Berkunjung ke Kota Mataram di Pulau Lombok (Bagian 2): Ke Kampung Tradisionil Suku Sasak

Tulisan ini meneruskan seri tulisan pertama yang sempat terputus oleh waktu karena kesibukan saya.

Suku Sasak adalah suku mayoritas yang menghuni Pulau Lombok. Secara profil wajah dan postur tubuh, orang Sasak mirip dengan orang Bali, begitu juga logat bahasanya juga mirip, terutama ketika mengucapkan huruf “t” yang kedengarannya seperti “d”. Perbedaan orang Sasak dan orang Bali adalah dalam hal agamanya, orang Sasak beragama Islam sedangkan orang Bali beragama Hindu. Namun keduanya hidup berdampingan dengan damai di Pulau Lombok.

Menjelang waktu keberangkatan pesawat yang masih sekitar dua jam lagi, Ario membawa saya mengunjungi kampung tradisionil suku Sasak di Lombok Tengah yang jaraknya dari Bandara LIA sekitar lima kilometer. Butuh waktu sekitar lima belas menit dari Bandara ke kampung tradisionil ini. Kampung itu sekarang menjadi desa wisata dengan nama Desa Wisata Dusun Ende.

Papa nama kampung Sasak

Papa nama kampung Sasak

Gapura menuju kampung Sasak

Gapura menuju kampung Sasak

Di depan gerbang kampung Sasak, para pemuda Sasak yang kebanyakan memakai sarung menawarkan jasanya sebagai guide. Namun, karena saya hanya ingin sebentar saja untuk melihat-lihat, saya menolak secara halus tawaran itu.

Di bawah ini foto-foto suasana di dalam kampung tradisionil suku Sasak. Semua rumah terbuat dari bahan alam, atapnya dari daun-daun kering (kalau di Padang namanya atap rumbia). Mari ikuti jalan saya menapaki kampung Sasak yang tidak terlalu luas itu.

Nama dusen Ende. Satu rumah di belakangnya "merusak" pemandangan karena permanen dan beratap genteng.

Nama dusun Ende. Satu rumah di belakangnya “merusak” pemandangan karena permanen dan beratap genteng.

Rumah adat yang disebut blumbung, tempat menyimpan hasil panen padi.

Rumah adat yang disebut blumbung, tempat menyimpan hasil panen padi.

Rumah-rumah penduduk suku Sasak

Rumah-rumah penduduk suku Sasak

Rumah-rumah orang Sasak yang sepi. Pada kemana penghuninya?

Rumah-rumah orang Sasak yang sepi. Pada kemana penghuninya?

Satu hal yang menarik perhatian saya, tidak semua rumah di sana berlantai tanah. Ada juga yang lantainya terlihat dari jauh seperti semen, namun bukan semen dalam arti sebenarnya. Lantai itu dibuat dari campuran tanah dan kotoran kerbau yang kemudian mengeras, seperti foto di bawah ini.

Lantai rumah orang Sasak

Lantai rumah orang Sasak

Wanita Sasak sedang menenun kain tradisionil.

Wanita Sasak sedang menenun kain tradisionil.

Narsis dulu sebelum pulang

Narsis dulu sebelum pulang

Saya dan pria Sasak berfoto sebelum pamitan

Saya dan pria Sasak berfoto sebelum pamitan

Nah, begitu cerita laporan pandangan mata saya mengunjungi kampung Sasak. Satu pesan saya kalau anda ke sana, jangan lupa membeli souvenir buatan mereka yang dijual di pondok khusus di sana (tenunan, patung kecil, alat masak, dll). Memang harganya agak mahal, tapi niatnya membantu perekonomian warga. Tidak lupa untuk memberi tips uang buat pria Sasak yang menemani kita berkeliling (meskipun tidak diminta memandu, mereka tetap menjelaskan panjang lebar tentang kampung Sasak dan mengikuti kita berjalan).

Update: tulisan selanjutnya adalah Berkunjung ke Kota Mataram di Pulau Lombok (Bagian 3): Ayam Taliwang, Pelecing Kangkung, dan Sate Bulayak

Pos ini dipublikasikan di Cerita perjalanan. Tandai permalink.

3 Balasan ke Berkunjung ke Kota Mataram di Pulau Lombok (Bagian 2): Ke Kampung Tradisionil Suku Sasak

  1. Ping balik: Bekunjung ke Kota Mataram di Pulau Lombok (Bagian 1): Dari Taman Narmada Hingga Pantai Senggigi | Catatanku

  2. Ping balik: Berkunjung ke Kota Mataram di Pulau Lombok (Bagian 3): Ayam Taliwang dan Sate Bulayak | Catatanku

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.