ramai kawan-kawan yang kuat pergi ngaji katanya. Rupanya esensi dari ngaji (untuk yang sudah berusia) itu banyak sekali menjawab persoalan hidup kita. Kita lupa yang kita akan kembali pada Yang Maha Pemurah apabila jasad ini sudah tidak lagi berupaya.

    Jadi Allah adalah tujuan hidup dan Islam adalah pedomannya

  177. Ping balik: Maju Sepuluh Langkah » Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan”

  178. zulfikarfahmi01 berkata:

    Reblogged this on Rumah Sederhana.

  179. Ana berkata:

    ngeri juga ya. Tapi karena memang semuanya mendukung dalam hal ini. Dimulai dari didikan usia dini, nilai kecil dimarahin mamah papa, sampai akhirnya di perkuliahan pun dunia masih sama, semuanya mengejar nilai, karena dianggap sebagai komponen untuk “menilai” sesuatu. Rata-rata jg yang buka lowongan pekerjaan pake embel2 “IPK minimal . . ..” ya? Jadi mau bagaimana lagi.

  180. Joko Susilo berkata:

    apa pun gelar lulusannya, IPK nya baik, dll,.. bekerja dengan baik itu lebih penting,

  181. trissakti berkata:

    Pilihan. Semuanya pilihan tiap individu. Artikelnya bagus. Dan yang pidato emang “edan” 🙂

  182. Risa berkata:

    membuka mata kita semua. ijin reblog yaa

  183. Risa berkata:

    Reblogged this on Risa Prima Putri.

  184. Oom Brengos berkata:

    kuliah dan sekolah yang saya jalani selama ini, pelajaran dan gelar yang saya dapatkan selama ini tidak membantu saya dalam menjalani hidup saya serta menafkah i keluarga saya. Namun perjalanan dalam periode indoktrinasi tersebut memberikan saya pengalaman, kawan, pemikiran dan nilai kehidupan yang sangat berharga bagi saya dalam menjalani hidup dan menafkahi keluarga saya. Tidak ada kesia-siaan dalam perjalanan kehidupan manusia kecuali bagi orang yang tidak mampu mengambil hikmah sepanjang perjalanannya yang sebenarnya indah dan berwarna……

  185. mrcannibalz berkata:

    Reblogged this on thirstofknowledge and commented:
    Renungan …

  186. ariatribratakharisma berkata:

    Reblogged this on Aria T. Kharisma and commented:
    Me face the mirror. A good article to describe who we are today after receiving a piece of paper in the graduation ceremony.

  187. natachaniago berkata:

    menjadi cambukan untuk mahasiswa sekarang.inspiratif.

  188. puniari berkata:

    Since the beginning of a process and understanding is not necessarily there should be a good result, so please repeat and try again.#unique

  189. Arif santoso berkata:

    pidato tanpa solusi menurutku ,,,

  190. Elzan Herbalife berkata:

    bener sekali, pada kenyataannya justru lebih byk org sukses mandiri dengan usahanya adalah dulunya bukan pelajar2 yang pintar, bahkan lebih byk yg nilai akademisnya relatif rendah.
    dan yang sukses di akademis jadinyapun terjebak sebagai pekerja2 kantoran yang sepertinya terlihat mapan padahal mereka adalah budak2 dari pemilik perusahaan tersebut.

  191. Darin Dindi Fadhilah berkata:

    Reblogged this on skyseat and commented:
    Add yhttps://rinaldimunir.wordpress.com/2013/04/07/pidato-wisudawan-terbaik-memukau-tetapi-sekaligus-menakutkan/#reblogour thoughts here… (optional)

  192. Rhamdani Azahra berkata:

    Nice info!!tipikal mahasiswa masa kini cuma ada dua, mahasiswa kupu2(kuliah-pulang) dan mahasiswa nonggem (nongkrong kalo ga dugem)..hihihi

  193. ioroyand berkata:

    subhanallah mengerikan ,,,,dalem bgt

  194. Syalfinaf Manaf berkata:

    Inilah potret pendidikan yang selalu mengejar otput bukan proses sehingga bertemulah budaya instant dalam berpikir dan bertindak dengan gelombang hedonisme dan konsumerisme karena hanya menggunakan otak kiri saja. Kato urang kampuang ambo awak bisa “maraso pandai” tapi nan labiah baik juga “pandai maraso” sahingga nan diasah adalah otak kanan kita; Kemamapuan tersebut aklan kita dapatkan dalam kegiatan yang membangun “soft skill dan team work”. Insyaallah disadari tentang pembanguna karakter sebagai fondasi pendidikan yang selama ini mulai terabaikan
    Mari kita bangun negeri ini dengan semangat

  195. ulfiarahmi berkata:

    di dunia nyata orang tidak membutuhkan yang individu yang kreatif, tapi individu yang manut-penurut. Yang kreatif silahkan bikin usaha kreatif sendiri, sedangkan yang manut bisa diterima banyak orang dengan asumsi bisa dibentuk. TrueStory ^_^

  196. Swastika R berkata:

    ijin share boleh? terimakasih.

  197. adetawalapi berkata:

    saya sendiri gamang, masih belum yakin mau jadi apa. padahal waktu kecil, dengan lantang saya menyebutkan “semua” cita-cita saya. hahaha ._.

  198. anggitadenill berkata:

    Mbak Erika itu jujur sekali ya. Oiya yang ku rasakan saat kuliah itu bukan gelar loh, tapi membentuk pola pikir. Pola pikir yang dapat melihat sesuatu dari berbagai sisi dan kalo bisa menemukan solusi. Yang membedakan jenjang keilmuan kan bukan ilmunya, tapi pola dan cara berpikirnya. Cara berpikir itu yang dibentuk dikuliah dan di lingkungan si mahasiswanya. Jadi ya kuliah ya penting juga sih.
    Buat Mbak Erika jempol banget ama kejujurannya. Pernah juga ngerasain hal yang sama dalam beberapa semester (untung ga lama), dan akhirnya sadar kalo “SUKSES ITU RELATIF”. Misalnya : Bagi si A bisa makan Indomi merupakan kesuksesan dalam hidupnya, dan si B bisa naik sepeda adalah sesuatu pencapaian besar dalam hidupnya. Jadi sukses ga bisa digeneralisasi. Akhirnya mulai menggali lagi diri sendiri yang sudah terkubur bertahun-tahun lamanya karena ‘sibuknya’ pendidikan alias mencari lagi apa yang ingin dilakukan jika sudah besar (pemikiran saat kanak-kanak) atau mengasah lagi skill hobby and i found it again, colour of my life.

  199. Nororo Bororo berkata:

    anak lulusan sekolah rakyat (SD) aja mempunyai 1000 karyawan, masa kalian yang lulusan sarjana malah jadi karyawan …hhe

  200. iteki08 berkata:

    kalau menurut saya, bukan indoktrinasi atau bukan, tapi ini lah yang disebut kedewasaan, dimana ketika masuk ke dunia kampus seringkali kita tidak tahu apa yang kita mau (kenapa anda pilih jurusan tersebut,kenapa anda masuk kampus tersebut dan apa tujuan anda masuk ke kampus dan jurusan tersebut), kalau maunya jadi karyawan ya kerjakan hal2 yang mendukung sebagai karyawan, kalau mau jadi pengusaha ya kerjakan hal2 yang mendukung anda untuk menjadi pengusaha atau yang lainnya yang anda inginkan

  201. Nurizka F berkata:

    Reblogged this on Ambiance Ambievert and commented:
    Mungkin inilah, yang selama ini kami para siswa gelisahkan. “Untuk apa belajar?” Karena kadang.. kami belajar hanya untuk nilai, bukan untuk mengambil sari ilmu dari setiap mata pelajaran.

    Mungkin evaluasi diri lagi.
    Apakah sekarang saya sedang benar-benar belajar. ataukah hanya sekedar “nurut” dan “manut” pada sistem ini? Melaksanakan perintah dengan sempurna layaknya robot?

  202. maftuh14 berkata:

    Reblogged this on CORAT-CORET SHARING and commented:
    Fokus,,Jangan ragu jadi pragmatis!

  203. Taufik Hidayat berkata:

    mahasiswa bermasalah jadi ada motivasi nih gara2 artikel ini
    ajib pak dosen

  204. Dara Agnesia berkata:

    yang dia sampaikan adalah fakta yang terlupakan oleh para mahasiswa,,tapi saya yang dulu berfikiran seperti itu sekarang mulai membenah,,beberapa kalimat (yang menyatakan bahwa untuk mendapatkan nilai terbaik adalah tanda keberhasilan dalam menyelesaikan periode indoktrinasi dengan sempurna) sampai-sampai tidak tahu arah dan tujuan kemana dan akhirnya terjerumus ke dalam bidang yang secara tidak sengaja dipilih. tapi yang dibutuhkan saya saat itu bukanlah tetap terjerumus lagi ke dalam doktrinasi yang sama,melainkan,,saya mulai mengetahui arah tujuan saya. apa yang saya ambil secara tidak sengaja,itulah yang terbaik,,dan saya berharap saya mampu menjadi yang terbaik di bidang saya,,tentu saja dengan tidak mengelakkan manfaatnya untuk kehidupan.

  205. darmachiro berkata:

    Ini bagus baget buat nyentil sedikit tentang paradigma pendidikan kita. Bicara soal nilai itu penting sebagai standar kompetensi diri. Tapi Bicara soal ketahan untuk hidup mandiri juga penting, jika nilai didapat dengan belajar teori, maka ketahanan hidup didapat dari aktualisasi diri waktu di sasana pendidikan. Kalau keduanya dapat, maka kita akan keluar tidak lagi gamang tentang arah hidup kita. Nilai kita ada, life skill juga ada. Jika dipahami lebih dalam Pendidikan adalah membahasakan ilmu kehidupan, kalau ada sarjana nganggur itu artinya secara nilai dia lulus tapi gagal dalam menjalani hidup yg berkualitas.

  206. setitikembun berkata:

    Reblogged this on lembayungsurga and commented:
    ketakutan seorang wisudawati setelah lulus

  207. achoels berkata:

    Reblogged this on Achoels and commented:
    Layak menjadi lulusan terbaik.
    Jd ingat waktu jaman sma, pernah membuat pidato di depan kelas.
    The great aim of education is not knowledge but action…
    Ilmu Pengetahuan tanpa mampu mengimplementasikan dalam kehidupan adalah absurd.
    Cm sayang, kurang responsif dr temen-temen sekelas atau saya yang kurang jelas pidatonya Hehehee…

  208. Reblogged this on Deo, Patriae, Amicis! and commented:
    Bagus untuk dibaca dan direfleksikan. Silakan!

  209. ipanase berkata:

    cadasss
    terdoktrin kertas

  210. benar-benar menggetarkan hati~

  211. gamis berkata:

    Salah kaprah sistem pendidikan hanya akan membuat orang semakin bodoh,,,,

  212. Lucu juga sih, inget lowongan BUMN, S1 swasta IPK harus 3.00, wadefak…yah begini lah, semua dilihat dari IPK nya, mustinya bangga lah yang punya IPK tinggi, karena IPK tinggi mencerminkan kualitas yg tinggi pula. oya kunjungi blog saya juga ya sesarsehatsantoso.wordpress.com

  213. el berkata:

    Halo, saya alumni Kimia ITB, angkatan 2007. Memang sudah persepsi publik bahwa alumni ITB, adalah orang2 yg hanya jago akademik, tapi lemah di soft skill, sehingga kemampuan bersosialnya lemah dan cendrung arogan ketika terjun ke masyarakat. Tapi jangan salah, menurut saya, walau tidak semua UKM dan himpunannya “hidup”, mayoritas organisasi di ITB adalah media yg sangat kuat dalam mengembangkan soft skill, kemampuan berorganisasi, dan peluasan network (yg akan berguna seumur hidup).

    Kebetulan saya adalah alumni dengan IPK pas2an, yg tidak pernah menyukai jurusan yg saya ambil, tapi saya banyak bangetttttt ilmu yg saya ambil dari 3,5 tahun menjadi anggota di UKM saya dan dari 4 tahun menjadi mahasiswa ITB. Dan skrg saya bersenang2 dengan passion saya (fotografi) dan dibayar besar pula 😀

    Untuk saya tidak ada yg lebih pekerjaan yg lebih membahagiakan daripada bisa melakukan apa yg kita cintai, dan dibayar pula…

  214. orysu berkata:

    semoga kita semua , makin sadar , utamanya yg tinggal di Indonesia dengan segala sistem dll nya mampu mengkaji ini. dan menebar luas info seperti ini ke masyarakat bahwa indoktrinasi berjalan tapi tetap mindset personal perlu dikembangkan. agar tidak hanya jadi robot baru keluaran sistem. keluar tanpa arah dan tujuan yang jelas, dan dengan sangat terpaksa masuk lagi ke dalam sistem dan siap jadi babu sang robot baru.

  215. cbgiovanni berkata:

    SMA di Indonesia juga gitu ko. Standarisasi manusia, lewat UN nya. Semua pelajar di Indonesia harus sama, tidak boleh ada yang lebih atau berkembang lebih baik. Pembatasan dan pembodohan tidak langsung. Pelajar di negeri ini pun dituntut menjadi “robot” yang sempurna menjalankan perintah sang penguasa.

  216. Ping balik: Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan” | SMAN 1 Gunung Talang

  217. arindataraputri berkata:

    izin share 🙂 Terima kasih

  218. gret berkata:

    Kemampuan akademis penurut penelitian hanya dibutuhkan tidak lebih dari 20 percent dalam dunia kerja, salah satu contoh nyata kebanyakan teman skolah kita yg kemampuan akademisnya diatas rata rata belum menunjukkan karier yg lebih menonjol.

  219. achoels berkata:

    Assalamualaika wr wb
    Izin share ya, Om… Thanks
    Wasalam

  220. mochi berkata:

    Itu yg saya rasa kan saat sekarang. Feels #brofist

  221. ndorara berkata:

    Reblogged pak 🙂

  222. Durian berkata:

    kembali ke diri kita masing masing, itu intinya. bagaimana kita menanggapi tentang pola pendidikan di negeri ini dan bagaimana kita menentukan masa depan kita sendiri.

  223. sushi berkata:

    Saya bisa dibilang lumayan pintar & kritis. Tapi saya bukan tipe mahasiswa yang rajin dan fokus terhadap nilai tinggi secara ekstrim. Malah kebalikannya banget. Saya sering break the rules dari jaman sekola dulu. Dateng telat, nyontek, pernah bolos sekolah, gak ikut program tambahan sekolah, dll. Itu semua saya lakukan karena mikir “gitu amat sih mau dpt nilai bagus” atau gampangnya males :p. Tapi karena saya kalem, banyak yg mikir gw rajin (wkwk rajin ke laut).

    Sayangnya saya gak punya soft skill yg bagus. Lumayan nyesel sih dulu gak aktif di organisasi. Kalo masalah kesukaan di luar bidang akademis sih, saya punya banyak. Darah seni mengalir deras di tubuh saya. Saya berpikir lulus kuliah ini mungkin bisa aja saya kerja di bidang yang saya suka. Tapi saya ketakutan karena ga punya soft skill yg bagus. Pekerjaan2 yg tidak kaku itu kan membutuhkan banyak komunikasi. Sedangkan untuk bekerja sbg pegawai biasa yg tidak dibutuhkan soft skill bagus, saya juga ketakuan. Saya gak mau terjebak di sistem yang monoton.
    Jadi begitu, saya bingung. Dan saya tahu banyak mahasiswa yg sedang kebingungan juga di luar sana. *toss

  224. Zulkifli B Sitompul berkata:

    ijin share ya bro

  225. seseorang berkata:

    Saya pikir tulisan tersebut hanya tentang perasaan takut setelah menyelesaikan sesuatu dan memulai yang baru yang belum pernah dilakukan.. (coba perhatikan waktu SD mau masuk SMP,, SMP masuk SMA,, SMA masuk kuliah, terus saja kuliah S1, S2, S3, terus cari kerja, masuk kerja, berhenti kerja, bikin kerjaan, ngasih kerja, bahkan ngerjain pekerja dst..) semua sama-sama takutnya kok. Ragu karena ketidaktahuan, gak pede karena belum merasakan dan akhirnya takutan karena belum menjalani. Dan sekali lagi semua itu wajar, wajar kukatakan karena manusia itu makhluk dengan segala keterbatasan, Sistim, baik pribadi,organsasi, apapun namanya itu juga terbatas. Perlu diingat juga lho, yang mau kita sekolah dan membiayai kita kan orang tua kita juga. Masak para orang tua mau anak2nya (kita2 ini) jadi robot. Jadi jangan disalahkan dong. Tapi mereka semua bisa berubah dan beradaptasi layaknya kita-kita semua. Ya kita-kita ini juga yang akan menggantinya di masa depan.
    Ayo..coba hadapi saja semua dengan gagah berani, (yang saya tahu itu sifat anak2 ITB) dan bersyukur (ini yan gbukan sifat anak ITB), Yakin kalau hidup yang anda jalani di masa kemarin adalah modal dan bekal anda baik kegagalan (ini yang biasa gak diterima) dan keberhasilan (ini biasanya yang terlalu dibanggakan),, serta jadikan hari esok adalah ibadah yang harus dilengkapi dan diamalkan untuk sesama makhluk ciptaan-Nya.

  226. Cumlaude tp organisasi kurang itu biasa…atau bagus organisasinya tp kuliah keteteran…itu juga biasa…yang luar biasa itu organisasi manteb dan IPK cumlaude…Apakah anda orangnya ???…engkau bisa mengikhtiarkannya…Nilai terpenting adalah hidup dengan passion dan kecintaan akan apa yang kita kerjakan dan perjuangkan…siapapun anda…akademisi yang kutu buku…organisatoris yang banyak bicara….atau keduanya…Hal terpenting adalah lakukan yang terbaik dalam hidup dan jadilah bermanfaat 🙂

  227. indonesia berkata:

    kalo di indonesia bukan cuma sistem pendidikannya lho
    saya yakin 98% perusahaan akan melihat nilai ijazah terlebih dahulu dibanding skillnya (ingat skill kadang tidak bersertifikat)

    so…?
    mana dulu yang dibenahi…?

  228. anonim berkata:

    ijin share ya om,

    terima kasih

  229. Sasy berkata:

    setuju, pendidikan di negara ini tak jauh dr apa yang dirasakan Erica, mendorong siswa bahkan mahasiswa hanya untuk menjadi seorang penurut……, bukan pembebas pikiran, simpel saja saat sidangpun kita tidak di perbolehkan berargumen …..semua harus berdasarkan pendapat buku…..jika bukan pendapat buku maka sangat minus……, semoga kedepan akan lebih baik kita perlu para pencetus bukan penurut >>

  230. sangari berkata:

    Saat anda bisa menyadari diri seperti apa yang anda tuliskan, itulah artinya terbaik. Lembaga anda telah mampu membuat anda sadar. Selamat dan Semangat, tinggal 1 lagi, abdikan pengetahuan yang anda miliki untuk bangsa dan rakya Indonesia.

  231. yasdong berkata:

    Reblogged this on Sarang Yasdong and commented:
    Ya, kita manusia. Bukan robot. Ini sebuah tulisan yang mengingatkan gw ihwal tujuan hidup gw. Trims wahai pemilik blog 🙂

  232. Muslem berkata:

    Semuanya sangat manusiawi, semua manusia ingin terbebas dari segala aturan yang mengikatnya dan mengharuskan manusia itu untuk mengikutinya. Sadar kita sebagai hewan yang berakal, maka harus kita pikirkan kembali “kita akan mejadi pengikut sistem atau pencipta sistem,.!?”.

  233. SuperWildan berkata:

    seperti kartini di era awal 1900an. walau pemikiran dia mau sebebas ato seliar apapun tpi klo sistem yg mengikat sudah menjadi bagian dari kebudayaan yg di terima masyarakat. lebih baik duduk diam dan menerima apa yg sudah dijalankan.

  234. bukulatihanukdi berkata:

    Reblogged this on Dokter Asuransi (dr Suwanto CFP®) and commented:
    sangat menginspirasi

  235. lagu cinta berkata:

    We are human beings. We are thinkers, dreamers, explorers, artists, writers, engineers. We are anything we want to be… tapi bagi yang ingin jadi robot ya silakan saja 😀

  236. mbakje berkata:

    Reblogged this on Rumah Mbakje and commented:
    “Saya memang adalah yang terbaik dalam melakukan apa yang diperintahkan kepada saya dan juga dalam hal mengikuti sistem yang ada.”

  237. heni putra berkata:

    semuanya kembali kepilihan…. jika ingin menjadi yang diharapkan dari output pendidikan ya ikutin system.. jika nggak ya keluar dari system… segala hal memiliki konsekuensi. jika yang hendak diguncang adalah system pendidikan… maka itu urusan pembuat kebijakan… dan itu siapa lagi kalo bukan penguasa… konsekuensi logis anti system pendidikan yang sudah berjalan adalah mengguncang penguasa dan menawarkan system pendidikan alternatif…. can you do that?

  238. Ping balik: Everybody Needs Hobby | a husband, a father, a family man

  239. andiana berkata:

    Reblogged this on Catatan Hati di Batas Cakrawala and commented:
    masih bisa terpukau dengan pidatonya. keren!

  240. wawan jayuz berkata:

    memang benar. makna tersirat dari pesan Erica : “untuk menjadi yang terbaik haruslah memiliki perspektif yg luas, tidak terbatas/ terfokus hanya pada satu hal. Harus pula menyadari keadaan sekelilingnya, keterbatasan apapun itu entah sistem atau apapun, tidak boleh tidak perduli.. tapi yang paling penting adalah membuktikan bahwa kita juga harus bisa menjadi yang terbaik saat kita ditempatkan di sistem yang terbatas itu.”

  241. Rocketgoal berkata:

    membaca pidato di atas sungguh luar biasa
    saat ini saya sering menemukan sebuah fenomena yang cerdas emosional justru lebih sukses dibandingkan mereka yang cerdas secara intelektual, mungkin karena orang yang cerdas secara emosional mampu mengembangkan kreativitas, mereka juga pandai bergaul dan berani mengambil sebuah keputusan
    saya justru sering melihat yang cerdas secara intelektual mereka bekerja sebagai dosen maupun karyawan perusahaan negeri maupun swasta, sedangkan yang cerdas secara emosional mereka mampu mendirikan perusahaan di usia yang masih muda
    memang dari segi penglihatan saya, orang yang memiliki kecerdasan emosional mempunyai pemikiran yang berbeda, di saat teman-temannya sibuk belajar untuk memperoleh nilai yang tinggi, mereka yang cerdas secara emosional sibuk bergaul dan mencari passion dari dirinya, dan akhirnya setelah mereka menemukan passion mereka akan sangat menyukainya dan menjelma menjadi orang yang luar biasa, mereka bisa sukses di usia muda melampaui teman-temannya yang memiliki IPK tinggi

  242. Amanatus Zahroh berkata:

    Yang terpenting ilmunya bermanfaat dan berkah. Belajarpun tdk harus di bangku akademik

  243. nitrogenius putra berkata:

    ah…ini anak kan kesal sama dirinya sendiri jadi mencoba menyalahkan sistem…hidup itu pilihan kok, namanya juga ABG labil..punya penyesalan tapi mencoba berteori…sekali lagi hidup ini pilihan dan semua individu adalah manusia merdeka…memang setiap generasi punya banyak hal yang berbeda sehingga kehidupan tetap seimbang..zen itu ada di setiap saat kok.

  244. Ara dwh berkata:

    Ijin share bapak…
    Terima kasih..
    (^_^)

  245. Jeanot Nahasan berkata:

    makjleb sekali.

    sebenarnya rugi jika hanya mempelajari ilmu2 pasti saat kuliah, krn di era digital, ilmu pasti bisa diperoleh dgn mudah via internet. bagi saya, memperkuat karakter, belajar pola pikir, membangun relasi, membangun kebiasaan yg positif melalui kegiatan2 berorganisasi itu penting bagi saya.

  246. ricky saputra berkata:

    mengantarkan jadi pengusaha

  247. Beben berkata:

    Salam buat yang berkomentar tentang bangsa ini.

    Terlepas dari baik buruknya bangsa ini. Ya inilah tempat lahir kita
    menyalahkan adalah softskill manusia. Solusi adalah fungsi dari otak manusia.
    Bicara mengenai pendidikan kita yang bobrok sebenarnya tergantung dari manusianya itu sendiri yang merespon lingkungannya seperti apa. Sistem hanyalah sebuah aturan yang tertulis diatas kertas. Sedangkan hasil dari sebuah sistem tergantung dari orang yang membacanya.
    Dengan keadaan bangsa ini saya puas dan bangga di lahirkan di Indonesia. Kejelekan yang ada menjadi tanggung jawab kita untuk memperbaikinya bukan mencelanya. Inilah kesempatan kita untuk menjadi pahlawan, memperbaikinya dari diri kita dahulu.
    Satu lagi, bangsa ini tidak ketinggalan tetapi orang-orang tertentu yang ketinggalan. bangsa ini sudah cukup mempunyai atap, stir, roda, bahan bakar dan mesin, jadi hanya perlu driver yang tahu benar potensi bangsa ini yang bisa membuatnya melaju kencang.

  248. mistermistel berkata:

    izin repost yaa? keren nih

  249. Abul Hasan Asy'ari berkata:

    Izin RePost ^^

  250. fena berkata:

    ; izin share ya Pak …

  251. dea berkata:

    ga cuma dari pendidikan..
    bukannya jaman skg perusahaan2 besar jg liat IPK dulu baru soft skill? yg tidak memenuhi standar IPK, otomatis CVnya dikesampingkan

    intinya orang mau nilai tinggi di dunia pendidikan juga buat survive di dunia pekerjaan, bkn masalah sistem atau pola pikir pribadi.. Inilah dunia nyata buat kaum dewasa, sudah begini disiratkan seperti hukum alam

  252. Julian Sanjaya berkata:

    saya merasa beruntung tidak pernah sekalipun saya tertarik sama yg namanya sekolah 😀

  253. defitoblossom berkata:

    Reblogged this on defitoblossom and commented:
    tetiba ingat kata Om Bom Sadino: IPK diatas 3=calon karyawan :3,, huum sungguh ambigu..

  254. Sita berkata:

    intinya kita harus menyeimbangkan antara akademik dan organisasi,,
    karena untuk saat ini negara kita masih menjadikan ijazah sebagai syarat untuk melamar kerja atau apapun,, tetapi organisasi juga tidak kalah penting sebagai ajang pengasah EQ.. karena berdasarkan penelitian bahwa penentu keberhasilan seseorang bukanlah IQ (yang notabene terlatih di dunia pendidikan Indonesia), melainkan EQ..

  255. Rivai berkata:

    namun perlu diperhatikan pula bahwa softskill tanpa adanya hardskill juga kurang baik untuk dunia kerja saat ini. Yang bagus seimbangkan saja kira-kira.. Untuk softkill juga sebenarnya semakin bertambah umur, semakin berkembang pula softskill dari individu masing-masing secara alamiah.

  256. shella berkata:

    sumpah aku berasa bahwa yang di alami erika ini sama seperti diri aku. bodohnya aku-__-. dari smp-sma aku selalu masuk 3 besar, kelas 2-3 sma ranking ke 1 terus di kelas aku. bener banget kata erika aku hebat dalam menjalankan segala yang di perintahkan kepada aku tapi untuk treatif NOOOOOO demi apa aku sendiri ngak ngerasa kreatif. selalu menuruti aturan, anti pelanggaran. aku juga bingung sekarang selalu ada kekhawatiran dalam hati kalau “nilai” aku itu jelek, dan bikin orang tua kecewa. masukan plissssssss aku harus gimana buat kedepannya T___T

    • aku juga seperti itu selama belasan tahun di sekolah dan di perguruan tinggi..
      pendidikan perlu?? ya jelas perlu..
      kreatifitas perlu?? perl banget
      istirahat sembari menikati hobi perlu?? perlu juga
      seimbangin aja, toh kamu tidak harus menghabiskan hidupmu buat belajar supaya bisa berprestasi, nikmati hidupmu dg seimbang, itu aja sih, ntar hasilnya kemungkinan besar akan membuat kita tersenyum
      jangan takut
      😀

  257. devi yulianti berkata:

    ya memang tidak bisa memungkiri kalau di negara ‘kita’ ini memang masih berkiblat pada yang namanya hasil terlebih ‘nilai’ , bagaimana tidak ?
    jangankan menyinggung beasiswa dari pihak swasta , dari DIKTI saja yang langsung diatur dari pihak pemerintah sudah mewajibkan prasyarat harus tetap memperoleh IPK minimal 2,75 (apalagi dikampus saya mungkin demi mempertahankan prestice bahkan dia berani memberikan patokan minimal 3,00 ) untuk dapat mempertahankan beasiswa .
    sebut saja ‘Bidik Misi’ (beasiswa di perguruan tinggi negri bagi warga kurang mampu namun berprestasi) dan saya termasuk mahasiswa yang mengenyam beasiswa itu , lantas bagaimana kalau tidak mau mengikuti aturan yang bersistem seperti itu ???
    kalau beasiswanya dicabut ya alamat sudah tidak bisa melanjutkan pendidikan di dunia perkuliahan perguruan tinggi negri yang bila ditotal budget pendidikan pendaftaran sampe kelulusan, mungkin bisa untuk membeli suatu mobil bahkan lebih karena plus biaya kehidupan sehari – hari mungkin bagi yang kos ~
    bagi saya sendiri menjadi menimbulkan prinsip sebisa mungkin penting nilainya bagus (ntah dapet cara darimana) :3
    sebenarnya saya juga sangat -sangat sependapat dengan pidato itu pengennya juga diterapin di negara ini (tunggu saya jadi presidennya ya untuk perubahan yang besar ini haha ), tapi entahlah sayangnya mau gimana lagi terlanjur ditakdirkan hidup dan berkembang disini dan belum bisa membawa perubahan yang berarti bagi siapapun -_-

  258. Ping balik: Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau Sekaligus “Menakutkan” | adif widhianto blog

  259. nuning berkata:

    intinya balance mnrt saya.ngejer hobi tp ga ngenyam pendidikan, alih2 berfikir pendidikan jaman sekarang kurang penting…ga sepenuhnya bener juga.kembali ke pribadinya masing2.

  260. Aan berkata:

    Ketika Nokia runtuh, orang2 Finlandia menyalahkan sistem pendidikan mereka. Sama sepertinya, mereka menyalahkan bahwa mahasiswa Finlandia telah gagal menciptakan ide2 besar. Padahal ada dua hal yang dikenal dari Finland yaitu pendidikan dan Nokia (Finland negara dengan sistem pendidikan terbaik). Mudah bagi kita untuk menyalahkan pendidikan atas apa yang tidak kita capai saat ini. Kita lupa bahwa Universitas yang sebenarnya adalah kehidupan itu sendiri.

  261. Ping balik: Yes, I am With You Erica! | Unbelieveableme

  262. RF berkata:

    ini akan beda ketika dalam menuntut ilmu dilandaskan pada niatan ibadah pada Robb Sang Maha Pencipta. tidak hnya menimba ilmu/ atau menjalankan sistem yg diterapkan, namun dengan ikhlas juga saling berbagi dg sesama mungkin akan lebih bermanfaat dan tidak akan menjenuhkan.
    -hanya berpendapat-

  263. zikriaa berkata:

    capek juga baca perdebatan di atas..
    intinya dari ceramah si cewek mah dia nganjurkan jgn terlalu monoton dalam satu hal
    kita juga harus berusaha kreatif dalam hal lain, setidaknya saat kita mentok karena gk ada solusi dalam hal yg kita kerjain dengan fokus, kita punya hal lain yg juga bisa membuat kita jauh dari jenuh ..
    karena sesuatu yg monoton itu muncul karena itu merupakan hal yg di ulang terus menerus dan membuat jenuh.. hidup mah jangan sampai jenuh,, ntar pengen M**i ujung2 nya..
    and berada dalam katakutan ..
    ubah aja pribadi masing2 jd lenih kreatif.. T^_^

  264. Debbie berkata:

    Sepertinya kita perlu membaca semua part baru bisa berkomentar, dan..menurut saya jangan terpaku pada teks terjemahan saja (tanpa bermaksud meragukan kemampuan sang penerjemah) apalagi yang diterjemahkan hanya separuh…

  265. dyansuhendar berkata:

    itulah namanya mahasiswa calon buruh/mental karyawan. bukan calon pengusaha

  266. Rizqi Fahma berkata:

    Reblogged this on Rix on it! and commented:
    A puzzle to answer questions in my head. For sure!

  267. whatsss berkata:

    intinya tetep satuu..keseimbangan + – harus tetap terjaga …terlalu positif ga baek , terlalu negatif ga baek…jagalah keseimbangan itu

  268. eci berkata:

    Memang kebanyakan ortu atau lingkungan selalu menuntut nilai tinggi pada anak. Masy pun sering mengkotak2kan profesi atau sekolah/univ tertentu lebih bergengsi drpd lainnya. Pdhal kenyataannya bisa aja yg ‘cuma’ kursus menjahit tp krn suka dan ditekuni akhirnya menjadi designer kenamaan yg menghasilkan uang lbh banyak dari dokter,misalnya (sebuah profesi yg dianggap bergengsi). Tapi mnrt saya skrg masy mulai menyadari bahwa semua profesi skrg menjanjikan. Tdk ada yg lbh rendah dari yg lain. Kalo dilakukan secara profesional. Ini awal yg baik.
    Dlm dunia pendidikan pun saya menemui hal menarik. Sepupu saya baru saja kuliah di salah satu PTS di Sby. PTS tsb menerapkan sist point. Jd mahasiswa hrs mengumpulkan min 100 point wkt tingkat akhir nanti. Point2 tsb didpt dng mengikuti/menghadiri berbagai macam acara/keg d kampus yg besarannya bervariasi. Jd mahasiswa mau tdk mau hrs aktif ikut/hadir di acara kampus. Paling tdk ini ‘memaksa’ mahasiswa utk bersosialisasi bukan melulu belajar. Sepupu saya yg kuliah baru 1 th sdh mengumpulkan 40an point.
    Itu mgkn hanya sdkt contoh. Saya yakin dng upaya segenap elemen masy, dunia pendidikan Indonesia akan menemukan bentuknya yg lbh baik. Amin.

  269. morten berkata:

    Sekolah impiannya ada di dalam film “3 idiot”

  270. ramadjamal berkata:

    Reblogged this on Story sleeping alone and commented:
    “sekolah yang sesungguh nya ada di luar sana”, banyak prespektif yang mengatakan salah satu nya dalam buku “Rich dad,Poor Dad” …. luar biasa…!

  271. ramadjamal berkata:

    Sekolah yang sesungguh nya ada di luar sana….hentikan pola pikir yang pakem…. belajarlah dari fase-fase adolescene – getting wise…. khidupan yang sebenarnya ada di luar sana….

    manusia melakukan perjalanan kehidupan menuju kepada kematian…. jangan lah banyak waktu yg terlewatkan… jadi lah pribadi yang beridentitas serta kreatif….
    “kebahagian akan terasa nyata bila kita berbagi”

  272. xxx berkata:

    ga’ usah bnyak bacot, banyak bicara amat, isi bicarax mngkin akademis n sangat mmikat seketika d baca,,,tpi lu yakin bisa aplikasiin, mulai aja dri diri sendiri dlu,,,klau mmng lu udah bisa, bru lu ngajak org lain, ajak org lain dngn prbuatan bkn dngan kta” yg ga’ jls brooo…

  273. terimakasih pak atasan pencerahannya, saya dapat pencerahan stelah saya baca tulisan bapak, dan tahu bagaimana mahasiswa berlaku sebenarnya dalam kehidupan nyata.

  274. Dhina Amalia berkata:

    mhn maaf hanya sekedar share..sy dulu seorg aktifis mahasiswa dan seorng ketua SEMA,.sy pikir setiap perguruan tinggi mempunyai sistem nya masing2, mahasiswa dpt mengatur dirinya sesuai keinginannya,..mereka mau lambat atau cepat dlm studynya…dikembalikan pada dirinya masing2. .mau berhasil atau tidak itu ada di tangan mereka, hidup adalah pilihan.. study dan sosialisasi di masyarakat sama penting nya..hidup ini hrs seimbang..hsl belajar kita di institusi formal kadang kurang dipakai untuk aplikasi di masyarakat, tp tetap penting untuk meningkatkan wawasan kita..,,yg terbanyak adalah..belajar di sekolah kehidupan yg nyata..itulah bekal yg terpenting dalam mengarungi kehidupan, ..itulah yg sy lakukan…meski sy bkn kuliah di tempat yg populer…sy bs menggapai keinginan sy…

  275. Joe berkata:

    sistem pendidikan seharusnya mulai mengarah kepada mendidik anak didik untuk menjadi dirinya sendiri dan menemukan jati dirinya secara positif. Selama ini kita dididik untuk menjadi orang lain, sehingga setelah selesai pendidikan kita menjadi orang lain, bukan sejatinya diri kita sendiri. Menjadi diri sendiri, maka bekerja berubah menjadi berkarya dan eksplorasi diri…setiap kita memiliki ‘talent’…sayangnya talent ini hampir tidak pernah tergali krn sistem yang berputar pada kepintaran akademis saja…anak2 lebih sering kena teguran dan bahkan amarah apabila nilai akademisnya jelek, padahal kita tidak sadar bahwa setiap anak dan kita memiliki talent dan unik. Mungkin secara akademis mereka kurang baik, namun disisi lain mereka memiliki emas yang terpendam dalam sekam tanpa pernah ter-ekspos…mari sama2 berubah dan keluar dari lingkaran kebiasaan lama ini….

  276. Umi Azahra berkata:

    Keinginan setiap siswa/mahasiswa disayang oleh guru/dosennya. Nah, biasanya siswa/mahasiswa yg pintar di sayang guru/dosennya, sedangkan yang bodoh ya begitu deh….
    Jadi, pada intinya yang perlu di ubah adalah pola pemikiran para pendidik bahwa anak pintar itu bagus anak bodoh itu jelek. Setiap siswa/mahasiswa itu punya sesuatu pada dirinya yang bisa dibanggakan. Tinggal bagaimana pendidik bisa menggali dan mengeksplorasi kemampuan mereka tersebut. Semua anak itu “Unik”….

  277. ooabdoel berkata:

    lengkap sudahh hahha one world one struggle education not for sale !!!
    we are student not customers

  278. nowISfall berkata:

    “disaat ada seseorang hanya duduk melamun dan tiba tiba menjadi seniman hebat” setuju tuh.. itu yang dinamakan manusia setengah dewa B) mahasiswa memang sudah seharusnya lebih aktif ikut di organisasi karena itu adalah jenjang terakhir kita buat terjun ke masyarakat.. jadi kenapa kita harus menjadi seperti anak SMP terus ?

  279. bambang berkata:

    Izin share..

  280. motogokil berkata:

    di saat seseorang (terlihat) melamun, memikirkan nasibnya di akhirat kelak dan pekerjaan apa yang memberikan kontribusi besar di akhirat yang belum ia kerjakan, yang lain sibuk mempersiapkan diri menghadapi nasibnya di dunia.
    kira2 siapa yang paling bahagia dan paling beruntung???
    http://motogokil.com/

  281. ivo berkata:

    sebenarnya, tidak semuanya salah dalam proses belajar dan mengajar yang ada dalam sebuah institusi. memang ketika kita asik dalam dunia kita sendiri, kita akan luapa dengan banyak hal diluar sana. jadi yang dirasakan wanita yang baru lulus itu hanyalah kebingungan, karena dia tidak pernah bergaul dengan teman-temannya untuk sesuatu yang lain diluar pelajaran, dia hanya asik dengan segala macam pelajaran akademiknya, sehingga dia kuper. jadinya dai bingung harus apa setelah ini, karena dia tidak punya teman, dan dia bingung untuk memulai kehidupan pergaulan yang nyata berikutnya. pidato itu tidak menakutkan, pidato itu hanya memprihatinkan, karena ini adalah kenyataan tentang beberapa anak yang ada, yang selalu berkutat dengan buku pelajaran dan bisa jadi ada interfensi dari keluarga yang akhirnya membuat dia jadi seperti itu. banyak juga kok anak diluar sana yang memiliki nilai akademik yang luar biasa, namun bisa menjalani kehidupan sosial dengan baik pula. disinilah peran aktif keluarga sangat diperlukan untuk bisa membentuk pribadi yang baik bahkan luar biasa.

  282. salmaners berkata:

    saudara..
    solusinya sudah jelas ada dalam hadits,
    sebaik sabaiknya kalian adalah yg mempelajari al qur’an dan mengmalknnya.

  283. Dwi Sulistiono berkata:

    Jika persepsi belajar kita hanya sebatas mendapat nilai (angka) yang membuat puas, maka kita akan melupakan esensi hasil belajar yang sesungguhnya. Yaitu mengaplikasikan dan mengembangkan apa yg diperolehnya sehingga bermanfaat bagi sesama dan pasti hasilnya melebihi dari sekedar nilai yg dia peroleh..

  284. din berkata:

    yupss ,) sngat stuju .bnyak org yg tjbak dlm sistem yg mbsankan bahkan dpt mrsak pola pikir yg sehat , lulusan’y pun kbanyakan mengesampingkan akal sehat dan kbnaran ‘tuk mlindungi sistem yg tlah m’doktrin dri’y. hnya sdkit org yg dpt kluar dr sietem tsb atau yg slmat dr doktrinisasi “pendidikan” …
    shgga wajar klo ada ungkapan

    ………..”hanya org b’pndidikan yg sadar bahwa pndidikan tu gak pentingggg”………..

  285. kmphlynx berkata:

    Reblogged this on Kmph-Lynx and commented:
    Karena kepintaran dan kecerdasan tidak hanya dilihat/diukur dengan angka-angka

  286. kmphlynx berkata:

    izin share…
    terima kasih sebelumnya

  287. Ping balik: Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan” | sharing~

  288. Rony berkata:

    Saya tidak terlalu khawatir mengenai masa depan dia, sebab dari tulisannya, saya bisa melihat seseorang dengan IQ dan EQ yang baik, pemikirannya mendalam dan terstruktur dan dia dapat memahami dirinya sendiri lebih baik dari kebanyakan orang. Menurut saya, dia adalah seorang pemimpin dengan ketajaman pikiran dan analisa yang kuat. Memang pantas mendapat predikat wisudawan terbaik.

  289. Ekana Fauzi berkata:

    Jadi guru tak perlu berpendidikan tinggi-tinggi, sebagian besar orang berpendidikan tinggi menggunakan otak kirinya dalam suatu bisnis, tetapi orang berpendidikan rendahlah yang memainkan otak kanannya, dengan artian orang pintar selalu memikiran kegagalan tetapi orang bodoh selalu memikirkan kesuksesan dan tak pernah takut gagal. orang pintar bergerak lamban vs orang bodoh bergerak cepat, akhirnya orang bodohlah yang menjadi pemenangnya….karena orang bodoh sukses duluan pada akhirnya orang pintar melamar jadi karyawan di tempat orang bodoh….siapa bergerak lamban pasti khan tergilas…orang pintarlah yang tergilas, dan orang bodohlah yang jadi guru sebenarnya……..sekian…..never give up….born to fight….salam agro ===> https://www.facebook.com/tata.juwita.969 , / solusi-budidaya.blogspot.com

  290. muliadi berkata:

    saya bukan wisudawan terbaik
    tapi saya mampu S1 S2 S3 diberbagai tempat secara paralel
    gak tau ijazah dan transkrip nilai itu untuk apa
    buktinya saya tidak suka pake gelar
    waktu S1 paginya di senirupa, sorenya di arsitektur
    waktu S2 satu di lingkungan FMIPA, satunya lagi di arsitektur FT
    waktu S3 di studi pembangunan, juga amvulensi ke S2 studi pembangunan karna basicly saya belum pernah kuliah di ekonomi 🙂
    gak tau lah…
    yg penting kuliah aja
    dikampus fikiran ini terasa fresh, karna banyak yang melihat dan mendengar yang segar-segar 😀

  291. sadasd berkata:

    test

  292. Rok Panjang berkata:

    Hemm, intinya yuk kita kembangkan dan berikan sekolah untuk setiap kecerdasan, karena setiap kita unik dan memiliki kecerdasan yang unik pula sehingga akademik bukan satu-satunya alat mengukur kehebatan seseorang, 🙂 very nice post!

  293. Martadinata berkata:

    Saya selalu berkata kepada adik kelas saya: setiap orang sekolah (Kuliah) itu harus mendapatkan 1 diantara 3 prestasi, yaitu: Nilai, Pergaulan, Suami/Istri. kalau tidak dapat salah satu dianataranya maka bangkrutlah dia.

  294. Ryanzah berkata:

    weww…. izin share kk 🙂

  295. arif samlan berkata:

    baru terbayang oleh saya.. apakah ini akan berkelanjutan untuk saya kedepan, terlebih saya adalah calon pendidik.

  296. Wisnu D berkata:

    Hal seperti ini pernah dibahas Deddy Corbuzier dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional. Dia mengkritik standarisasi kelulusan siswa melalui UN. Siswa dituntut untuk mencapai nilai di atas batasan yg telah ditentukan oleh negara. Padahal sebenarnya kemampuan otak kiri dan otak kanan setiap manusia itu berbeda. Jadi memang belum tentu orang dengan kemampuan akademisnya tinggi bisa berhasil menghadapi kerasnya kehidupan.

  297. kang Sumedang berkata:

    seddap nih cerita, gw banget…

  298. dinar adriaty berkata:

    Saya sudah pernah baca ttg pidato kelulusan ini…dan ini menyadarkan saya sebagai ibu 2 org putra putri saya…bahwa nilai akademik bukan lah patokan utama untuk menentukan masa depan..tapi kemampuan-kemampuan lain yg berkaitan dgn soft skill, kecerdasan sosial, kecerdasan interpersonal dan intrapersonal…IPK itu cuman parameter kuantitatif…tidak untuk menilai kesuksesan…

  299. belumandi berkata:

    yaelah bro. sebenernya ngga ada yang salah dengan yang namanya sistem pendidikan, periode indoktrinasi, kurungan, atau apalah ia menyebutnya. karena hal-hal tersebut memiliki tujuan yang baik.
    Dan untuk kasusnya mbak Erica ini rasanya sedikit aneh kalo dia ngga punya hobi, tujuan, cita-cita, atau keinginan sama sekali. Lha terus, dia belajar sampe segitunya agar cepet lulus, berarti kan dia ingin melakukan sesuatu setelah lulus. *koreksi kalo ane salah!
    Satu lagi kejanggalan yang ane temui pas baca kutipan di atas. Si mbak Erika ini apa benar dia rajin dan pintar? Logikanya kalo dia rajin dan pintar, tugas-tugas sekolahnya pasti lebih cepet selesai ketimbang teman-teman lainnya. jadi dia punya waktu luang yang lebih banyak. kalo ane rajin dan pintar kayak mbak Erika ini, pasti abis ngerjain tugas, terus bantuin tugasnya temen, terus pergi main deh ama temen-temen. waduh, ane bakal bahagia dunia akherat, bro. lol thanks.
    *yang terakhir-terakhir ane bercanda aja, gak serius :v

  300. orangorangan berkata:

    Cara pendidikan yang sekarang itu masih bawaan jaman revolusi industri, dimana yang dibutuhkan adalah ‘pekerja’, maka sistemnya pendidikannya jadi mirip pabrik. Tapi sekarang? Teknologi melompat, generasi pun mulai ber-evolusi, is it not? 🙂

  301. uchiew berkata:

    Reblogged this on .

  302. Uswatun Hasanah berkata:

    semua itu relatif, beda mata beda kata bung ! 😀

  303. orangpinggiran berkata:

    Terimakasih kepada Pak Rinaldi munir yg telah membagikan ini, mungkin kutipan pidato itu dapat membuka fikiran orang2 yg ada di indonesia,bagaimana jika kita sebarkan berita ini, semoga nanti ada sebuah perubahan ke arah yang lebih baik untuk putra-putri indonesia. banyak hal yang terlewatkan oleh kita.
    sedikit pendapat saya mengenai ini , sistem standar nilai kelulusan yg di terapkan di indonesia memaksa masyakrakat untuk mengejar nilai dengan berbagai cara, karena nilai yg menentukan nasib pendidikan mereka. Dan pola pikir masyarakat yang menganggap “tidak lulus” adalah hal yang memalukan. sistem dan pola pikir itu yang memaksa semua orang tua untuk berlomba2 memaksakan kehendaknya kepada anak untuk memperoleh nilai tinggi. Dan mengenyampingkan segala hal yg tidak ada hubungannya dengan “nilai”. kita semua tau apa saja yang timbul setelah itu, terutama pada anak.
    saya meminta izin kepada Bapak Rinaldi Munir untuk membagikan tulisan ini kepada semua orang yg saya kenal, dengan tujuan agar tulisan ini bermanfaat.
    Terimakasih.

  304. Rosa Mariany berkata:

    Coba nonton ‘3 Idiots’, Film ini juga membahas bagaimana salahnya sebuah sistem pendidikan (di India) dengan pola belajar siswa yang hampir sama digambarkan oleh Erica Goldson, mereka menyebutnya ‘Silencer’.

  305. Kukuh Ramadhan berkata:

    Reblogged this on arahgravitasi and commented:
    Memukau.

  306. Kang Yath Tea berkata:

    Belajar itu bukan semata-mata nilai akademik semata namaun banyak hal yg harus dipahami dalam kehidupan ini terutama sikap dan mental kita …

  307. Galmas berkata:

    sudah sepantasnya kuliah bukan hanya mengejar sisi akademik saja, tapi juga ke sisi non akademik seperti ketrampilan antarpersonal karena itulah yg akan mereka butuhkan di dunia kerja

  308. ratnamaruti berkata:

    menakutkan.. saya juga seperti itu, takut.. karena selama ini saya tidak pernah ikut kegiatan di kampus.. sungguh ironi niat membahagiakan orang tua dengan nilai akademik yang bagus tapi setelahnya??? apa yang terjadi.. tapi kalau kita berniat berubah memikirkan hal yang kreatif sejak dini mungkin itu semua bukan ketertinggalan atau penyesalan., tidak mungkin giatnya kita belajar tak ada satupun pengetahuan yang nyantol di kepala, positif thinking aja.. jangan putus asa.. toh setiap apa yang kita kerjakan ngga ada yang sia- sia asal ada usaha dan doa 🙂

  309. sara berkata:

    Tidak usah terlalu dipikirkan hidup mau jadi apa..yang penting punya kontribusi untuk masyarakat.. live a life that is helpful for others.. whether its doctor that save lives, entrepreneurs that opens up job vacancies for people, or housewives that educate their children.. kalau patuh pada sistem itu bagus kok..seorang dokter juga selalu patuh pd sistem protokol (guideline) pada setiap tindakan yang dilakukan..

  310. udith3s berkata:

    Setuju, kita sekolah dari sd emang udah di didik buat jadi penghapal ujian kok. Tanpa mengerti dari mana dan mengapanya. Sedangkan untuk softskills dan minat bakat sangat minim.

  311. Asyvi berkata:

    Memprihatinkan,,,, Memang, kecerdasan IQ tidak selamanya menjamin kebahagiaan seseorang,,,,

  312. sigit berkata:

    good..karena kehidupan yg nyata itu sangatlah keras..bukan hanya sekedar teori..ilmu tanpa praktik dilapangan tiada gunanya,,dan praktek tanpa ilmu juga tidak terarah..keduanya harus saling beriiringan..harus dijalankan. 🙂

  313. Masmu bantarkawung berkata:

    gitu aja kok repot… d tempat ane malah kbalikane, jarang anak2 ane yg ngejar nilai… malahan mreka pada suka mnyalurkan hobi yg laen ktimbang plajaran, Hebat g…?

  314. Pamela S. berkata:

    Ini adalah artikel yang sangat luar biasa. Penuh dengan makna yang sangat berharga, Apakah bisa saya mohon ijin copy share di blog saya (dengan tetap mencantumkan sumber)? Terima kasih sebelumnya.

  315. pengintai berkata:

    mohon ijin share artikel ini ya .. thanks ..

  316. Ping balik: Zona Line News » Best Wisudawan, Riveting Speech But at the Same Time “Scary”

  317. tdf berkata:

    nah ini, sebuah realita yang sudah di ketahui oleh orang banyak, termasuk para pengajar, tapi apa semua seolah buta oleh alur yang salah.. BENAR apa yang dia katakan di pidato tersebut, tidak hanya dia, hampir semua orang akan berpikiran sama.

  318. Daniel Sinambela berkata:

    Kalau dibaca keseluruhan dari komen diatas Beiau-beliau yang terhormat dan terkasih, akankan bisa kita me-Reboot sistem yang telah usang di Negri kita Indonesia ini. aku berharap ada satu Pemuda yang Hebat untuk hal seperti ini. kuharap adalah suatu pelajaran bagi kita semua untuk pidato diatas. terimakasih

  319. Maskur berkata:

    hmmmm saya juga menyesal dengan kelakuan saya waktu kuliah, ipk jeblok, kegiatanpun tak ada yang berguna.
    namun percayalah, hidup itu adalah sekolah dan kampus tersendiri yang nyata …..
    bisa jadi sekolah hanyalah merupakan anak tangga menuju kondisi sekarang ini.

  320. fxaditya berkata:

    setelah lepas dari sistem pendidikan akademis memang ternyata keberhasilan bukan ditinjau dari keberhasilan dari sisi akademis saja. Walau banyak pula yang berhasil di sisi akademis pun berhasil di kehidupan setelah dunia pendidikan formal. Hobby . pergaulan dan ketrampilan yang saat sekolah pun dikenal dengan ekstra kurikuler seperti kesenian atau bahasa asing lainnya dan lain lainnya dan sebagainya ternyata menentukan . Karena anak jalanan pun punya kemapuan negosiasi dan sebaginya dari pergulatan pergulatan hidupnya dan kemampuannya menjadikannya kemampuan positif

  321. Irene berkata:

    itu orang kan, orang pintar. menurutku pidatonya itu hanya ungkapan motivasi tanpa menggurui

  322. Erwin Choiruman berkata:

    best education system in the world is….
    “keluarga sendiri”
    ^_^

  323. yasan berkata:

    maka jadilah pribadi yang mengembangkan softskill dibanding jadi siswa/mahasiswa kupu2.

  324. imran selle berkata:

    Dan ketika pola fikir semua sama seperti wisudawan terbaik diatas, tidak ada lagi pengakuan/pujian, penilai dan kekaguman terhadap wisudawan terbaik itu.. (karna semuasama).
    K_G jika didunia ini ada dua orang yg sama, dunia tdk cukup menampung mereka.

  325. Mas Sorien berkata:

    Itulah cermin dari sekian banyak lulusan dari negara yang berbasis industrialisasi, mereka menyadari tentang mindset perbudakan,.. itulah yang disebut dengan produk mencipta, bukan meminta.. mereka menyadari akan kondisi pensertifikasian dari institusi pendidikan yang dilakoni selama ini, mungkin ini bisa di jadikan koreksi terhadap sistem pendidikan di indonesia, mari ciptakan pendidikan yang berbasis menciptakan.. tanpa mengurangi karakter bangsa indonesia yang penuh dengan nilai/norma sosial yang baik..

  326. kisuy berkata:

    Ngomong EQ lebih penting dari IQ hanya bisa diterima jika keluar dari mulut orang yg mempunyai IQ lebih tinggi. Karna sudah lahiriah bawaan setiap orang bodoh pasti defensive terhadap kekurangan/kesalahan diri. Sedangkan orang yg pintar ;baca IQ tinggi akan menerima kekurangan/kesalahan diri. Karna kebijakan pemikiran hanya lahir dari orang yg pintar. Sejarah menuliskan sedemikian. Lihatlah pemerintah indonesia sekarang…EQ sangat tinggi, terlihat dari sosial gotong royong kebersamaan saling mendukung dalam sosialnya….

  327. munas berkata:

    cuma komentar keren kritis luarbiasa tidak akan mengubah apa apa di Indonesia ini, yg dibutuhkan bangsa adalah contohnyata yg dilakukan dengan sungguh sungguh

  328. cumilebay.com berkata:

    Menakutkan beneran, inti nya adalah keseimbangan dalam menjalan kan setiap hal.

  329. hantears berkata:

    First, I wanna say Great Speech! Sangatlah benar, pidato yg diberikan bukanlah sekedar pidato. Pidato di atas adalah serangkaian fakta. Fakta yang tidak kita (mahasiswa) sadari karena kita terlali sibuk untuk bersaing mendapatkan nilai terbaik. Saya adalah seorang mahasiswa dan pidato di atas membukakan mata saya. Kerja keras yang selama ini saya lakukan semata-mata hanyalah untuk nilai, bukan untuk belajar. Nilai seharunya menjadi sebuah hadiah dari pengertian yang telah peroleh. Saya sendiri merasa takut karena saya rasa ada banyak hal yang belum saya pahami. Saya belajar banyak tapi banyak pula yang saya lupakan. Terima kasih atas tulisannya.

  330. tazkiahidayat berkata:

    Reblogged this on tazkiahidayat and commented:
    hmmm… coba deh baca

  331. Asep eM berkata:

    ijin kopas gan,
    menarik buat disebarluaskan supaya anak bangsa pnya paradigma kek gt, cman pesimisme nya mesti ditendah jauh2

  332. ninz berkata:

    pendidikn skrng tidak spt tu lg.skrng siswa diberi kebebasan tuk mengmbngkn diri.tidak melulu belajar.stp skolah sdh menyiapkn sarana tuk menyalurkn minat dan bakat siswa spt olh raga, seni dll melalu extrakurikuler.slain itu tuk tingkt Perguruan Tinggi Negri jg sdh ada penerimaan mhsw jalur prestasi non akademik. jd siswa y hny memiliki keahlian non akademis msh dipermudh tuk msuk PTN di indonesia tnp melihat nilai rapor yang hrs 9 dan 10 angkanya.pekerjaan ortu n pendidik untuk mengarahkn siswa agar dpt menyeimbngkn dirinya n dpt menyalurkn minat dan bakatnya

  333. HSM berkata:

    Saya kagum dengan Erica Goldson ini, meskipun ada bagian yang tidak saya setujui.
    Dari cara dia berpikir, dia akan berhasil di kemudian hari, karena dia sadar bahwa bukan kemampuan akademis saja yang menentukan. Dia ini baru lulus SMA, kalau memang dunia luar terasa menakutkan dan dia tidak tahu passion dia apa, wajar, dia masih ada waktu untuk menjajaki berbagai hal.

    Meskipun saya setuju bahwa pendidikan tidak boleh hanya melihat nilai, tetapi kita harus memaklumi pemerintah. Kalau jaman Zen, Konghucu, Yunani, atau Eropa tahun 1800an, memang semua belajar dengan banyak bertanya dan eksplorasi, dan belajar one-on-one dengan mentor. Tetapi berapa persenkah dari populasi ‘berhak’ mendapatkan pendidikan itu? Hanya anak-anak bangsawan. Saat ini, kita berusaha membuat pendidikan lebih tersedia untuk semua lapisan masyarakat, jadi tentu saja harus ada system dan tes yang standar.

    Bisakah kita bayangkan apa yang terjadi jika semua boleh tidak mendengarkan pelajaran dan mencoret2 dan melamun di kelas, memilih melakukan hal yang dia sukai saja. Anak akan lulus sekolah tanpa bisa membaca dan berhitung.

    Erica salah, justru dia sudah terbentuk ‘habit’ dia untuk ‘excel for the sake of excelling’, apapun yang dia pilih di masa depan, dia akan excel.

  334. jofrin berkata:

    Kejujuran yg seharusnua didengar en dipahami orang tua yg selalu menekankan anaknya hrs pintar biar bisa dpt bekerja di perusahaan yg bonafid en gaji gede….bener2 ironis

  335. kesumakesuma berkata:

    Saya mengalami apa yang dialami Erica, menjadi yang terbaik selalu dalam bidang pendidikan.
    Namun Saya tidak mendapatkan yang terbaik dalam hidup saya, Saya baru mulai menyalurkan hobi-hobi dan kesenangan setelah Saya menikah, Saya mulai belajar tentang EQ setelah menikah.
    Dan karena itu pula Saya memilih Sekolah untuk keempat anak-anak Saya di Sekolah dimana mereka dihargai karena Hobi dan Bakatnya, karena kepemimpinannya, karena kebaikan hatinya, karena keluhuran budinya, karena kejujurannya, karena toleransinya kepada sesama mahluk hidup, dan karena Ahlaqul Karimahnya…., Karena ternyata, itu yang diperlukan dalam menjalankan hidup ini.

  336. Parlaungan berkata:

    Bisa jd akibat kultur yg sudah turun temurun misalnya orang tua, guru atau siapa pun yg suka membanding bandingkan antara anak yg satu dgn yg lain, manusia satu dgn manusia lain,…membuat perbandingan tidak salah, tp yg jadi masalah adalah membanding bandingkan, benda mati, atau mahluk lain bisa dibanding bandingkan tp tidak untuk manusia, pada dasarnya manusia itu unik, tdk ada 2 yg sama sekalipun kembar…apa yg melekat pd dirinya itulah dia, itulah merk atau brandnya, semoga ini jg jadi pengalaman buat para orang tua, pendidik dan pengambil kebijakankan pendidikan lbh bijak lg dimasa depan

  337. Kondisi tersebut, membuat saya teringat akan ucapan A A Gm, Jangan Tanyakan berapa nilai yang kau dapat di sekolah hari ini Nak, Tapi tanyakan, kebaikan apa yang dapat kau lakukan hari ini Nak, sebab dari situ ada kepuasan batin.

  338. khalidi berkata:

    untung aja saya waktu sekolah dulu sering ngelamun (inspirasi) dan bnyak ngbrol (sosialisasi)..
    akhirnya sekarang saya tahu tujuan hidup saya..
    hehehe
    ga nyambung ya?
    bodo amaaat.. 😀
    yang penting fun..

  339. piarizky berkata:

    Reblogged this on piipiiodd's Blog.

  340. Indonesia berkata:

    Pendidikan bersekolah itu perlu, namun demikian pendidikan sekolah sebenarnya hanya sebagian kecil yang akan membentuk perspektif pola berpikir, selebihnya didapat dari pengalaman hidup lainnya, semuanya akan menjadi konsep pribadi yang akan menimbulkan tindakan kita dalam kehidupan bermasyarakat…

  341. sunan berkata:

    nilai tinggi memang perlu juga namun akhir dari sebuah pendidikan bukanlah hanya nilai tinggi satu satunya namun KARAKTER juga tidak kalah pentingnya dari sebuah nilai tinggi di bidang akademis,, saat ini sulit mencari manusia atau lulusan dgn nilai karakter yg tertinggi,,karena karakter membuat manusia lebih bijaksana,,,dan kebijaksanaan itu mampu meredam permusuhan,,,jika permusuhan di duniaini dapat di redam maka kehidupan manusia akan lebih nyaman.

  342. desinamora berkata:

    Reblogged this on Namor@ Zone and commented:
    Hmm.. cruel opinion but, it’s true apart

  343. atin berkata:

    Jujur…..!!
    Memang murid spt inilah yg disukai dan diharapkan o/ kebanyakan para pengajar. Nilai tinggi, menguasai semua mata pelajaran, disiplin, patuh, rajin dan b’tanggung jawab. Jd tdk t’lalu memberatkan u/ pengajarnya. Menjadi kebanggan pengajarnya dan tentu orang tuanya. Tp itu hanya dr sisi akademik saja. Dan pd kenyataannya… memang byk yg ketika di sekolahnya pintar bahkan paling pintar… ketika terjun di masyarakat hanya menjadi buruh rendahan (maaf bukan b’maksud merendahkan) bahkan tdk menjadi apa”. Jd pantas klo Erica m’punyai perasan spt itu. Keliatannya dia memang org yg b’tanggung jawab… ketika dia menjadi takut bagaimana dia selepas pendidikannya….dia sadar akan masa depannya….
    Wallohu’alam…..

  344. Jay Wijayanto berkata:

    Saya kerap memikirkan tentang betapa konyolnya para pekerja di Jakarta mengorbankan waktu sepanjang hidupnya untuk mencari nafkah. Pagi sudah harus berlomba dengan kemacetan hanya supaya tidak terlambat mengisi presensi, pulang larut malam, kadang tak sempat bertemu anak2 nya karena sudah tidur. Sebagian besar dari mereka tidak akan mendapatkan pendapatan yang baik sehingga dia akan melanjutkan kutukan bekerja itu sepanjang hidupnya. Betapa tragis hidup hanya diisi dengan bekerja untuk menyambung hidup saja. Tidak untuk mewarnai hidup dengan karya-karya yang berguna bagi masyarakat luas. Seperti siamang, hari-harinya hanya diisi dengan bergelayutan di ranting mencari buah yang masak.

    • Hehehe. Seperti siamang, perumpamaan yang bagus. Saya 2 kali ditelpon perusahaan asing di Jakarta suruh bekerja di sana. Saya tolak. Saya lulus ujian CPNS kementerian di jakarta, tidak saya penuhi. Sekarang di daerah saja. Berangkat 6.14, pulang 15.00. Masih bisa belajar dan bermain bersama anak-anak. Alhamdulillah

  345. mira berkata:

    Sebagai seorang ibu, tentu saja ingin agar anak2nya bisa pintar namun tidak kehilangan masa kanak2nya juga. Namun kalau melihat materi pelajaran baik dari kelas 1-3 SD saja (anak2 saya masih kelas 1 dan 3 sd) sudah begitu padat dan berat. Contohnya Ipa, kelas 3 masteri tentang tumbuh2n saja sudah sangat detil, pernafasannya, perkembangbiakannya, jenisnya, benar2 dijabarkan. belum lg tentang hewan dan manusia. Itu baru dari 1 bab dan 1 mata pelajaran. Di sekolah anak saya ada 15 mata pelajaran dengan buku lks dan tematik yang tebalnya sama dengan diktat saya kuliah…dengan jam sekolah dari jam 7.00-16.00
    Jadi bisa dibayangkan, bagaimana jadinya seandainya anak2 tidak serius dan tekun? Mungkin kurikulum yang ada harus dibenahi juga…

  346. Rida Angga berkata:

    memang semuanya harus seimbang ya antara mengejar IPK tinggi dan kehidupan sosial dan berorganisasi di kampus untuk meningkatkan hard skill dan soft skill 🙂

  347. Rahmad SuThomead berkata:

    Kampus adalah organisasi , namun terdapat organisasi lagi di dalamnya .
    sebuah himpunan mahasswa yang mendidik dan melatih diri mereka sendri-sendiri untuk siap menjadi seorang pemimpin dan pasti selalu di hadapkan oleh banyak masalah .
    Menjadi kupu-kupu memang terlihat indah dengan proses yang lama namun monoton .
    ” Kupu-kupu : KULIAH PULANG – KULIAH PULANG”
    Jadilah Kura-Kura yang mampu hidup di dua alam, lambat bukan halangan, namun kepastian dan memiliki tempurung untuk melindungi dirinya sendiri .
    ” Kura-Kura : Kuliah Rapat – Kuliah Rapat ”

    hhhe agak ngantuk komennya , namun saya sangat salut , . (Y)

  348. juellarumiris berkata:

    Ehm … Setiap sistem pasti ada kelebihan dan kekurangan. Sistem itu sendiri erat kaitannya dengan budaya bangsa. Tidak bias kita sangkal bahwa Negara kita, sbagai salah satu Negara Asia, mengedepankan prestasi akademik. apakah pendidikan Asia yg spt itu salah? Tidak. Buktinya pemikir2 dan para ahli di negara2 Asia masih menancapkan kukunya di organisasi dunia 🙂 Apakah soft skill disingkirkan, atau tidak penting? Tidak sama sekali. Seorang pelajar hanya mengejar prestasi akademik atau ikut menyertakan soft skill di dalam kegiatannya adalah pilihan. Pilihan buat kita orang Asia adalah bergantung orang tua. Keponakan saya dipacu mengejar prestasi, tetapi soft skill di bidang musik dan keluatan juga dia jalani. Hasilnya? Dia sekarang mahasiswa ITB 🙂 Jadi teman2, jangan kita melulu menyalahkan sistem dan selalu melihat sistem Negara lain lebih baik. Apa yang dialami oleh siswa Amerika itu tidak banyak karena sistem pendidikan Amerika sebenarnya lebih linier drpd Negara lain. Harus kita lihat dulu apa latar belakang dia menulis spt itu 🙂 Saya sendiri merasakan pendidikan Inggris dan saya sudah merasakan kekurangannya 🙂 So, pendidikan dikembalikan lagi kepada individunya dan orang tua (jika kita orang Asia).

  349. tgbsmk2wsb berkata:

    sesuatu realita sekarang…

  350. Ping balik: Pendidikan, untuk apa? | www.meirinasari.wordpress.com

  351. izor Note's berkata:

    karena dulu jg saya orang yang mengejar nilai tinggi, walaupun bukan yang terbaik, dan sedikit menjadi kurang bersosialisai, dan akhirnya malah takut untuk mencoba dunia luar, tapi saya punya keberanian untuk mencoba walaupun awalnya sempat kesulitan. jadi cobalah bersosialisasi dan mecoba keterampilan lain sebelum terlambat,

  352. zunanto berkata:

    sistem pendidikan merupakan Wadah / arena setiap orang yang sedang menjalan kan Process. elemen -elemen didalamnyalah yang menentukan output dari hasil system itu dimana elemen-elemen ini variannya sangan banyak sekali, mulai dari pendidik , Object yang di didik maupun Subjectnya, semua memiliki keterikatan satu sama lainya, jadi tidak bisa di generalisasi bahwa system pndidikanya yang salah, tetapi bagaimana elemen-elemen didalamnya bisa menemukan cara Optimal untuk mencapai tujuanya, untuk melihat sejara pndidikan di indonesia silahkan mampir di http://www.usaha-online-zunanto.blogspot.com/2012/10/tahukah-kamu-sejarah-pendidikan-di.html ato http://wp.me/p1L2c6-1S

  353. pradha berkata:

    Ilmu adalah bekal kita, kehidupan harus seimbang, kpn harus belajar, kpn hrs beradaptasi, dan kapan harus bermain,,

  354. Syaiful Bahri berkata:

    Pengakuan yang jujur dari wisudawan terbaik.
    Jadi ingat ucapan Albert Eistein menjelang ajalnya, bahwa “dengan logika, orang akan bisa menyelesaikan masalah dai “a” sampai “Z”. Tapi dengan imajinasi, orang akan mampu menyelesaikan masalah dari “a” sampai tak terhingga. Unlimited.

  355. Ari berkata:

    Do what youu love and love what you do..is called passion..

  356. Ping balik: Danielsuryana's Blog

  357. Om Alfin berkata:

    Sangat benar dan sangat nyata….saya pernah mengalaminya….ketika anda pernah hapal seluruh periode kehidupan katak ketika anda di Junior highschool…menjadi sangat bosan hingga hampir tidak naik kelas di high school ternama…dan hanya dengan iseng2 bisa lulus masuk perguruan tinggi negeri dengan perbandingan 1 banding 14000 orang…ingin keluar kuliah hanya karena ingin jalan2 keliling dunia dengan menjadi waiter di kapal pesiar dan emnyurutkan langkah ketika orang tua sangat marah dan akhirnya berhassil lulus hanya menjadi pegawai….yang menyenangkan adalah ketika banyak MBA lulusan USA pernah jd anak buah kita….karena mereka tidak punya pengalaman….atau bahkan S1 lokal yang memohon2 untuk diberi kesempatan…meskipun kemudian menjadi sangat sombong ketika mereka naik ke level yg lebih tinggi….anyway.that’s how life’s working…kalau nama anda tidak tercatat sebagai salah satu orang terkaya atau terpenting….maka segeralah berangkat….anda harus bekerja hari ini…otherwise there’ll be no rice in your rice bowl…

  358. Omy Lombok berkata:

    Ya jadiinilah yang dilakukan pemerintah kita melalui Mentri Pendidikan, dimana UN sudah dibatalkan tapi tetep ngotot dengan menggunakan nama lain, sekarang dikampus-kampus kegiatan kemahasiswaan semakin dibatasi oleh rektor-rektor kita apa jadi nya pemuda kedepan yang tidak memiliki wawasan, jadi diri, kemampuan lain yang telah dikekang apa jadanginya pemuda harapan bangsa ? mau jadi robot semua mungkin

  359. dodo berkata:

    well itulah saya cuma bedanya saya tidak mendapatkan IPK yg tinggi dikarenakan ketidakmampuan saya

    dan skrg saya menyesal tidak pernah ikut dgn teman saya nongkrong kesana kemari untuk mencari teman

  360. wahana latambaga berkata:

    bekerja sambil belajar dan sekolah mendapatkan sertifikat kelulusan adalah prinsip hidup saya, nilainya ketika saya telah menerapkan dilapangan saja… dan tidak seperti surat yang di tulis oleh Erica Goldson di atas pada pidatanya yang telah diutarakan…
    dan bekerja dengan masyarakat membuat yang bermanfaat bagi kemaslahatan umat adalah tujuan saya nantinya…menjadi pemimpin secepatnya, bisa-bisa saja tapi seharusnya belajar sabar dan ikhlas dulu untuk menjalankannya…semoga itu bisa tercapai… 🙂

  361. seawaterwitch mira berkata:

    Jalani saja hidup. Sudah ada takdir di kitab Lauz Mahfuz. Githu aja repot 🙂 Work Hard, Play Hard 🙂 Manusia cuma pemain sandiwara, masa depan itu apa yg kita usahakan. Tak perlu iri rejeki orang lain. Masing2 sudah dapat peran dan bagiannya sendiri2. Kalau semua berebut di atas, di bawah kosong dong. Pondasi yg paling penting itu letaknya di bawah kan, bukan di atas? Ada seniman yg sukses, banyak juga seniman yg gagal. Ada banyak yg hasil doktrinisasi sukses, sedikit yg gagal 🙂

  362. muhammad dahlan berkata:

    yang terpenting adalah kecerdasan spiritual, emosional, sosial, musik dan sebagainya harus kita gali,,saya senang saya dilahirkan dari keluarga sederhana dan didik di sekolah formal negeri yang tidak kaku,,,masa2 SD saya sungguh menyenangkan bak laskar pelangi,,,sungguh indah,,,

  363. naya berkata:

    indroktinasi bisa saja terjadi kepada individu manapun, tapi yang terpenting adalah apa yang akan dilakukan individu tersebut setelah menyadari terjadinya indroktinasi dalam dirinya, mampukah dia berubah? atau tetap bertahan dalam indroktinasi yang dia terima? sistem bisa saja salah, tapi semua tergantung kepada individu yang menjalaninya. semoga mahasiswa dan pelajar tidak hanya melihat satu sisi dari pendidikan yang mereka terima, dan tetap mengembangkan soft and hard skill mereka secara seimbang 🙂

  364. aliktahassa berkata:

    Reblogged this on Alikta Hasnah Safitri and commented:
    merenung..

  365. NO NAME berkata:

    MAKANYA AKTIFKAN LEFT BRAIN DAN RIGHT BRAIN ANDA…… JANGAN HANYA MENGAKTIFKAN FASILITAS GADGET MAHAL ANDA SAJA……..CUKUP SEKIAN DAN TERIMA KASIH,

  366. Kalo menurut saya dy ada benar dan salahnya. Benarnya siste pendidikan kita memang terlalu menuntut ilmu. Apa pun caranya tidak dipedulikan yang penting nilainya bagus. Oleh karena itulah budaya menyontek dan plagiat menjamur, sebab yang penting HASILNYA. Namun di satu sisi saya bingung. dia lulu cum laude dan bingung mau ngapain? Apa dia tidak unya cita-cita? apa dia kekurangan lapangan pekerjaan sehingga bingung mencari kerja dimana? Bila tidak tentu itu maslaahnya di dia sendiri yang tidak memiliki impian sehingga tidak mampu menentukan arah hidup. Yang penting tw diri sendiri mau apa, nanti semua akan terlihat jelas. Nilai baik itu sebagai alat pendorong dan kunci pembuka

  367. abu dira syifa berkata:

    Reblogged this on ABUDIRA.CO.NR and commented:
    SAD BUT TRUE (metallica 😦

  368. gothiclolita berkata:

    teman saya pernah mengatakan bahwa dia kuliah hanya untuk titlenya saja.
    waktu itu saya kurang setuju dengan omongannya.
    but don’t know why, i’ve been thinking this alot these days and now i think he is rigth
    why?
    because i feel it. ok. pendidikan dan pengetahuan emang berguna. paling gak diawalnya. tapi bukan itu. pendidikan yang saya terima bahkan tidak berpengaruh sampai 30% dari pekerjaan saya. padahal saya kerja sesuai dengan jurusan yang saya ambil.

  369. Yusuf Adzkia berkata:

    itu baru namanya seorang pelajaran yabg jenius

  370. Robert berkata:

    Pidato yang tidak keren! Ketakutan yang berlebihan! Lebih dari 95% org yang pintar dgn IPK tinggi pasti berhasil di dunia nyata. 5%nya gagal karena takut sblm berperang.

  371. shintadwin berkata:

    Reblogged this on sheen and commented:
    pengingat yang mencerdaskan

  372. thufaili berkata:

    Menarik Pak..,

    memang sekarang berkembang sekali pandangan pragmatis mengenai arti pendidikan, dimana pendidikan hanyalah dipandang sebagai ‘industri jasa’ wajar saja output dari pendidikan di Indonesia kebanyakan mencetak mental pekerja, seperti yang bapak bilang.

  373. alfons berkata:

    gak ad yg salah dengan sistemny yg ad hanyalah. seorang anak sma ygd telah mendpt pencerahan it aj

  374. Rina Amelyana berkata:

    jujur ini adalah perasaan sama dengan yg saya rasakan ketika lulus SMA, karena saya merasa tidak punya bakat selain mengikuti apa yang dijalankan dikelas. Memang sebaiknya ada cara agar setiap siswa bisa mengembangkan bakat apapun yg mereka miliki, sehingga mereka mempunyai nilai lebih selain hanya nilai akademis

  375. iRna berkata:

    Keren, izin share ya 🙂

    -iRna

  376. wah keren seklai mas, artikel yang ditulis..
    semoga bermanfaat buat semuanya amin..

  377. ulfa andayani berkata:

    ini adalah PR kita, bagaimana membentuk pribadi generasi mendatang yang pintar, trampil, dan bermoral.

  378. arin berkata:

    aku rasa ini juga bukan salah si gadis, bagaimanapun belajar juga hobi. dia memang bahagia ketika belajar

  379. abdul rivai berkata:

    Ada benarnya yg disampaikan diatas.kalau mau yg riel pihak pt menghimpun informasi kepada para alu
    mni yg sdh bekerja dan meminta masukan bgm kondisi kerjanya serta posisinya

  380. Mercy berkata:

    Halo anak muda, kisah Erica mengingatkan saat saya juga menjadi wakil lulusan untuk berpidato saat graduation tahun 199-.
    Konon saya dipilih karena paling cepat lulus, IP memukau, dan nilai cumalaude saat meja hijau.
    Sebenarnya prestasi kuliah itu tidak tiba-tiba, karena sejak TK, SD, SMP, SMA memang saya langganan juara di kelas (bukan untuk kesombongan ya).

    Namun saat ini, kedua anak saya tidak ikut sekolah formal, tetapi homeschooling, karena (terus terang) saya tidak respek lagi pada sistem pendidikan formal. Dalam arti, pengorbanan orangtua dan anak untuk bersekolah formal yang baik, tidak seimbang dengan hasilnya. Input tidak sesuai dengan output.
    Akhirnya dengan pertimbangan matang, saya menghomeschoolingkan anak anak. Mereka belajar seperlunya, dan lebih banyak saya dorong untuk mengembangkan talenta dan bakatnya.
    Hidup ini cuma sekali, yuk isi dengan hal-hal yang positif, pas porsinya, dan membuat kita bahagia.

  381. Ping balik: Menjadi Mahasiswa Bukan Hanya IPK dan Cumlaude | romariofaria10

  382. Ping balik: The following speech was delivered by top of the class student Erica Goldson during the graduation ceremony at Coxsackie-Athens High School on June 25, 2010 | Lesson of Life blog

  383. gedah gantini berkata:

    so kontemplatif!! izin share ya…..

  384. Griya Kuliner berkata:

    Bagus juga nih itu.
    Pendidikan memang sebuah hal yang tidak semudah membalik telapak tangan. 🙂

  385. Dadan Suherdiana berkata:

    menurut saya, nilai adalah sebagian dari alat untuk mengevaluasi proses belajar, oleh karena itu kualitas hasil belajar tidak hanya ditunjukan dengan nilai tinggi atau rendah, dan tidak secara langsung berkorelasi terhadap kesuksesan di masa depan. Banyak variabel lain yang mempengaruhi kesuksesan seseorang secara umum. Oleh karena itulah maka sekolah berjenjang…..ini jadi hal yang perlu direnungkan dan dicati solusinya oleh pemangku kebijakan pendidikan di negara kita, jangan sampai terjebak dengan sistem pendidikan negara lain padahal kearipan lokal negara kita patut digali…contohnya sistem pesantren….

  386. DigitalDreamer berkata:

    wrong education system….born to be winner but conditioned/shaped to be loser

  387. Imam Romeli berkata:

    Itu di negara maju gimana ya di negara kita?

  388. silvyavyaa berkata:

    Bacaan yang menarik.
    Benar sekali bahwa pendidikan seringkali menitikberatkan pada hal-hal yang belum tentu hakiki. Terima kasih dan salam Kenal.

  389. Rina berkata:

    saya termasuk yang sepola pikir dengan lulusan SMA diatas meskipun itu bukan berarti saya tidak menghargai nilai tinggi — tetapi saya mencoba mendekatkan sedekat mungkin antara teori dan pelajaran disekolah dengan aplikasi di kehidupan nyata, wal hasil saya memilih jalur menjadi entrepreneur — karena saya anggap saya masih bisa mengaplikasikan sebagian ilmu yang saya pelajari dengan kegiatan usaha sekaligus kegiatan hobi sehari-hari –sejauh ini saya rasakan nikmat juga ( saya salah satu alumni dari UGM yogyakarta — dari 2 jurusan di 2 fakultas yang berbeda satunya exact dan satunya ilmu sosial )

  390. ah, ini memang menakutkan, karena saya sempat seperti ini, tapi nggak kepikiran soal masa depannya, cuma… semacam nggak tahu apa yang diinginkan, nggak tahu mau apa, nggak tahu harus apa, jadi saya melakukan perintah orang karena malas memikirkannya. dan rasanya sekarang saya sendiri pun jadi takut juga 😦

  391. ian berkata:

    izin copas mas boleh gak???

  392. rodi rhay berkata:

    itulah realitas kampus/sekolah dimana nilai adalah segalanya…
    jangan bandingkan dengan realitas kehidupan nyata…
    jd tinggal memilih mau yg mana….

  393. khoirudin berkata:

    saya rasa sistem pendidikan barat itu nggs bagus malah merusak tatanan ketimbang sistem pendidikan islam di abad pertengahan, namun sejak barat menjajahi negara negara muslim menerapkan pendidikan barat yang katanya bisa menyukseskan masa depan umat, tetapi malah nyimpang. untungnya saya tau dari banyak baca akhirnya untuk lebih berhati hati dan lebih baik dan dengan artikel atau postingan yang panjang ini akhirnya memberi tau saya seperti apa dari model sistem pendidikan barat dengan pendidikan islam

  394. Ping balik: Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan” | tito math's blog

  395. Izma berkata:

    Ya…
    Dan orangtua saya menginginkan saya menjadi anak yang seperti itu. Tapi saya selalu menolak, karena saya tak mau tercebur dalam lautan materi, saya juga butuh bersosialisasi dengan lingkungan.

  396. maya marwiah berkata:

    pidato yang benar2 membuka mata hati…
    Sepertinya niat dalam belajar harus ditinjau ulang lagi nih…
    makasih gan, nice share banget dah…
    oh iya, jangan lupa mampir kesini yah gan http://www.ipb.ac.id

  397. gembul123 berkata:

    bro mikir aja, kalo emang pinter n punya softskill why not, ga semua orang yang cuma berkutat dengan kuliahnya itu ga bisa bergaul atau softskillnya ga ada.. think again, cz gw udah liat temen gue pinter melebihi yg lain bahkan asdos pun ga ADA APA2NYA di banding dia , dia jg punya pemikiran yang luas dan bisa dibilang hebat masalah softskill

  398. lucky moningkey berkata:

    Saya melihat vidionya dan saya membaca dengan seksama,semua tulisanya,. Satu hal pertama , saya bukalah termasuk siwa terbaik ataupun bagian dari 10 besar siswa dari yang tebaik,.
    sebuah kenyataan yang pahit dan menakutkan sering dapat kita rasakan ketika masa akhir sekoklah itu akan segera tiba,. dan hal yang pernah saya kuatirkan dulu ketika saya mau lulus adalah sebuah pertanyaan (mau apakah setelah ku lulus nanti?,..)

    Mungkin banyak orang yg kalangan biasa seperti saya akan sangat merasakan kekuatiran dan menakutkan, karna pada kenyataan kita harus memperjuangkan diri untuk menjadi diri sendiri dengan banyaknya persaingan,
    berbeda dengan meraka yang mempunyai kehidupa lebih secara materi,. apalagi mereka yang keluarga mereka yg sudah mempunya sebuah perusahaan yang besar dan ataupun orang tuanya yang telah mempunyai kedudukan,..

    Pendek kata,. secara pendidikan, yang pintar atau lulusan terbaik dan berada di kehidupan golongan bawah tetap akan menempuh prosses perjuangan hidup serta usaha keras yang panjang. serta tidak adanya jaminan kelangsungan..

    Artinya yg berada di golongan bawah berjuangan dengan ijasah hasil kelulusan terbaik dan itu yang dia sangat2 harapkan bisa menjadi acuan untuk berhasil kekehidupanya,.

    Sementara yg golongan menengah ke atas, ijasah hasil kelulusan hanyalah sebuah simbol dan syarat untuk mendapatkan apa yang dia ingini dan tanpa banyak proses ribet,…

  399. Van berkata:

    pidato yg hebat, ini menjelaskan kenapa waktu SMP & SMA gw agak males sekolah 🙂

  400. Karoline berkata:

    yuk mahasiswa yang masih berupaya banget buat dapet ipk setinggi tingginya,,,
    ipk boleh tinggi ,,barengi juga dengan soft skill yg oke…
    ipk tanpa skil gak ada apa2nya

  401. Ping balik: Monde Ariezta

  402. JMozac berkata:

    Sebenarnya hal ini tergantung dari dosennya juga sih. Karena kebanyakan dari para dosen tanpa sadar telah menjalankan Doktrin turun temurun ini. Dan tergantung juga dari mahasiswanya. bagaimana seharusnya mereka bisa bersikap tegas setelah membaca pidato diatas.

    • Fajar berkata:

      Justru disaat kuliah itu mereka (mahasiswa) butuh tuntunan menetukan passion masing2. fakta nya, sistem pendidikan di Indonesia disuruh tekun, rajin, nurut, dapet IPK tinggi. trus buat apa?, kalo diri nya sendiri blm tau passion nya dmn.

  403. Ping balik: Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan” |

  404. ayoi berkata:

    wes ta, podo salah kabeh, kok ga ada ya? yang rebutan salah??? semua pada rebutan bener!

  405. Blas berkata:

    pada akhirnya dari manapun anda berasal, lulusan universitas manapun itu, yang penting itu bukan pintar ……..tapi pintar pintar….

  406. mazojix berkata:

    Ekstrimisasi kasus…(pinjam isitilah Vicky), yang merasa ga mampu IP tinggi ya tdk usah dipaksakan, ada kok yang bisa IP tinggi tapi tetap beraktifitas “normal”. Belajar matakuliah secukupnya, selanjutnya serahkan pada ‘dewa ganesha’ di toilet waktu ujian… hehehe…serius amat…

  407. nice bgt, izin copas ya. saya bakal sertakan sumber 🙂

  408. Edi B Mulyana berkata:

    makanya di India dibikin menjadi film “3 idiots” yg menyindir ttg kakunya sistem perkuliahan di perguruan tinggi

  409. hanakimchi berkata:

    ijin share ^^

    saya orang pendidikan tapi saya merasa gagal 😦
    ketika melawan arus adalah sebuah pengucilan identitas
    ketika pendidikan hanya sekedar kewajiban bukan kebutuhan
    rasanya… saya jadi salah satu korban kebodohan
    dan disaat menginginkan perubahan, saya malah disingkirkan
    astagfirullah 😦

    terima kasih ^^

  410. Agustina Putrii berkata:

    ijin share 🙂

    ya, tepat sekali. apa yang dirasakan pelar tersebut sebenarnya itulah sistem pendidikan saat ini!

  411. grabme98 berkata:

    Reblogged this on A Homey Home.

  412. Ping balik: Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan” | Blog Pribadi Rizal Kurnia Rohman

  413. Ray berkata:

    Tapi masalahnya sistem IPK ini sudah merasuk dari BUMN, CPNS hingga swasta , bahkan yang katanya ‘kreatif; dan terbuka … kalau melamar ke perusahaan besar, terutama via online, begtu mencantumkan IPK kurang dari ketentuan, langsung CV dibuang otomatis … apalagi yang latar belakang pendidikan sarjananya beda walaupun pengalaman memenuhi. Contoh : untuk analis pemasaran kan sebetulnya tidak butuh melulu lulusan ekonomi atau komunikasi .. justru dari bidang lain misalnya teknik atau desain mlah bisa memperkaya tim marketing perusahaan apalagi kalau pengalamannya memadai … Plus biasanya, kalau perusahaan terkemuka … ada embel2 .. diutamakan lulusan luar negeri … -___-

    • Anggara Dian berkata:

      Ya iyalah bro karena yg mreka cari quality for high position (maybe) gak butuh banyak orang. makanya saringan awal dgn nilai IPK jadi penting. oke misal elo punya Soft Skill hebat tapi klo IPK lo below average kan bakal jadi tanya (?) brati gak bisa balance waktu perkuliahan. Untuk masuk kerja IPK itu syarat basic lah, untuk soft skill biasanya diadain di test lanjutan.

  414. Abdoel Grafis berkata:

    pedidikan merubah keadaan mental seseorang. kemampuan berfikir yg dihidupkan,merubah kapasitas otak sekaligus memicu perubahan emosi. pendidikan seharusnya menjadi pilihan pintar yang tidak menimbulkan beban mental bagi seseorang, pendidikan seharusnya menjadi hal yg menyenangkan, karena merubah kemampuan berpikir/cara berpikir, membentuk kemampuan kreatif sekaligus memicu motif untuk melakukan sesuatu secara nyata.
    Pendidikan saat ini hanya melahirkan, pribadi pesimistik yg diperangkap oleh beban benar atau salah.menciptakan situasi labil emosional karena cara perbandingan , antar sipintar dan si bodoh.menimbulkan sikap, perlawanan bawah sadar karena terkondisikan oleh pola ajar tanpa dasar metodologi yg komprihensif. selalu disalahkan, selalu dianggap bodoh atau selalu ditempatkan sebagai sipintar, si idola .dsb,dll. pendidikan yg melelahkan.

  415. Ping balik: Review Blog Catatanku Selama Tahun2013 | Catatanku

  416. Ping balik: Pidato Wisudawan Terbaik yang Menakutkan | Blog Rizal Kurnia Rohman

  417. Airin berkata:

    saya punya teman yang melawan ‘arus’ di sekolah,dia itu pandai,tapi sayangnya ‘malas’ dan pembangkang,
    dia bilang kalau anak rajin lebih besar kemungkinannya untuk dapet rangking dibanding dia,
    dia gak disukai sama guru-guru,dan sering kali dikasih nilai jelek,tapi nilai UASnya yang bener-bener mengagumkan membuat dia selalu dapet rangking….

    • Airin berkata:

      Jadi…apa sebenarnya yang ‘dicari’ itu bukan orang pandai,tapi justru orang rajin dan penurut yang tidak melawan perintah…?

  418. Ping balik: Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan” | SIR OSSIRIS HOME SITE

  419. ina yuliani berkata:

    Menjadi pelajar yang ideal memang banyak di idamkan namun ternyata tidak mudah untuk itu, namun tetap pada tujuan awal, tujuan kita belajar atau menuntut ilmu untuk apa?hanya sekedar mengejar nilai istimewakah atau untuk dimanfaatkan bagi diri sendiri dan orang lain?
    Karna memang tidak bisa dipungkiri yang di tunggu masyarakat dan negara bukanlah hasil nilai melainkan praktek dan aksi aflikasian yang didapat di bangku pendidikan namun semua yang dibutuhkan masyarakat itu 75% di lingkungan hima sendiri bukan di dalam kelas.

  420. sri SGM berkata:

    Seperti itulah gambaran dunia pendidikan saat ini, tak jauh berbeda dalam dunia kerja,,,sistim dan polanyanya adalalah “doktrin” sehingga sekarang ini “stress” diderita oleh masyarakat luas, karena sesuatu yang dikerjakan karena doktrinasi secara tidak sadar ada penolakan dalam diri, berbeda bila dikerjakan dengan minat/ hati. maka tidak heran sekarang ini banyak esmud yang bila memimpin menggunakan sistem kuda berkacamata….. jarang bs menengok kanan atau kiri… hanya melihat kedepan lurus pada tujuan… mungkin disamping kanan, kiri ada yang terjatuh, bahkan ada yang terinjak tidak peduli….

  421. Ping balik: Pidato Wisudawan Terbaik, Memukau tetapi Sekaligus “Menakutkan” | Anything

  422. adi berkata:

    bersyukur, sambil memikirkan langkah-langkah kedepan …

  423. ayaanisa berkata:

    Reblogged this on ★アヤ アニサ★ and commented:
    THIS!!

  424. Kursus Pidato berkata:

    Think different no like other

  425. Fajar berkata:

    Gambaran pendidikan di Indonesia banget.

  426. Frida Ayundha Putry berkata:

    Reblogged this on Rumble Story and commented:
    Ini kata-kata yang ditunggu dunia!

  427. tommydadang berkata:

    Reblogged this on tommywungkulpb and commented

  428. Adhum berkata:

    wow…. pidatonya bisa membuat kita merenung kembali nh…. tpi semuanya benar ya yg dbilang sama si erica….. harus dishare ke banyak orng nh….

  429. mualif berkata:

    pidato yang sangat mengesankan …. tapi itulah kenyataannya didunia pendidikan kita …. mendapat nilai tinggi pada saat sekolah masih merupakan sesuatu hal yang sangat membanggakan, bagi orang tua dan dirinya ……

  430. priangga.web.id berkata:

    wah pidato nya emg terbaik mas, tapi menakutkan juga ya :D, yang penting pada Pake tag pintar bener ga mas

  431. Ping balik: Congrats for Your Graduation. What Have You Learnt? | Mirrored World

  432. surahman berkata:

    kenapa ga belajar dari sejarah saja, bagaimana mereka mencetak generasi terbaik di muka bumi.. simple.. ga panjang lebar jelas.. #praktisi#

  433. nita berkata:

    pintar belum tentu cerdas

  434. Benar banget IPK bukan segalanya.. jujur disini saya merasa sudah maksimal belajar tetapi IPK selalu saja kurang daripada teman teman saya.. Sistem penilaian seharusnya di ubah, bukan hanya melihat angka angka yang tertera di selembar kertas

  435. Ping balik: Sekolah Dungu! Inspiring Erica! | Kepik Biru

  436. arimbiwulandari berkata:

    Isinya sangat menarik dan menggugah hati,
    tapi alangkah baiknya jika bisa mendapatkan nilai baik,
    yang disertai pengalaman organisasi yang baik pula.
    Sehingga ketika lulus, kita tidak canggunglagi ketika harus terjun ke masyarakat, dan kita dapat memanfaatkan ilmu-ilmu yang didapat dibangku kuliah untuk dimanfaatkan di masyarakat
    ^_^

  437. Hal ini banyak diabaikan oleh mahasiswa. padahal jika dicermati 25% pengetahuan di dapat dari guru (interaksi guru di kelas). selebihnya didapatkan dari interaksi dengan lingkungan atau masyarakat

  438. masedlolur berkata:

    ijin share, thanks

  439. sayuri16onkey berkata:

    saya bukan anggota himpunan, bukan pula mahasiswa dengan nilai terbaik semester lalu, tetapi saya telah melakukan beberapa usaha untuk mengembangkan “soft skill” saya, dan memang jawaban klise, tapi kembali ke diri masing-masing, jika memang dia ingin kuliah untuk mengembangkan kemampuannya baik dalam akademik ataupun sosial, maka jalan apapun dapat mewujudkannya, tanpa masuk himpunan. Bukan saya anti terhadap himpunan, tetapi saat saya melihat kakak tingkat yang masuk himpunan dan tetap tak bisa mengembangkan ‘soft skill’ nya, hanya sekedar ‘mejeng’ dan numpang keren di HIMA, itu miris, dan membuat saya enggan masuk himpunan.

  440. Ngurah berkata:

    “Tetapi saya adalah seorang manusia, seorang pemikir, pencari pengalaman hidup – bukan pekerja. Pekerja adalah orang yang terjebak dalam pengulangan, seorang budak di dalam sistem yang mengurung dirinya.” Cobalah lihat petani di ladang, ia mencangkul dg tulus, berkerja dg ikhlas, tdk berpikir akan hasil baik atau gagal panen.
    Kalau semua manusia pemikir, siapa yg bekerja?
    Setiap orang mengambil perannya sendiri, spt mahasiswa terbaik ini, ia harus memutuskan akan jadi apa, akan bagaimana. Terbaik itu relatif, terbaik di sisi mana?
    Jadilah terbaik disisi yg telah kita pilih.
    Yang menakutkan adalah jika semua manusia ingin jadi presiden.

  441. wahid berkata:

    Setuju ama komen2 diatas dah,
    sistem yang mengarahkan pola pikir untuk menjadikan nilai adalah dewa,
    ane ngarasain kalo dikelas, ketika dosen nanya sesuatu trus kagak ad yang mau jawab, ancaman nya nilai, “kalau tdak ada yang mau jawab, satu kelas nilai kuis nya di minus ya”, gitu kata dia.
    lain lagi dengan dosen yang lain, setiap dia nanya trus kagak ada yang jawab dipancing ama nilai, siapa yang bisa jawab bakal dikasih bonus,
    nah kalau yang kedua ini menurut ane kagak terlalu masalah, sebagai bentuk apresiasi lah. Tapi besok-besoknya kalau kagak dipancing ama nilai kagak ada yang mau jawab. Apa ini tidak akan mempengaruhi pola pikir mahasiswanya?
    ya, kalau menurut ane ya, kesan dari contoh tindakan dosen ane tadi menggap nilai itu adalah segala-galanya. kalau kagak ada nilai kagak mau jawab, kagak mau bikin tugas dll.
    nah kalau sudah begini udah kayak ngajarin binatanag (maaf) buat sirkus aj, harus pakai umpan baru mau kerja. rasa tanggung jawabnya jadi kurang.

    Belum lagi kalau kita bisa lulus cepat, yang standarnya 4 th, bisa jadi 3.5 th, otomatis kan harus ngejar SKS yang segitu banyak. Ini juga menjadikan polapikir yang kurang bagus menurut ane.Mereka terbiasa megerjakan apa yang dikasih, apa yang disuruh, yang penting cepet kelar cepet lulus dengan IPK 3.5 , trus kerja.

  442. ridwa hasyimi berkata:

    D amerika saja masih spt itu, bgaimana dgn di negara kita.
    Izin share ya.

  443. shampo noni bsy berkata:

    sebenrnya ya kalo menurut logika saya. ijazah itu tidak penting yang penting skill,y yang jalan..
    ijazaah ad tapi kemauan ga ada mah sama aja boong (y)

  444. ridho utama putra berkata:

    mengikuti aktivitas unit kerja kampus atau aktivis apapun itu namanya, mempunyai hal yang positif. namun kebanyakan saya menemukan orang yang pintar berorganisasi malah dia seorang yang munafik. artinya bahwa ketika mahasiswa dia aktivis kampus yang luar biasa. namun ketika telah menjadi orang yang menduduki jabatan tinggi di negeri ini. dia malah jauh dari nilai-nilai aktivis. bahwa di indonesia aktivis hanya lah jalan awal untuk meretas kesuksesan semu. mereka menggunakan jaringan organisasi hanya untuk kepentingan golongan bahkan nafsu pribadi. jadi seorang yang aktif dalam dunia perkampusan pun tidak murni baik. banyak indikator keburukan. jika tidak dibenahi sistem pengkaderan organisasi kampus yang berorientasi benar-benar ”softskill” pencarian jatidiri bukan pencarian jaringan semata. mereka besar karena organisasi. bukan krena organisasi besar karena mereka. itu dua hal yang sangat berbeda.

  445. Adib Hasan berkata:

    what a great speech.. !!!

  446. www.tekun.info berkata:

    lebih nakutin kalo presentasi di dunia kerja..apalagi project yang dilakukan gagal.hehe

  447. Dikatama berkata:

    Ini tamparan keras buat mahasiswa yang masih main” dengan kuliahnya, jadi merinding ngeliatnya ….

    semoga dapat dicontoh oleh pemuda indonesia …

  448. tozca leather berkata:

    info yang bisa menjadi acuan buat pengunjung terima kasih banyak admin..

  449. kidungsari berkata:

    Reblogged this on Kidung Sari and commented:
    Must Read

  450. dawn_ran berkata:

    Reblogged this on Bletilla Striata and commented:
    Saya pertama nemu ttg video ini pertama kali di link Facebook. Lalu saya search kembali tentang pidato ini dan menemukan di wordpres ini.. 🙂

    saya merasa apa yang diuangkapkan oleh wisudawan ini benar.

  451. Ping balik: Apa Arti IPK Buat Kamu ? | THE DALANG WAYANG

  452. Klik saya berkata:

    Setelah membaca artikel saya mulai merenungkan niat saya

  453. Ping balik: Contoh Pidato Penggunaan Internet Untuk Meraih Prestasi

  454. Ping balik: Review Blog Catatanku Selama Tahun 2014 | Catatanku

  455. Ping balik: GAMBARAN CULTURE SHOCK PADA MAHASISWA ASING, 09 | Contoh Skripsi

  456. Ping balik: Jual Rok Fawwaz - Cari Rok Wanita

  457. dan berkata:

    menurut saya sebuah sistem diciptakan memiliki maksud dan tujuan. adapun maksud dan tujuan itu untuk meciptakan keteraturan. jadi mungkin yang perlu diubah adalah sistem pendidikannya. Nah kalau di Indonesia, memang masih sistemnya “mengindoktrinasi”, karena dianggap untuk bisa menciptakan keteraturan, orang2 harus tunduk, kalau sudah tunduk maka tidak ada orang yang bisa dan suka protes (atau kristis). Apalagi budaya timur hadeh, kalau menjawab atau menyuarakan pendapat dicap sebagai pemberontak/pembangkang.

  458. tika berkata:

    izin share ya

  459. Alugoro Alugoro berkata:

    Dijaman saya dulu, beberapa teman saya mempunyai “kesaktian” yang mungkin memang bawaan orok… dengan hanya belajar kurang dari 3 jam saja, mereka sudah bisa menguasai materi setengah semester dan mereka ini selalu “berguru” kepada teman2nya yang tekun belajar, artinya orang2 seperti inilah yang sebenarnya punya potensi dalam pengembangan “softskill”, karena mereka punya kelebihan dalam hal “hardskill” dibandingkan yang lainnya. Setelah bertahun-tahun setelah kami lulus, ternyata mereka yang punya “kesaktian” itu rata2 menjadi enterpreuner, mereka sukses menjadi pengusaha dan sukses pula dalam pergaulan terbukti dari banyak organisasi2 baik yang berskala nasional maupun internasional yang diikutinya. Sangat berbeda sekali dengan teman2 saya yang dengan ketekunan belajarnya pada saat kuliah, kemampuan softskill nya tidaklah terlalu menonjol. Ada juga yang lebih menonjol softskill nya dibandingkan dengan hardskill nya, akhirnya menjadi opportunis (meskipun hanya beberapa saja)

  460. muzdalifahnoor berkata:

    Reblogged this on My Archive and commented:
    dilema masalah pendidikan ==”

  461. sulistyo wahadi berkata:

    kompetensi itu penting…skill+knowlwdge+attitude…sbg bekal utk mencari penghidupan (jk itu mjd tujuan)..

    sekedar share…bagi yg ingin mendapatkan file Standar Kompetensi Kerja Nasiona Indonesia (SKKNI) yg terlengkap dan terupdate ada di :
    http://amayaku.blogspot.com/2015/08/download-skkni-standar-kompetensi-kerja.html?m=0

  462. Cotot Suprayogi berkata:

    ,di era informasi terbuka (informasi/knowledge dengan mudah dapat diakses dari internet) sebagian dari kita akan beranggapan bahwa “kurikulum akan kehilangan tugas dan fungsinya” seperti apa yg dirasakan oleh eisudawan terbaik tersebut karena ada kecenderungan kurikulum menjadi sarana indoktrinasi kaku yg hanya mencetak peserta didik memenuhi ambisi akademis menggapai nilai tinggi mata kuliah bidang studi , dengan demikian perlu adanya desakkan perubahan agar kurikulum ber-evolusi dari tugas dan fungsi awalnya sebagai “the rules of the education” menjadi organize an student and resources learning.
    Dalam hal ini kurikulum hendaknya mampu memanage (A) audience/peserta didik; (B) behaviour/perubahan tingkah laku yg hendak dicapai dlm setiap proses educational; (C) conditional; (D) degree; (E) emotional dan (F) faculty/kecakapan/kemahiran baik yg dimiliki peserta didik maupun guru/pendidik.

  463. Ping balik: Pidato Wisudawan | Agus Zainal Arifin

  464. adhitya satria berkata:

    Luar Biasa…. Sangt menginspirasi..
    Salam..

  465. Val Merchen berkata:

    loans till payday

  466. Ping balik: Pidato Wisudawan Terbaik, Sekaligus Mengejutkan! - Timeslib Magazine | Tempat Keren Berbagi Informasi

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.