Pilkada DKI Jakarta yang Semakin Menarik

Meskipun saya bukan warga Jakarta, namun saya selalu mengikuti perkembangan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jakarta. Ada dua calon gubernur yang bersaing, yaitu pasangan Adang Daradjatun – Dani Anwar dan pasangan Fauzi Bowo – Priyanto. Pasangan pertama hanya diusung leh satu partai, yaitu PKS, sedangkan pasangan kedua diusung oleh 20 partai. Satu partai “dikeroyok” ramai-ramai oleh banyak partai. Fauzi Bowo adalah calon incumbent, yaitu calon yang masih menjabat sebagai pejabat pemerintahan (Wakil Gubernur DKI). Sementara Adang Daradjatun adalah mantan Wakapolri yang langsung mengundurkan diri dari jabatannya ketika dicalonkan menjadi Calon Gubernur. Sikap Pak Adang ini sungguh bijak dan patut dicontoh, sebab ia tidak mau mencampuradukkan antara kepentingan pencalonannya dengan tugasnya sebagai Wakil Kapolri. Sementara Pak Fauzi tidak mau mengundurkan diri dengan alasan tidak ada aturan yang melarang pencalonannya sebagai calon gubernur meski menjabat sebagai pejabat pemerintahan. Ia hanya menggunakan hak cuti sebagai pejabat pemerintahan selama masa kampanye saja.

Dilihat dari jumlah partai yang mencalonkan, terlihat adanya ketidakpercayaan diri dan kepanikan di kubu Fauzi Bowo. Untuk menghadapi Pak Adang saja mereka perlu berkoalisi sebanyak itu. PKS yang dipandang sebagai partai Islam dianggap sebagai musuh ideologis, sementara 20 partai pendukung Fauzi Bowo itu mendengungkan sebagai kubu nasionalis. Sebenarnya ini hal yang sangat aneh dan tidak konsisten, sebab jika PKS dianggap sebagai musuh ideologis, mengapa di Pilkada daerah lainnya sering terjadi koalisi antara PKS dengan PDIP (misalnya di Bontang), atau antara PKS dengan Partai Demokrat (saya lupa di derah mana). Keanehan kedua, di kubu Fauzi Bowo juga banyak partai berbasis Islam yang bergabung, misalnyaPBB, PPP, PKB, PBR, dan lain-lain. Kenapa sekarang mereka alergi dengan partai saudaranya sendiri dan malah bergabung dengan partai yang menganggap dirinya nasionalis (hmmm, antara paham kebangsaan dengan paham keagamaan tidak bisa dipertentangkan, sebeb keduanya saling komplementer). Tapi itulah politik, di dalam politik tidak ada musuh yang abadi dan tidak ada pula teman yang abadi, yang ada adalah teman karena kepentingan sesaat. Partai yang dulu dianggap musuh bisa saja diajak bergabung karena terdesak kepentingan jangka pendek. Contohnya baru-baru ini pertemuan antara Golkar dan PDIP untuk menggalang koalisi di Pemilu 2009. Padahal semua orang tahu antara Golkar dan PDIP adalah musuh bebuyutan sejak dulu. Lalu, mengapa sekarang tiba-tiba mereka jadi “mesra” karena takut dengan partai yang mengusung paham keagamaan? (ketakutan dengan PKS?)

Kembali ke Pilkada Jakarta. Meski tidak bisa memilih, saya lebih cenderung mendukung Pak Adang. Saya pikir akan banyak orang juga berpikir yang sama dengan saya. Saya mendukung Pak Adang bukan karena faktor PKS-nya atau karena faktor agama (dua-duanya muslim kok), tetapi lebih pada personal pak Adang. Pertama, Pak Adang sudah menunjukkan sikap teladan dengan mengundurkan diri dari jabatannya sebelum mencalonkan diri sebagai calon Gubernur. Kedua, secara personal Pak Adang murah senyum, ramah, lebih cerdas dan mempunyai wawasan yang lebih luas ketimbang Pak Fauzi. Dalam acara debat-debat di TV, Pak Adang terlihat mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan lugas. Semalam saya menonton Today’s Dialog di Metro TV yang menampilkan calon Fauzi Bowo. Ketika seorang panelis menanyakan kepadanya apakah dia siap mundur jika gagal dalam melaksanakan janji-janjinya, dia tidak mau menjawab dengan tegas, dia hanya mengatakan dia hanya mundur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Ini jawaban normatif yang semua orang juga bisa mengatakannya. Jawaban-jawaban lain yang ditanyakan oleh panelis hampir semuanya jawaban normatif yang tidak jelas bentuk konkritnya. Alasan ketiga saya mendukung Pak Adang, adalah karena simpati saja sebab dia “dikeroyok” ramai-ramai. Siapapun orang pasti simpati pada orang lain yang diperlakukan tidak adil (ingat PDIP Megawati yang memenangkan Pemilu pada tahun 1999 karena selama belasan tahun “dizalimi” oleh Pemerintah Orba, sebuah alasan yang sebenarnya bisa diperdebatkan lagi).   

Di televisi ramai “bergentayangan” iklan kedua calon gubernur DKI ini. Pak Fauzi didukung oleh keluarga si Doel (Rano Karno, Mandra, dkk), sementara Pak Adang didukung oleh keluarga Bajaj Bajuri (Mat Solar, Mpok Minah, dkk).  Terasa unik, karena kedua-duanya mewakili budaya Betawi. Tetapi jargon Betawi yang dikumandangkan oleh keluarga si Doel terasa tidak pas dengan slogan Fauzi Bowo yang menyatakan “Jakarta untuk semua”. Si Doel selalu mengatakan saatnya Jakarta dipimpin oleh orang Betawi. Kalau begitu, Fauzi Bowo jadi Gubernur orang Betawi dong? Padahal Jakarta adalah kota multikulutral, tidak hanya berisi orang Betawi saja. Malah jumlah orang Betawi di Jakarta jumlahnya lebih sedikit dari pendatang suku lain seperti  suku Minang dan suku Jawa.

Saya tidak tahu orang Jakarta nantinya lebih suka memilih siapa dari dua calon itu. Jika Pilkada berlangsung jujur dan tanpa politik uang, saya yakin lebih banyak orang Jakarta yang memilih Pak Adang. Warga Jakarta beda dengan daerah lain, mereka lebih well informed dan lebih kritis.  Pak Fauzi adalah bagian dari masa lalu,  kepemimpinannya bersama Sutiyoso gagal dalam menyelesaikan masalah banjir, kemacetan lalu lintas, dan penggusuran. Tetapi bisa jadi Fauzi Bowo ini yang menang, sebab ia menguasai birokrasi di Jakata. Bisa saja dia memanfaatkan jabatannya dengan memerintahkan bawahannya hingga ke kelurahan untuk memenangkan dirinya. Kalau perlu pakai politik uang atau memanipulasi hasil perhitungan suara.

Kita tunggu saja hasilnya pada tanggal 8 Agustus nanti.

Pos ini dipublikasikan di Indonesiaku. Tandai permalink.

23 Balasan ke Pilkada DKI Jakarta yang Semakin Menarik

  1. sandy eggi berkata:

    wah pak rin, coba deh jalan-jalan ke jakarta. beberapa minggu yang lalu saya ke jakarta, dan menjadi benci dengan adanya pemilihan pilkada DKI. poster ada di mana-mana, di tempel sembarangan dan tidak beraturan. Kotor sekali. kebetulan saya maen ke daerah mampang waktu itu. dan prihatin. bayangkan saja, jembatan ke arah terminal busway yang baru dibangun saja jadi target kampanye.

    mungkin cuman panitia kampanye yang tidak bisa mengarahkan. semboyan “Ayo Benahi Jakarta!” dan “Jakarta untuk Semua” seolah-olah klise. Hal-hal kecil tidak diperhatikan, hanya mementingkan hal yang lebih besar. Mana bisa jakarta bebenah kalo untuk pemilihan saja kebersihan Jakarta dikorbankan. Bahkan di televisi akhir-akhir ini malah banyak pelanggaran di kampanye. Banyak pendukung calon yang menggunakan jalur busway untuk kendaraan bermotor. Polisi cuman bilang “Ya ini kan tidak setiap hari, 5 tahun sekali boleh lah pelanggaran …”

    Kampanye kan bisa lebih teratur dan bermanfaat. Lewat televisi kan bisa. Lewat internet kenapa nggak ? Dan kenapa ngga mereka pasang poto-poto mereka di sampul buku atau tas yang bisa dibagikan ke anak-anak sekolah. Mumpung tahun ajaran baru seperti sekarang ini. Jadinya anak-anak sekolah bisa memanfaatkan buku dan orang tua mereka jadi tergerak memilih calon.

    Kadang untuk niat tertentu manusia jadi sangat destruktif.

    Semoga sekarang Jakarta kembali bersih.

  2. k'tutur berkata:

    kalo aye masih mbingung deh bang? 🙄

  3. Herianto berkata:

    Mbaca sampe abis postingan pak rinaldi kali ini, kok kita bisa sefaham ya… Apa karena sama2 orang Padang … Narsis ya pak ? 🙂

    Tapi kalo saya pasti milih Adang, gak percaya ?berkunjunglah ke blog saya… 😀

  4. suprie berkata:

    Ane juga masih bingung nich…Soalnye ane pingin milih pemimpin yang baik, jadi harus hati-hati.

  5. rinaldimunir berkata:

    @Sandy: iya, orang Jakarta kan gak bodo-bodo amat, tidak perlu tempel poster yang bikin pemandangan jadi kurangs edap. Kampanye di TV melalui debat antar kandidat lebih baik dilakukan ketimbang kampanye terbuka yang isinya menabur janji gombal.

    @Herianto: urang awak di jakarta pastilah mamailih pak Adang.

    @Suprie & K Tutur: jangan ragu mas, kesan pertama (no “1”) adalah yang paling menentukan

  6. sandy eggi berkata:

    btul pak .. setuju ..

  7. Mas Hari berkata:

    AKU MO KASIH KOMENT YANG LAIN DEH…. GAK CUMA KOMENTARI GAMBAR AZA.. HEHEHE..
    Aku juga bukan warga Jakarta, aku tinggal di Ujung Lampung yang masih ndeso…….

    Komentar ku.. Tentang Pilkada Jakarta…. Wuiihhhh… LUar Biasa….. Kok bisa ya satu partai dikroyok… 20 partai…. untung cuma ada 21 Partai yg eksis ya di Jkt, kalau ada 51 Partai apa Pak Adang juga akan dikroyok 50 Partai ya……., Salut deh buat PKS Jakarta…, Yang aku bingun tuh….. isu yang dilontarkan oleh Kubu yang ngroyok tuh…… seolah-olah PKS adalah Musuh bersama……, termasuk Partai-partai yang selama ini mengusung jargon Islam…. bahkan ma’af sampe yang gambarnya pun “Ka’bah” pun ikut-ikutan ngroyok partai yang secara kedekatan ideologi mungkin lebih deket dengan PKS dibandingkan dengan PDIP atau PDS…..

    Kalau Poke yang menang…. itu mah biasa… bliau kan “Incumbent” & gak mau mundur plus didukung 20 partai..
    Kalau Adang-Dani yang menang…. Itu baru luar biasa…..

    Pesen tuh warga Jakarta….. Jangan lupa sholat istikharoh ya sebelum memilih…., ingat satu suara kita sangat menentukan perjalanan 5 tahun jakarta ke depan…

  8. Yanto103 berkata:

    Saya belum lama menetap diJakarta, yach kira2 3 tahuanlah. Tapi saya punya hak pilih di Pilkada ini. Saya adalah Simpatisan PAN tapi saya adalah pendukung Pak Adang. Karena saya nggak tahu mengapa PAN mendukung Pak Fauzi ???
    ini adalah sebuah kenyakinan dan pilihan bukan apa kata Partai.

  9. Si Bagong berkata:

    Saya warga DKI, sesuai KTP yang saya miliki.. dan tentunya punya hak pilih. Tapi sayangnya saya tidak akan bisa ikut Pilkada kali ini karena sedang berada di luar negeri. Hiks, sedih juga.. padahal saya sudah mantap dengan Adang-Dani.

  10. rinaldimunir berkata:

    @Semuanya: yang milih pak Adang itu memang kebanyakan dari kalangan rasionalis, kayaknya agak susah juga ya, soalnya kalangan rasionalis itu jumlahnya kan minoritas dibandingkan yang memakai pendekatan emosional.

  11. Bayu RA berkata:

    ALASAN UNTUK MEMILIH

    Saya dari lahir tinggal di Jakarta sejak 1980 dan saya SETUJU PILIH ADANG-DANI, karena beberapa hal, saya bekerja di Tangerang dan pulang ke Depok, dan masih ber KTP Jakarta,dan masih bisa ikut Pilkada 2007. Beberapa alasan saya MENOLAK FAUZI-PRIJANTO untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta 2007-2012 antara lain:

    1.Fauzi Bowo, bagian dari pemerintahanan masa lalu, masa lalu yang penuh KKN, kebobrokan, pelanggar HAM, berbau Orde Baru dan…
    2.Birokrasi lamban, sering pungli warga miskin.
    3.Birokrasi minta dilayani bukan melayani.
    4.Fauzi Bowo tidak mengundurkan diri dari Wagub DKI, cuma ambil cuti, terlihat beliau tidak siap kehilangan jabatan, cuma Prijanto saja yang mengundurkan diri, sikap Fauzi merupakan cerminan kelakuan birokrat kita.
    5.Fauzi Bowo terlihat sudah uzur, seharusnya menjabat gubernur DKI sejak lima tahun lalu. Makanya harus diganti dengan orang-orang baru yang lebih muda.
    6.Aparat Kelurahan sampai Balaikota sering korupsi uang APBD.
    7.Fauzi Bowo bekas pejabat bendahara Partai Golkar (baca: orde baru) DKI-makanya kaya raya.
    8.Kesejahteraan warga kurang selama ini saat periode beliau jadi wagub.
    9.Mayoritas partai pendukungnya tidak capable dan suka pragmatis, suka urakan, teriak-teriak kalau kampanye, dan tidak santun.
    10.20 partai tersebut tidak mempunyai massa riill (massa yang konsisten dan militan).
    11.artai-partai seperti Golkar, PDIP, PPP, bertanggung jawab terhadap kebobrokan rezim orde baru dan membawa kita mengalami krisis ekonomi sampai sekarang.
    12.Partai-partai pendukung Fauzi Bowo merupakan partai pragmatis bukan idealis.
    13.Pendukung Fauzi Bowo irrasional, mereka percaya hal-hal mistik, dan takhayul.
    14.Kebanyakan pendukung Fauzi Bowo tidak intelektual, walaupun ada yang intelektual karena mengamankan kepentingan dirinya saja.
    15.Fauzi Bowo dekat dengan Sutiyoso (yang berlatar belakang militer, saya tidak suka militer jadi pejabat publik/gaya-gaya orde baru dengan dwifungsinya).
    16.Fauzi Bowo-Prijanto didukung oleh partai-partai yang tidak konsisten, berani keroyokan dan tidak percaya diri.
    17.Fauzi-Prijanto mendukung gaya hidup Hedonisme/ kesenangan duniawi (hiburan malam).
    18.Partai pendukung Fauzi Bowo tidak mempunyai kader yang dapat dimajukan sebagai calon, kemana aja 20 partai tersebut, seperti kekurangan orang saja.
    19.Saya curiga partai-partai tersebut ’dibayar’ oleh Fauzi Bowo yang seorang PNS berharta 39 Milyar!!! Agar kompak mendukung 1 calon agar dapat menjadi gubernur dan berupaya hartanya menjadi banyak dan banyaaak lagi….
    20.Isi spanduk Fauzi Bowo tak kreatif, semua seragam, tidak inovatif, dan elite saja yang bikin naskah spanduknya.
    21.Mayoritas pendukung PDIP: Preman pasar, kenek, sopir-sopir, preman terminalorang yang suka masang togel, merokok, nongkrong di pinggir jalan, kejawen (percaya hal-hal mistik/takhayul), tidak menjaga kebersihan, suka tawuran, suka joget dangdut yang erotis-erotis, kuli, dan mayoritas kasar-kasar serta tidak santun.
    22.Mayoritas pendukung Golkar: Birokrasi berperut gendut, PNS korup, menyembah Pak Harto, minta dilayani, penjilat atasan, urus KTP susah, nilep beras miskin, punya jargon ’kalo bisa dipersulit kenapa harus dipermudah’, suka menjabat seumur hidup, dan suka potong anggaran buat rakyat.
    23.Mayoritas pendukung P. Demokrat: Tidak ada massa rill, hanya mengandalkan satu figur: SBY, partai ini merupakan fans club SBY semata, ketua umumnya adalah adik ipar SBY (nepotisme), tidak ada kegiatan partai yang melayani masyarakat, partai ini sibuk pada saat pilkada dan pemili saja.
    24.Partai lainnya: Partai gurem yang tidak ada massa rill, punyanya orang berduit saja (bagi-bagi kaus dan stiker) sibuk pada saat ada pemilu dan tidak ada kegiatan harian melayani masyarakat, berpola Top Down, bukan Bootom Up, mengandalkan tokoh besar saja, seperti Zainuddin MZ (orang yang tidak konsisten dengan ucapannya-dulu pernah menolak jadi politisi waktu beliau jadi kiai/ sama seperti Aa Gym), seperti PAN dan Amien Rais (Amien out ya PAN juga mendem), seperti Gus Dur (mantan presiden nyeleneh asal PKB, yang ndeso dan suka celoteh nggak bener)-dia bisa begitu karena cucu pendiri NU saja.

    Kenapa saya memilih Adang-Dani:
    1.Adang langsung mengundurkan diri dari Wakapolri pada saat pencalonan menjadi cagub.
    2.Dani langsung mengundurkan diri dari Anggota DPRD DKI pada saat pencalonan cawagub.
    3.Kedua langkah tersebut merupakan contoh untuk tidak gila jabatan, bersikap ksatria, dan konsentrasi penuh terhadap pencalonannya.
    4.Dani Anwar mempunyai masa lalu yang sangat miskin dan kekurangan, beliau benar-benar sukses dari bawah, anak yatim sejak umur 1 tahun di Tanah Abang.
    5.Adang Dani dicalonkan hanya oleh PKS yang mempunyai:
    6.Keberanian untuk menghadapi 20 partai lawannya, Sikap percaya diri untuk maju sendirian dalam pilkada ini, sikap konsisten dan tidak plin-plan
    7.Kelebihan-kelebihan PKS:
    a)Partai ini mempunyai masa depan cerah.
    b)Tidak ada tokoh partai yang paling menonjol, PKS melahirkan tokoh, bukan didirikan tokoh.
    c)Mempunyai kader-kader militan sampai akar rumput.
    d)Kompak, disiplin, teratur, terorganisir, dan mempunyai daya juang tinggi.
    e)Mempunyai satu visi: Partai Dakwah (kereen kan).
    f)Dipenuhi kalangan intelektual (baca: berpendidikan) jadi pintar-pintar.
    g)Peduli rakyat miskin dan pekerja keras.
    h)Mempunyai pengetahuan dan teknologi yang tinggi (IT).
    i)Mempunyai agenda rutin untuk melayani masyarakat.
    j)Inovatif dan mempunyai ide-ide bagus dalam kegiatannya.
    k)Kadernya tak sungkan untuk donasi dalam beragam kegiatan partai.
    l)Kreatif dalam membuat jargon-jargon kampanye.
    m)Bagus dalam tema kampanyenya, dilihat dari desain spanduk-spanduknya.
    n)Santun-santun dan sopan orangnya.
    8.Kekurangan-kekurangan PKS (baca: kader):
    a)Lebih exclusive (menyendiri) dari lapisan masyarakat lainnya, mungkin ini untuk membedakan identitas sosial.
    b)Kader-kadernya kurang gaul untuk bersosialisasi dengan masyarakat.
    c)Terlalu kaku dalam menyikapi realita sehari-hari khusunya kepada masyarakat yang berbeda cara pikir.
    d)Dilihat dari cara berpakaiannya masih aneh untuk kalangan orang kebanyakan (masih belum diterima).
    e)Suka berkumpul hanya dengan sesama kadernya, tidak suka berbaur.
    f)Tidak terbuka dalam menyikapi persoalan sosial disekitarnya.

    Nah, dari kelebihan dan kekurangan yang ada dari Adang-Dani, saya pilih calon nomor 1 pada Pilkada 8 Agustus 2007 ini. Kalau kelebihannya banyakan dikit ya saya pilih yang banyakan, tinggal tuntasin yang kekurangannya. Kalau kekurangannya banyak, ya ditinggalin aja, gitu saja kok repot kata Gus Pur…

    (kalau masa lalu kita susah dan sulit, kenapa harus kembali lagi menjalani masa-masa itu…?, makanya saya pilih yang baru…)

    catt: mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan
    Jakarta, 7 Agustus 2007
    Warga Asli Jakarta

  12. Wih, komentar yang diatas lebih panjang dari isi blog 😛

  13. toni berkata:

    untuk pemilih adang saatnya bersabar, fasbir lihukmi robbika…tetap semangat

    wassalammu’alaikum, mudah2an Pak Rinaldi dan keluarga sehat selalu

  14. Arif Bramantoro berkata:

    Hehehe.. Pak Rin juga ikutan komentari pilkada DKI, jadi meramaikan. Tapi sayangnya hasil quick count jagoannya Pak Rin kalah nih…

  15. iroel berkata:

    Saya lega dengan hasil yang ada,
    Allah lebih tahu yang terbaik bagi umatnya.
    Mungkin belum saatnya partai dakwah memimpin ibukota atau mungkin juga Allah lebih menginginkan partai dakwah langsung menjadi pemimpin di Indonesia..
    Tetap semangat aja buat para pejuang dakwah…

  16. Dije Norie berkata:

    Wah, Adang kalah. 😦 Bisa jadi itu karena Allah tahu kita (warga Jakarta) Belum SIAP di pimpin oleh pemimpin berbasiskan Islam. makanya Allah belum izinkan PKS (pak Adang menang).

  17. rianatn81 berkata:

    kalah dan menang itu mah sudah biasa………yg menang jangan langsung berbangga dong…and yg kalah tdk usah berkecil hati….masih ada hari yg akan datang.memang banyak pro dan kontra tentang calon gubernur DKI Jakarta ,tapi masalahnya mampu kah…. mereka menjadi gubernur yg baru mengatasi permasalan di DKI ini.

  18. sair berkata:

    kagem pak rin….
    mugi-mugi Allah paring berkah dhumateng panjenegan kaliyan keluarga….(pahaam gak pak artimya? orang jawa banyak yang di rantau kok…coba tanya aja)
    buat pak adang dan pasangannya…juga pendukungnya….
    apapun yang terjadi, pastilah akan ada hikmah di dalamnya.
    tak ada satu peristiwapun yang berlalu begitu saja&sia-sia bagi seorang muslim.
    smg Allah memberikan yang tebaik untuk kita semua…amiiin

  19. Fatah berkata:

    Adang-Dani Bukan Kalah.
    Meskipun tidak menang dalam pilkada tetapi Pak Adang dan Bang Dani bersama PKS Pengusungnya telah berhasil memenangkan Proses Pemenangan dengan lebih mampu memobilisasi Massa untuk mendukung Adang-Dani, terbukti 37% suara dapat di’gaet’ dari suaranya Fauzi -Prijanto.
    Sukses buat Pak Adang dan PKS saya dukukng Capres PKS 2009.

  20. ahmad berkata:

    Saya pendatang baru di blog ini, kebetulan lagi mencari komentar2 tentang Adang-Dani dan PKS melalui google, sampailah say. Jadi saya ikutan komentar jg deh.
    Saya sedih skaligus senang dengan hasil pilkada ini. Sedih krn PKS dengan Adangnya kalah. Senangnya perolehan suaranya 40% lebih. Kalau dari perbandingan lawan :
    — 1 partai 20 partai
    — dana terbatas jor2an dana
    — sipil incumbent
    — lawan dibantu dprd dan birokrasi (sampe KPUD juga)
    — lawan dibantu presiden dan wakil
    dst dst dst ..
    jadi secara kesuluruhan, Adang/PKS menang di pilkada ini 🙂

    InsyaAllah pilkada2 berikutnya yg diusung PKS bisa dimenangkan, dan Adang tetap bersama PKS di pemilu 2009 (ktnya sih u jadi anggota DPR).
    tetap semangat dukung PKS ya .. 🙂

  21. hana berkata:

    biarpun dalam pilkada DKI kalah, saya tetap teriakkan:hidup PKS!… hidup Adang-Dani!….hidup pak Rinaldi juga!…..

  22. diaz berkata:

    aslm, bwt yang menang kami rakyat jakarta minta aplikasi kampanyenya jangan hanya ngomong doank! and buat yang kalah jangan berkecil hati, apapun yang diberikan Allah kepada kita itu pasti yang terbaik buat kita, berhusnuzonlah kepadanya

  23. Fadli berkata:

    Aha, iko nan namonyo “Bagak Basamo” 😀

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.