Kisah Perjalanan Umrah ke Tanah Suci (Bagian 5): Ibadah Umrah ke Kota Makkah

Tibalah hari yang dinanti-nanti yaitu bersiap menuju kota Makkah untuk melaksanakan ibadah umrah. Ibadah sholat di Masjid Nabawi tidak termasuk ke dalam rangkaian ibadah umrah. Ibadah umrah itu intinya adalah thawaf, sa’i, dan tahalul. Jika pada ibadah haji ada wukuf di Arafah, melontar jumrah di Mina, dan bermalam di Muzdalifah, maka ibadah umrah hanya terdiri atas tiga rangkaian ibadah itu saja, sehingga umrah dinamakan juga haji kecil. Sebenarnya ibadah umrah bisa diselesaikan selama satu hari saja karena prosesi thawaf, sa’i, dan tahalul paling lama memakan waktu lima jam. Selesai ibadah umrah kita bisa langsung pulang ke tanah air (setelah sebelumnya melakukan thawaf wada’ atau thawaf perpisahan). Saya teringat peristiwa pada Pilpres 2014 yang lalu, banyak orang Indonesia mencemooh Capres Jokowi yang pergi melaksanakan umrah demikian cepat, hari ini sampai di Makkah lalu besoknya sudah pulang lagi ke tanah air. Orang-orang mencemooh kok singkat sekali umrahnya, umrah apaan itu? Selama ini publik beranggapan bahwa umrah itu setidaknya dilaksanakan selama satu minggu, tetapi kalau kita mengetahui bahwa ibadah umrah hanyalah tiga rangkaian ibadah tadi, maka kita seharusnya paham dan tidak mencela orang lain yang melaksankan umrah selama satu hari terlepas preferensi politik yang kita miliki.

Namun, kalau kita hanya melaksanakan umrah selama satu hari saja lalu pulang lagi ke tanah air tentu sangat disayangkan. Rugi ‘menambang’ pahala, karena kita tidak dapat meraih pahala sholat sebanyak-banyaknya di Masjid Nabawi dan di Masjidil Haram. Jamaah umrah bermukim agak lama di Madinah agar dapat sholat di Masjid Nabawi sebanyak mungkin, begitu juga bermukim agak lama di Makkah agar dapat melaksanakan sholat dan thawaf sesering mungkin di depan ka’bah. Program paket umrah yang saya ambil adalah selama 9 hari, yaitu 4 hari di Madinah (termasuk keberangkatan dari tanah air), empat hari di Makkah, dan satu hari kepulangan ke tanah air.

Hari Jumat sesudah sholat Jumat dan makan siang, kami segera memakai baju ihram. Baju ihram bagi laki-laki adalah dua lembar kain putih yang tidak berjahit, sedangkan bagi perempuan cukup menggunakan mukena atau pakaian yang menutup aurat kecuali muka dan telapak tangan. Pakaian ihram yang dua lembar itu hikmahnya adalah untuk mengingatkan kita pada kematian. Nanti kalau kita mati, maka kita tidak membawa apa-apa keceuali dua lembar kain kafan yang membungkus jenazah kita.

Memakai kain ihram adalah hal yang pengalaman baru bagi saya. Kita tidak boleh memakai apa-apa lagi kecuali dua lembar kain ihram itu. Tidak boleh memakai celana dalam, singlet, topi/kopiah, dan busana lainnya. Namun kalau memakai jam tangan, tas selempang, ikat pinggang, kacamata, masih diperbolehkan. Kain ihram terdiri dari dua lembar, kain yang pertama sebagai penutup aurat dari pusar hingga lutut, sedangkan kain ihram yang kedua untuk menutup badan dari bahu hingga perut. Bahan kain ihram terbuat dari jenis kain handuk sehingga cukup tebal untuk menghangatkan badan di tengah hawa dingin saat itu. Rasanya gimana gitu ya berpakaian tanpa menggunakan pakaian dalam, hi…hi..hi, sambil berjalan-jalan lagi. Agar kain ihram tidak melorot (maluu kan…), maka sebaiknya kita memakai ikat pinggang.

Selesai makan siang dan memakai baju ihram, kami pun chek-out dari hotel Dar el Thaibah, lalu menaiki bis menuju Masjid Bir Ali di luar kota Madinah. Karena kita berangkat dari Madinah, maka kita memulai miqat (batas tempat memulai niat umrah) di Masjid Bir Ali ini. Di Masjid Bir Ali sudah terlihat banyak rombomgan jamaah umrah dari berbagai negara untuk memulai niat umrah. Dengan mengucapkan Labbaika Allahumma umratan di Masjid Bir Ali, maka ibadah umrah baru dimulai, dan sejak saat itu berlakulah larangan-larangan selama berihram. Larangan-larangan tersebut adalah tidak boleh memotong kuku atau memotong rambut, mencabut bulu/rambut, membunuh hewan buruan, mencabut tanaman, menikah atau menjadi menikahkan, menampakkan aurat, berhubungan suami istri, dan sebagainya. Jika dilanggar maka umrahnya batal kecuali membayar dam atau denda yang jumlahnya bergantung berat ringannya pelanggaran.

Perjalanan dari Masjid Bir Ali menuju kota Makkah memakan waktu empat sampai lima jam. Selama di dalam perjalanan jamaah umrah lebih banyak berdiam diri atau merenung, mungkin khawatir melanggar larangan selama berihram. Sebentar lagi kami akan menjadi tamu-tamu Allah karena akan berkunjung ke rumah-Nya di Baitullah.

Jam satu dinihari kami sampai di kota Makkah. Hotel yang kami tempati jaraknya 300 meter dari Masjidil Haram, lumayan jauh karena harus berjalan memutar disebabkan proyek perluasan Masjidil Haram membuat akses menuju masjid banyak yang ditutup. Setelah chek-in di hotel, malam itu juga kami bersama-sama berjalan menuju Masjidil Haram. Meskipun sudah waktu dinihari, tetapi suasana di sekitar Masjidil Haram tetap ramai dengan lalu lalang jamaah yang pergi dan pulang. Ada yang masih berpakain ihram, ada pula yang sudah memakai pakaian biasa.

Hati saya bergetar memasuki kompleks Masjidil Haram, sebab sebentar lagi saya akan melihat sendiri ka’bah yang selama ini hanya saya lihat gambarnya saja. Bangunan pertama yang menyambut kami adalah bangunan Menara Zam-Zam (Zam-zam Tower) tepat di depan Masjidil Haram. Ini bangunan tetinggi kedua di dunia setelah Burj Dubai (tingginya sekitar 600 meter). Menara Zam-Zam berisi sejumlah hotel, mal-mal yang menawarkan kesenangan duniawi, dan pertokoan mewah. Di puncaknya terdapat jam raksasa yang dijadikan acuan waktu di Saudi (fungsinya seperti jam Menara Big-Ben di London). Rasanya tidak elok ada bangunan yang menyiratkan hedonisme berada di depan Masjidil Haram, sangat kontras dengan kehusyukan jamaah yang melaksanakan ibadah sholat, umrah, dan sa’i di depannya. Saya masih belum bisa mengerti mengapa Raja Arab Saudi mengizinkan ada bangunan bernuansa “Las Vegas” berada tepat di depan Masjidil Haram.

Zam-zam Tower di depan Masjidl Haram

Zam-zam Tower di depan Masjidl Haram

Kami berjalan memasuki Masjidil Haram. Pelataran masjid sangat luas, namun kenyamanan agak terganggu karena deru mesin dan menara-menara crane menjulang di sana-sini sebagai bagian dari proyek perluasan Masjidil Haram. Di pelataran masjid banyak jamaah yang duduk-duduk, tidur, atau sholat, padahal saat itu waktu menunjukkan pukul 2 dinihari.

DSC_0636

Pelataran Masjidil Haram yang dikelilingi oleh hotel-hotel

Kami memasuki pintu King Fahd dan berjalan ke dalam. Karena kami belum melaksanakan sholat Maghrib dan Isya, maka kami sholat jama’ dulu di di dalam area masjid. Bangunan Masjidil Haram memiliki banyak pintu masuk. Kita harus hafal pintu yang kita masuki supaya tidak tersesat.

Menjama' sholat Maghrib dan Isya di dalam Masjidil Haram

Menjama’ sholat Maghrib dan Isya di dalam Masjidil Haram

Selesai sholat jama’, kami berjalan mendekati ka’bah, dan….Masya Allah… tampaklah bangunan ka’bah yang menjadi kiblat sholat ummat Islam di seluruh dunia. Perasaan saya tidak menentu, bercampur aduk antara gembira, terharu, dan terkesima. Allahu akbar!

Ka'bah di Masjidil Haram. Menara-menara crane berdiri di sekelilingnya karena ada proyek perluasan masjid.

Ka’bah di Masjidil Haram. Menara-menara crane berdiri di sekelilingnya karena ada proyek perluasan masjid.

Ustad pembimbing umrah membawa kami semakin dekat ke depan ka’bah. Kami memulai ibadah thawaf bersama-sama. Saat itu jamaah thawaf sangat padat meskipun ini waktu dinihari. Semua orang dari berbagai bangsa di dunia melebur menjadi satu. Tidak ada lagi perbedaan si kaya dan si miskin, berpangkat atau tidak, jenderal atau rakyat biasa, semua sama di hadapan Allah, sama-sama berputar mengelilingi ka’bah. Kami mengelilingi ka’bah selama tujuh kali dengan arah berlawanan pergerakan jarum jam.

Saat ini bangunan ka’bah dikelilingi oleh sebuah bangunan bertingkat dua untuk menampung jamaah yang tidak dapat melakukan thawaf di lantai dasar. Bangunan ini ‘merusak’ pemandangan ke ka’bah, namun untunglah bangunan ini sifatnya sementara saja dan akan dibongkar lagi setelah proyek perluasan Masjidil Haram selesai pada tahun 2016.

Bangunan dua lantai yang bersifat tenporer untuk menampung jamaah yang melaksanakan thawaf

Bangunan dua lantai yang bersifat tenporer untuk menampung jamaah yang melaksanakan thawaf

Setelah melaksanakan thawaf, kami sholat sunat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim. Maqam Nabi Ibrahim bukanlah kuburan, tetapi berupa cetakan telapak kaki Nabi Ibrahim di tempat dia berpijak ketika membangun ka’bah. FYI, ka’bah dibangun oleh Nabi Ibrahim dan putranya Ismail sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk membangun Rumah-Nya di Baitullah. Usai melaksanakan sholat sunat, kami meminum air zam-zam yang gentong-gentongnya bertebaran di seluruh areal masjid, persis seperti di Masjid Nabawi.

Prosesi ibadah umrah berikutnya adalah melaksanakan sa’i, yaitu berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan bukit Marwah. Kedua bukit ini terletak di dekat bangunan ka’bah tetapi sekarang sudah tidak ada lagi sejak Masjidil Haram mengalami perluasan besar-besaran. Yang ada hanyalah tanda situsnya saja, dan di antara kedua <a href=”“>bukit Shofa dan Marwah itu dibangun tempat melaksanakan ibadah sa’i. Jadi, tempat melakukan sa’i saat ini berada di dalam kompleks Masjidil Haram.

Area anatra Shofa dan Marwah untuk melakukan sa'i.

Area antara Shofa dan Marwah untuk melakukan sa’i.

Jamaah umrah melakukan sa’i di tempat ini. Di antara dua tempat yang ditandai dengan lampu-lanmpu berwarna hijau jamaah laki-laki berlari-lari kecil, sedangkan di luar tanda itu jamaah cukup berjalan cepat saja. Prosesi sa’i dilakukan sebanyak tujuh kali, dan setiap perjalanan dari Shofa ke Marwah dihitung satu kali, begitu juga sebaliknya perjalanan dari Marwah ke Shofa dihitung satu kali. Ibadah sa’i ini untuk meneladani kisah Siti Hajar (istri Nabi Ibrahim) yang ketika itu mencari air di antara bukit Shafa dan bukit Marwah guna memberi minum anaknya yang masih bayi, Ismail, yang kehausan. Dia berlari-lari di antara kedua bukit itu untuk menemukan air. Setelah lelah berlari sebanyak tujuh kali ia tidak juga berhasil menemukan air. Yang dilihatnya berupa air ternyata fatamorgana di padang pasir. Akhirnya Allah SWT menurunkan mu’jizat-Nya. Ismail yang terbaring di atas pasir menangis kehausan, dia menghentak-hentakkan kakinya ke tanah, dan ajaib….di bawah kaki Ismail keluarlah mata air yang sekarang bernama air zam-zam. Sumber mata air zam-zam tidak pernah kering hingga sekarang, dan air zam-zam selalu menjadi oleh-oleh utama bagi jamaah haji dan umrah.

Setelah melakukan sa’i, maka rangkaian ibadah umrah ditutup dengan melakukan tahalul, yaitu memotong beberapa helai rambut. Dengan melakukan tahalul, maka selesailah sudah semua rangkaian ibadah umrah tepat sebelum adzan subuh berkumandang, dan sejak saat itu maka semua larangan selama berihram menjadi tidak berlaku lagi. Jamaah sudah boleh memakai pakaian biasa. Kami sholat subuh dulu di Masjdiil Haram, selanjutnya pulang ke hotel untuk berganti pakaian dan …. tidur. Rangkaian ibadah umrah sejak berangkat dari Madinah sangat melelahkan dan kita kurang tidur. Kami diminta ustad pembimbing untuk tidur cukup lama untuk menghilangkan lelah. Siang hari nanti kami bersiap kembali untuk menunaikan sholat Dhuhur dan melihat suasana Masjidil Haram pada siang hari. (BERSAMBUNG)

Tulisan selanjutnya: Kisah Perjalanan Umrah ke Tanah Suci (Bagian 6): Masjidil Haram pada Waktu Siang

Pos ini dipublikasikan di Agama, Cerita perjalanan. Tandai permalink.

5 Balasan ke Kisah Perjalanan Umrah ke Tanah Suci (Bagian 5): Ibadah Umrah ke Kota Makkah

  1. Ping balik: Kisah Perjalanan Umrah ke Tanah Suci (Bagian 4): Wisata Ziarah di Madinah | Catatanku

  2. arief berkata:

    Aslm pak Rin…setau sy jam besar di masjidil haram untuk mewujudkan niat pemerintah arab saudi agar mekkah dapat menjadi pusat acuan waktu dunia,menggantikan GMT.cmiiw. Salam Umroh.

  3. Prima berkata:

    Assalamu’alaikum…

    Maaf, mau tanya.
    Berhubung akhir tahun rencana ingin umroh. Saya baru mencari Mukena Umrah untuk ibu dan istri saya. Apakah Anda menyediakan Mukena Umrah ? Atau tau tempat yang menjual?

    Terimakasih

  4. Umroh 9 Hari berkata:

    Sungguh dalam cerita ini serasa ikut larut dalam cerita ini, begitu indah suasana umrohnya… Semoga Umroh 9 Hari yang dijalaninya mabrur

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.